Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan

Cerbung RUMAH API-NADA KE-9 YANG TAK USAI (4)

Penulis : Nana - Editor : Redaksi

25 - Dec - 2016, 09:33

Ilustrasi cerbung (istimewa)
Ilustrasi cerbung (istimewa)

Cerbung
 RUMAH API-NADA KE-9 YANG TAK USAI (4)
dd nana 

Baca Juga : WORO & The Night Owls Gebrak Maret dengan Album Perdananya

3/
Di sini, Ibu, aku seperti berjalan dalam bara api. Aku lebih suka di rahimmu yang hangat. Maka, biarkan aku kembali masuk. Sebelum mereka, para lelaki, semakin menjadi-jadi. Tak lagi sekedar basa-basi. 

Aku mulai takut ibu. Begitu takut. Dan, petaka sempurna terjadi. Sesosok tubuh besar, hitam, dengan mulut yang dibakar alkohol mengupas dagingku, mengunyah tubuhku, memasukan sepotong besi, jari telunjuk dan membakar satu demi satu kulit tubuhku, malam itu. 

Malam dimana ibu terkapar digerogoti penyakit jahanam. Malam jahanam. Malam yang entah dicipta siapa (Kaukah yang mencipta malam itu?). Aku pingsan. Tubuhku luluh luntak. Air matamu masih sempat terekam saat kesadaran mulai menyapaku. Ah..ibu kenapa kau tak hunus pedang. Air mata tidak mampu membasuh keringat para lelaki yang memberiku petaka. Para lelaki yang semakin sering mengunjungi kamar kita. Memasuki rahim anakmu, silih berganti. Mereka telah menjadi bayangan tubuhku. Najis ditubuhku. Anakmu, Drupadi, telah diikat oleh mereka menjadi sepertimu, ibu. Pelacur. Menjadi kembang ranum Rumah api. Rumah yang merantai tangan kaki kita dengan jilat api. 

Aku tidak bisa melawannya, Ibu. Maka, ijinkan ku ledakan sel-sel darah dalam tubuhku, biar mengalir deras, seperti dendam yang berhamburan disetiap detik tubuhku. Biarkan aku menjadi Durga tanpa do’a.

4/
Dibasuhnya wajah itu. Berkali-kali. Wajah kutukan. Wajah yang tidak diterima cermin. Karena aku muak dengan wajahmu, lelaki. Maka, jangan kau harap kupantulkan bayang wajahmu. 
Matanya mulai memerah (Api atau darah?). Di wajah yang dibencinya tergambar berbagai rasa yang beriak. Bergelombang.

“Kalau Kau masih disini, maka kumohon penggallah leher puisiku ini. Tubuhnya telah hilang. Jiwanya tak lagi berdeyut…penggallah. Wahai Pemilik Kata…penggallah!” yang berdegung selalu suara tersekat, hanya sampai udara.

Baca Juga : Film Dokumenter The Beatles 'Get Back' Rilis September 2020

Tubuhnya tak kuat untuk menyangga kata. Terkapar di ranjang yang terus meminta. Matanya, kini  ditinggalkan cahaya, yang tersisa air mata yang mengelupas bantal. Air mata, harta paling berharga yang masih dimilikinya. Disampingnya, dalam satu ranjang, terbujur sosok perempuan. Telanjang.

Diam membeku. Mulai membusuk. Di luar orang-orang terus di cekam ketakutan dengan amarah yang semakin menggumpal. Setiap ada kematian, terutama kematian para perempuan muda, bisa dipastikan keesokan harinya mayat itu pasti raib. Tidak menyisakan jasad yang menghuninya. 
Yang tersisa amarah meloncat-loncat, dan tentunya rasa takut yang sangat.

Namaku Necro. Nama janggal. Tidak lumrah. Begitu mereka mengomentarinya, setelah memaksaku untuk memperkenalkan diri. Hidup sendiri, dari dulu. Tak kukenal karib, saudara atau apapun bentuk nama dari suatu hubungan. Aku, lelaki yang sendiri. Lelaki yang dikutuk oleh wajah sendiri. Ya, semua berawal dari wajah ini. 

Kau, lihat wajahku?

*Penulis wartawan MALANGTIMES


Topik

Hiburan cerbung serial-cerbung


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Nana

Editor

Redaksi