JATIMTIMES - Perayaan Tahun Baru hampir selalu identik dengan pesta kembang api. Suaranya yang menggelegar dan warna-warni indah di langit membuat momen pergantian tahun terasa lebih meriah. Namun, di balik keindahannya, kembang api menyimpan dampak yang tidak bisa dianggap sepele baik bagi kesehatan maupun lingkungan.
Dilansir dari BBC Science Focus, pertunjukan kembang api sebenarnya melepaskan campuran zat kimia berbahaya ke atmosfer. Warna-warna cerah yang terlihat di langit bukanlah hal yang alami; semuanya berasal dari senyawa logam tertentu yang dapat mencemari udara, air, dan tanah.
Baca Juga : Korban Mobil MBG Tabrak Siswa-Guru di SDN Kalibaru Bertambah Jadi 22 Orang, Sopir Terancam 5 Tahun Penjara
Bahan Kimia dalam Kembang Api
Pembuatan kembang api menggunakan berbagai zat sintetis. Senyawa pengoksidasi seperti perklorat termasuk bahan yang paling umum digunakan, namun juga dikenal berpotensi berbahaya bagi tubuh dan lingkungan.
Untuk menghasilkan warna, berbagai logam ditambahkan ke dalam komponen kembang api. Menurut Forbes, tiap warna mewakili logam yang berbeda:
• Merah muda: garam lithium (Li)
• Kuning/jingga: natrium (Na)
• Hijau/biru: tembaga (Cu) dan barium (Ba)
• Merah: kalsium (Ca) atau strontium (Sr)
Selain itu, bahan peledak biasanya dibuat dari arang, belerang, dan kalium nitrat. Kombinasi kimia tersebut akan meledak ketika terkena pemicu, menghasilkan cahaya, suara, dan asap yang kita lihat saat malam Tahun Baru.
Proses Kimia di Balik Ledakan Kembang Api
Forbes menjelaskan bahwa ketika kembang api ditembakkan, logam berat di dalamnya akan mengalami perubahan fisik. Sementara itu, garam logam dan bahan peledak bereaksi secara kimia karena terpapar oksigen saat pembakaran.
Reaksi ini melepaskan gas-gas seperti:
• Karbon dioksida (CO₂)
• Karbon monoksida (CO)
• Nitrogen oksida (NOx)
Gas-gas tersebut termasuk kategori gas rumah kaca yang memperparah perubahan iklim. Menariknya, logam penyumbang warna tidak ikut terbakar. Mereka berubah menjadi partikel aerosol yang kemudian mengendap di udara, air, atau tanah.
Partikel inilah yang dapat terhirup oleh manusia dan hewan, menimbulkan berbagai dampak kesehatan.
Polusi Udara Pasca Perayaan Kembang Api
Penelitian menunjukkan bahwa kembang api memiliki kontribusi besar terhadap penurunan kualitas udara secara drastis dalam waktu singkat. Forbes mencatat bahwa skor Indeks Kualitas Udara (AQI) dapat melonjak hingga angka 500, level yang dikategorikan sebagai sangat berbahaya.
Contohnya terjadi pada perayaan Diwali di India pada 2019, di mana AQI mencapai angka paling tinggi dan membahayakan kesehatan jutaan orang.
Studi lain juga menemukan bahwa pertunjukan kembang api meningkatkan kadar:
• Oksida nitrat (NO)
• Sulfur dioksida (SO₂)
• Partikel halus (PM2.5)
• Logam berat seperti Ba, Sr, Mg, K, dan Pb
Partikel ini dapat terbawa angin hingga jauh dari lokasi pelepasan, mencemari daerah lain dan bertahan di udara selama berhari-hari.
Dampaknya bagi Kesehatan
Forbes menyebutkan sebuah studi pada 2010 yang menemukan bahwa paparan polusi dari kembang api meningkatkan risiko:
- Kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 125%
- Kenaikan kasus morbiditas kardiovaskular sebesar 175%
Rumah sakit juga mencatat lonjakan pasien yang mengalami serangan asma atau gangguan pernapasan lainnya sehari setelah pesta kembang api.
Risiko luka fisik pun tidak kalah tinggi. Menurut Agensi Lingkungan Austria (Umweltbundesamt), sekitar 200 orang terluka parah setiap tahun akibat penggunaan bahan piroteknik yang salah. Sebanyak 90% insiden terjadi pada malam Tahun Baru, dengan cedera paling banyak terjadi pada mata, telinga, dan tangan.
Baca Juga : Hujan Meteor Geminid Sambangi Langit Indonesia Akhir Pekan Ini, Berikut Tips Melihatnya
Kebisingan dari ledakan juga memicu stres bagi anak-anak, lansia, serta hewan peliharaan dan satwa liar.
Dampak terhadap Lingkungan
Pencemaran air dan tanah menjadi salah satu dampak terbesar dari kembang api. Penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi perklorat dalam air dapat meningkat hingga 1.028 kali lipat hanya beberapa jam setelah pertunjukan dan membutuhkan waktu 20–80 hari untuk menghilang alami.
Selain itu:
- Logam berat dari debu kembang api dapat mengendap di tanah dan air.
- Sisa-sisa plastik dari kembang api menjadi mikroplastik yang sulit terurai.
- Hewan ternak atau satwa liar berisiko memakan residu kembang api yang beracun.
Semua itu menunjukkan bahwa pesta kembang api tidak hanya berdampak sesaat, tetapi dapat mencemari lingkungan dalam jangka panjang.
Alternatif Ramah Lingkungan untuk Merayakan Tahun Baru
Jika ingin tetap merayakan Tahun Baru tanpa menciptakan polusi, beberapa alternatif ini bisa menjadi pilihan:
1. Pertunjukan lampu atau laser
Lebih aman, tidak bising, dan tidak menghasilkan polutan berbahaya.
2. Perayaan sederhana di lingkungan terbatas
Menikmati momen bersama keluarga atau komunitas kecil dapat mengurangi jejak karbon.
3. Berwisata alam atau berkemah
Menyambut tahun baru dengan suasana alam terbuka lebih menenangkan dan minim limbah.
4. Kegiatan sosial
Menghabiskan malam Tahun Baru dengan menjadi sukarelawan dapat memberikan dampak positif bagi orang lain.
Meski kembang api telah menjadi bagian dari tradisi perayaan Tahun Baru, kenyataannya dampak negatifnya terhadap kesehatan dan lingkungan sangat besar. Mulai dari polusi udara, pencemaran air dan tanah, hingga risiko luka fisik semuanya memberi alasan kuat untuk mempertimbangkan cara merayakan Tahun Baru yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Saatnya mulai mengubah kebiasaan dan memilih perayaan yang bukan hanya indah dilihat, tetapi juga aman bagi bumi dan generasi mendatang.
