MALANGTIMES - Kepatuhan pejabat terkait keputusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) ternyata memiliki jejak tak baik. Khususnya dalam penegakan hukum di Indonesia sebagai negara hukum. Sesuai dengan amanah Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Baca Juga : Polisi Akui Kejahatan Jalanan Kota Malang Meningkat Usai Program Asimilasi
Tercatat banyak perkara, dalam periode 2008-2013 lalu hingga 2019 terkait putusan PTUN tak dilaksanakan. Begitu pula dalam perkara Oesman Sapta Odang tertanggal 22 Maret 2019, para pejabat juga tak melaksanakannya. Sekitar 6 tahun, berbagai putusan PTUN dengan jumlah 276 kasus, hanya 15 putusan yang dilaksanakan. Sisanya, setara 95 persen atau 261 putusan PTUN tak dilaksanakan. Hal ini dilansir dari hasil penelitian Istiwibowo (pernah menjabat sebagai hakim TUN) di PTUN Jakarta, plus berbagai penelitian lainnya.
Kondisi itu tentunya menjadi catatan tak sedap atas kepatuhan pejabat dan eksekutorialnya di Indonesia. Padahal, menurut hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh tim Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, ada sanksi atau upaya paksa bagi pejabat atau tergugat yang tak melaksanakan putusan PTUN.
“Ada upaya paksa yang bisa dikenakan sesuai dengan Pasal 116 Undang-Undang 51 Tahun 2009,” ucap koordinator tim Tri Cahya Indra Permana yang tertulis dalam hasil penelitiannya.
Di Pasal itu disebutkan, bahwa salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.
Apabila tergugat atau pejabat membandel atas putusan itu dengan durasi waktu setelah 60 (enam puluh) hari kerja dari putusan, maka keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Hal ini sesuai dengan Pasal 116 ayat (2).
Baca Juga : Jambret Mulai Marak, Korbannya Para Ibu yang Sedang Belanja
Tak berhenti di situ, dengan adanya “pembangkangan” putusan PTUN, maka di berbagai ayat dalam Pasal 116 juga dinyatakan beberapa sanksi lainnya. Yakni, Jika tergugat membandel juga penggugat bisa minta Ketua Pengadilan untuk memerintahkan tergugat melaksanakan putusan. Pejabat bersangkutan dapat dikenakan pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Selanjutnya, ada pula upaya mengumumkan pejabat yang tak mematuhi putusan itu lewat media massa. Selain itu, Ketua Pengadilan bisa mengirimkan surat kepada Presiden untuk memerintahkan pejabat yang dihukum melaksanakan putusan pengadilan.
Di kasus PTUN tahun 2019 lalu, terkait Oesman Sapta Odang versus KPU, MA pun menegaskan keputusan yang sudah berkekuatan hukum harus dilaksanakan oleh pihak yang digugat.
Ketua Kamar TUN MA, Supandi, menegaskan waktu itu (22 Maret 2019), bila ada pejabat diputus pengadilan berkekuatan tetap tapi tak melaksanakan. “Maka pejabat itu dalam posisi melakukan perbuatan melanggar hukum. Sekaligus melawan perintah jabatan,” ucapnya seperti dikutip tirto.id.
Berbagai penelitian terkait putusan PTUN yang tak dilaksanakan oleh para pejabat atau tergugat, tentunya menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Hal ini membuat kepastian hukum menjadi tak bisa ditegakkan.
