MALANGTIMES - Namanya M Kalend Osen, usianya kini 73 tahun, penampilannya sederhana. Mengenakan baju takwa, sarung dan peci, The Founding Father Kampung Inggris itu berbagi kisah berdirinya pusat kursus bahasa Inggris di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri pada tim Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Malang.
Malam beranjak larut saat tim Barenlitbang Kota Malang tiba di VOC English Course di Jalan Brawijaya 72, Tulungrejo, Pare, Kabupaten Kediri, Jumat (23/11/2018). Di lokasi tersebut, sekitar 50 personel menggali ilmu terkait berdirinya Kampung Inggris selama dua hari, hingga hari ini (24/11/2018).
Baca Juga : 156 Pekerja dari Malaysia Tiba di Jatim, Pemprov Siapkan Rapid Test
"Saya lahir pada 20 Februari 1945 di Kutai Kartanegara, belajar bahasa Inggris saat usia sudah 27 tahun. Baru pada sekitar 1976 itu mulai mengajari orang," ujar Kalend mengawali cerita. Dia mengungkapkan bahwa penamaan Kampung Inggris bukan sesuatu yang disengaja. Bahkan, sedikit kebetulan karena pada dasarnya penyebutan tersebut karena banyaknya lembaga kursus bahasa di kawasan itu.
Penyebutan Kampung Inggris mulai didengungkan media sejak 1995 silam. Namun menurut Kalend, perhatian masyarakat dan booming-nya Kampung Inggris baru sekitar awal tahun 2000. "Sebelum mendirikan kursus di sini, saya survei tempat dulu. Saya pilih Pare karena dekat dengan banyak kota," tuturnya.
Tak hanya itu, dia juga banyak sempat mencari sendiri strategi pengajaran yang diterapkan. Termasuk mengunjungi kursus-kursus yang ada di kota-kota lain seperti di Malang, Surabaya, Kediri, hingga Yogyakarta. "Saya temukan keluhan para peserta saat itu ada tiga. Peserta kursus itu masih takut ngomong pakai bahasa Inggris, butuh waktu lama, dan biaya banyak," urainya.
Pria yang pernah belajar di Pondok Pesantren Gontor itu pun memformulasikan metode pembelajaran yang membuat pesertanya sukses berkomunikasi dengan Bahasa Inggris, tanpa menghabiskan banyak waktu dan biaya. Lantas, dia pun mendirikan Basic English Course (BEC) secara resmi pada 15 Juni 1977. Lembaga itu menjadi yang pertama di kawasan tersebut.
"Tahun 2000-an mulai timbul tanggapan dan berkembang. Mulai muncul kursus-kursus lain. Kontroversi juga muncul akan cara pengajaran yang kami tawarkan," tuturnya. Bukan merasa tersaingi, Kalend malah bersyukur perekonomian makin tumbuh di kawasan itu. "Ya itu, mulai ada yang buka laundry, penyewaan sepeda, usaha kos, warung makan, Alhamdulillah," urainya.
Baca Juga : 106 Kota Malang Tanpa Perayaan, Warga Bumi Arema Diajak Bersatu Usir Covid-19
Kalend menguraikan bahwa untuk saat ini, pengembangan Kampung Inggris masih dilaksanakan secara mandiri dan swadaya oleh paguyuban setempat. "Untuk peran pemerintah, kami mengharapkan adanya perlindungan agar bisa melestarikan program Kampung Inggris ini dengan baik. Kami juga tidak minta apa-apa, karena di sini rata-rata membangun usaha sendiri," urainya.
Kepala Barenlitbang Kota Malang Erik Setyo Santoso mengungkapkan, kunjungan khusus yang dilakukan jajarannya itu untuk mengenal lebih jauh salah satu contoh sukses kampung tematik. "Kampung Inggris ini kan salah satu contoh kampung tematik yang berhasil memberdayakan masyarakat secara luas, termasuk memacu perputaran roda perekonomian setempat. Jadi kami datang langsung untuk belajar," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, tim Barenlitbang Kota Malang juga konsultasi soal kemungkinan membangun Kampung Inggris di kota pendidikan itu. Lantas seperti apa potret Kampung Inggris dan saran-saran soal pembangunan kampung tematik itu? Simak dalam ulasan MalangTIMES selanjutnya.