MALANGTIMES - Di mata para therapis atau anak buahnya, Bu Mamik dianggap bos yang baik. Itu lah yang kemudian membuat, sebut saja Risa betah berkerja di sana.
“Mau masuk atau tidak terserah saya. Berkerja jam berapapun bebas,” ujarnya saat wawancara dengan SurabayaTIMES di suatu tempat di Surabaya.
Baca Juga : Edarkan Sabu di Tengah Pandemi Covid-19, Pengedar Asal Malang Dicokok Polisi Blitar
Risa sebenarnya bukan pertama kali kerja di tempat panti pijat plus-plus. Panjat Bu Mamik merupakan tempat ke duanya. “Dulu pernah kerja begini di mall,” bebernya.
Hanya saja meski mendapatkan uang banyak di mall, Risa tidak merasa nyaman. Sebab, aturannya begitu ketat. Di mana harus sering berkerja dan sesuai waktu.
“Pulang malam-malam terus. Lha siapa yang menjaga anakku di rumah,” tutur perempuan berkulit putih dan berambut panjang sebahu ini.
Ya, di rumah dia memang mengaku sudah memiliki anak. Hanya saja itu bukan dari sebuah pernikahan resmi. Anak yang dia dapat hasil dari hubungan gelapnya dengan seorang pengusaha yang beda agama.
“Anakku ya tetap tak rawat. Bapaknya rutin kok ngirimi bulanan. Kami tidak bisa menikah karena dia sudah punya istri di rumah,” lanjut dia.
Selama berkerja di Panjat Bu Mamik, Risa bisa dibilang salah satu therapis idola. Dalam sehari dia bahkan bisa melayani sepuluh tamu sekaligus. Tamu tersebut tidak hanya sekedar meminta pijat biasa, tapi juga meminta hubungan badan layaknya suami-istri.
Ditanya apakah tidak capek? Risa mengaku sangat lelah. Jika sudah mendapat tamu banyak tersebut, ketika bangun pagi dia merasakan bagian punggungnya terasa sakit.
Baca Juga : Di Tengah Pandemi Covid 19, Pelaku Curnamor Makin Liar, Sehari Dua Motor Digasak
Meski agak tersiksa, Risa tetap tidak mau mencari kerja lain. Alasannya mencari uang dengan menjadi therapis cepat dan mudah.
Sekali melayani tamu tersebut Risa menjelaskan, jika hanya pijat biasa saja membayar Rp 150 ribu, namun jika ingin layanan menyeluruh harus membayar Rp 350 ribu. Sedangkan jika hendak tambah atau dua kali main, tamunya akan diminta uang sampai Rp 550 ribu.
Dari sekian banyak uang tersebut Risa mengaku, hanya menyetor ke bos Rp 100 ribu saja. Itu dianggap sebagai uang administrasi dan sewa kamar.
Perempuan yang memiliki bibir mungil serta hidung mancung ini juga sebenarnya tidak setuju jika Panjat Bu Mamik harus ditutup. Alasannya, nanti bakal banyak pria-pria kesepian yang dikhawatirkan melakukan pemerkosaan. “Kalau tidak bisa menahan nafsu gimana,” ujarnya lantas tertawa.
Ketika dijelaskan masih banyak panti pijat plus-plus lainnya di Surabaya, Risa bersikukuh bahwa di tempat kerjanya lebih terjangkau dari segi harga. “Kalau di tempat lain lebih mahal. Kasian pria-pria yang punya uang pas-pasan kalau mereka kepengen njajan,” imbuhnya.