MALANGTIMES - Para personil Primitve Chimpanzee (PC) akhirnya keluar kandang dan menyapa para penikmat setianya yang tak pernah bosan dengan karya-karya mereka. Kali ini para personil PC melakukan bedah album ketiga yang bertajuk "Ruja" di salah satu cafe yang ada di Kota Malang.
Salah satu band legendaris yang telah meramaikan dunia panggung skena underground Kota Malang sejak tahun 1997 ini, menyebutkan, bahwa konsep album ketiga bertajuk "Ruja" ini merupakan bahasa jawa walikan yang berarti "Ajur".
Baca Juga : Begundal Lowokwaru Tunjukkan Kesederhanaan dalam V-Klip Kawan Rantau
"Konsep mulai dulu sebelum ada Covid-19 (sudah ada, red) sekitar tahun 2014 sampai 2015. Tapi kalau dengan adanya kondisi sekarang, itu memang sangat tepat sekali dengan musik dan lirik yang ada di album ketiga ini," ujar vokalis PC yakni Agus Moron saat sesi bedah album ketiga bertajuk Ruja.
Moron begitu ia disapa menuturkan, bahwa album ketiga yang bertajuk "Ruja" mengapa sangat cocok didengarkan pada kondisi pandemi Covid-19, karena sama halnya dengan lirik di lagu Ruja.
"Sama seperti kondisi sekarang, ya kerja di phk, ya ekonomi, psikis gara-gara pandemi ini. Ruja ini ya terjadi diantara personel juga. Saya yang susah cari kerja terus ada yang buka konveksi dan omzet berkurang, wah ajur iki rek. Akhirnya dari celetukan itu kita buat judul album," ujarnya.
Telah dikonsep sejak medio 2014 hingga 2015, ternyata karya-karya dari PC yang terangkum dalam album bertajuk Ruja ini juga penuh pengorbanan. Karena mulanya ada beberapa yang berinisiatif merekam materi album, namun seiring berjalannya waktu file-file lagu tersebut sempat hilang.
"Ada yang ngerekam terus file hilang, terus ada kendala. Ya inilah potongan-potongan yang kita ingat dan kita bangun lagi hingga jadilah Ruja ini," katanya.
Dalam album ketiga ini, Moron juga mengatakan, bahwa mulanya PC akan menyajikan sesuatu yang berbeda dan tidak ingin dilabelkan sebagai band Hardcore. Karena ia menyadari bahwa musik yang dibawakan PC merupakan campuran dari beberapa genre musik.
Perubahan ini mulai terjadi, dikatakan Moron, saat penggarapan pada album kedua. Lalu beranjak pada penggarapan album ketiga, bahwa PC semakin yakin dengan genre yang dibawakan untuk mengobrak-abrik telinga para pendengar.
"Untuk (karakter, red) musik kita blend, mulai dari punk, hardcore dan thrash metal jadi Crossover. Tapi kita nggak mengarahkan, ini terjadi secara alami dari segala genre yang personel sukai," terangnya.
Baca Juga : Dibintangi Baim Wong, Film "Agen Dunia" Rilis Poster & Trailer, Dijamin Kocak
Moron pun mengakui bahwa secara konteks, kemunculan PC lebih dikenal oleh para penikmat musik underground sebagai PCHC (Primitive Chimpanzee Hard Core).
"Seiring berjalannya waktu sekitar beberapa tahun lalu, HC itu kita buang. PC ya PC, kata orang HC crossover ya terserah, walaupun HC itu sebagai musik terbesar yang mempengaruhi kita," jelasnya.
Untuk Crossover yang merupakan campuran dari genre punk, hardcore dan thrash metal, Moron menyebutkan, bahwa genre itu seperti salah satu band dunia yang melegenda yakni DRI (Dirty Rotten Imbeciles).
Lebih lanjut Moron mengatakan, bahwa sebuah pelabelan musik bersifat bebas. Terkhusus untuk PC, memang berbeda dengan band undergorund kebanyakan. Karena tidak semua lagu yang dibuat PC pun bergenre hardcore, kadangkala juga mengerjakan lagu bergenre punk.
"Pelabelan musik bebas. PC ya PC, bukannya kita tidak mau melabelkan, tapi kita ya cocok-cocokan saja. Kadang buat lagu lebih ke punk, kalau cocok ya kita kerjakan. Jadi ada lagu yang lebih punk, lebih hardcore, itu terserah para pendengar," tandasnya.