MALANGTIMES - Sore menginjak petang, Sabtu (1/7/2020) saat matahari perlahan melahap ufuk barat, sekira pukul 17.15 wib, bersama rekan sekantor saya, jurnalis MalangTIMES, Billy Nazal. Senja itu kami mencoba memantau daerah pusat Kota Malang seperti alun-alun, pasar besar, balai kota dan sekitarnya.
Bagi warga Kota Malang yang kini dipimpin oleh Sutiaji tersebut, sudah tidak asing lagi, bahwa kota ini begitu menawarkan banyak keindahan. Namun ironi, di beberapa rusuk jalannya sering kali masih dimukimi tunawisma. Seperti yang kami lihat sore ini.
Baca Juga : Pohon Besar Setinggi 20 Meter Tumbang, 3 Orang Luka-Luka
Musim dingin telah menghempas kota ini. Iba rasanya memandang raut wajah sayu mereka disertai terpaan angin yang menyebabkan badan terasa menggigil. Hingga usai magrib, kami lantas membagikan sedikit rezeki demi mengganjal perut mereka yang tengah perih.
Nah, kisah memilukan dimulai dari sini. Di depan bangunan Pendopo Agung Kabupaten Malang yang bersemuka dengan Alun-alun Kota Malang, mendadak perhatian kami teralihkan oleh salah satu kakek tukang becak.
Di tengah serangan modernitas, tentu masyarakat lebih memilih ojek online dibandingkan becak, membuat tukang becak sepi akan penumpang.
Namun tidak seperti lazimnya becak-becak lain, lantaran di atas becaknya terdapat tumpukan pakaian-pakaian yang lusuh. Tentu akibat lembaran kain kumalnya kendaraan pancal roda tiga itu tidak lagi dapat berfungsi untuk menarik penumpang, melainkan selama ini untuk bertahan hidup setiap hari.
Si kakek bernama Syaiful (70), warga Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Penderitaannya bermula saat ia berpisah dengan sang istri dan ke-empat anaknya enggan lagi peduli.
“Terimakasih, Mas, kebetulan dikasih masnya, saya sedang lapar,” ungkapnya pada kami.
Setiap hari, Kakek Syaiful mengisi perut dengan mengandalkan kepedulian dari warga Kota Malang sekitar. Jika tidak ada, maka ia harus terpaksa makan nasi basi hasil dari sisa kemarin atau harus menahan perih perutnya yang keroncongan.
“Tadi saya makan sisa nasi pemberian kemarin-kemarin, Mas. Ya sudah basi, tapi daripada nggak maem, he he,” katanya.
Baca Juga : Munculnya Agama Muslim Bikin Masyarakat Resah, Kemenag RI Masih Belum Ambil Sikap
Setiap buang air besar maupun kecil, Kakek Syaiful harus menuju toilet umum yang ada di bawah jembatan area Splindit. Terpaan covid-19 membuatnya kian menderita, sudah berusaha menarik penumpang, pun tak kunjung ia dapatkan.
Lantas bagaimana dengan peran Satpol PP melihat fenomena sosial ini? Apakah Kakek Syaiful dan kawan-kawannya sering terusir?
Malam minggu, tepi-tepi jalan Kota Malang terasa sesak dipenuhi oleh kelompok-kelompok komunitas motor dan lain sebagainya. Apakah hati mereka juga akan ikut tergugah oleh penderitaan sang kakek?
Kisah fenomena di Kota Malang ini akan dibuat berseri oleh MalangTIMES. Bagi pembaca yang tertarik mendengar kata hati mereka, bisa membaca di serial berikutnya.
Diharapkan, setelah membaca kisah ini, hati pembaca ikut tergugah untuk peduli terhadap fenomena sosial yang terjadi.