MALANGTIMES - Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (Amarah Brawijaya) menuntut pemotongan UKT dan transparansi anggaran dari pihak kampus. Tadi pagi, sekitar 70 mahasiswa melakukan aksi meski di tengah pandemi.
Kurang lebih terdapat 3 poin tuntutan para mahasiswa tersebut. Pertama, pengurangan UKT dan SPP sebesar 50 persen terhadap seluruh mahasiswa UB baik program vokasi, sarjana, dan pascasarjana pada semester ganjil tahun 2020-2021. Kedua, pembebasan UKT atau SPP bagi mahasiswa yang hanya mengambil tugas akhir dan tidak sedang mengambil mata kuliah lain.
Baca Juga : Aksi FRI-West Papua di Malang Tuntut Pembebasan Tapol dan Penentuan Nasib Sendiri
Ketiga, tanpa menghilangkan hak yang tertera pada poin 1, mahasiswa UB yang sedang tidak mengambil tugas akhir dapat mengajukan pembebasan, pengurangan, dan atau penundaan. Keempat, mekanisme pengajuan pembebasan, pengurangan, dan atau penundaan diatur oleh Peraturan Rektor.
Wakil Rektor (WR) 3 Bidang Kemahasiswaan Prof Dr Drs Abdul Hakim MSi menyampaikan, dirinya bersama staf ahli sudah mempelajari kajian dari eksekutif mahasiswa (EM).
"Saya dengan staf ahli mempelajari dengan saksama. Jadi bohong kalau itu tidak diakomodasi," ucapnya.
Setelah disampaikan ke Rektor, kata Hakim, Rektor kemudian memerintahkan WR 2 (Bidang Umum dan Keuangan) dan jajarannya untuk menindaklanjuti hasil kajian dari WR 3 bersama staf ahli dan jajarannya yang menindaklanjuti hasil kajian dari EM.

"Produk hukum yang dihasilkan oleh itu adalah surat edaran Rektor tentang pembebasan, penurunan, nyicil UKT," tegasnya.
Soal tuntutan pemotongan UKT sebesar 50 persen, Hakim mengungkapkan bahwa kebijakan semacam itu tidak mungkin dikeluarkan secara hukum.
"Yang pasti 9.700 mahasiswa UB tidak bayar SPP. Catat itu," tukasnya.
Dirinya memastikan, SPP atau UKT 9.700 mahasiswa tersebut sudah dibayarkan oleh negara lewat APBN dan oleh non-APBN.
"Dan untuk mahasiswa baru saya pastikan 2.424 mahasiswa tidak perlu bayar UKT. UKT-nya dibayar oleh negara," timpalnya.
Saat ini, dirinya juga sudah menerima pengajuan keringanan UKT dari 200 mahasiswa. Dan Hakim memastikan, 100 orang dari itu tidak perlu bayar UKT. UKT tersebut akan dibayar oleh yayasan Universitas Brawijaya.
Hakim menambahkan, dirinya punya komitmen bahwa tidak ada satupun mahasiswa UB yang drop out karena tidak mampu bayar SPP.
Baca Juga : Bincang Bareng Hotman Paris, UAS Sebut Kasus Novel Baswedan Tidak Nalar
"Silakan bawa ke kami (mahasiswa tidak mampu) karena saya sudah punya itu. Bawa ke kami ke lantai 3, ke lantai 6, mana orangnya, akan diwawancarai, asal jangan bohong saja," ucapnya.

Hakim juga membeberkan, di UB terdapat sekitar 6 ribu mahasiswa yang membayar SPP hanya Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta persemester.
"Pegang komitmen saya. Saya jamin selama saya menjadi WR 3, saya tidak ingin satupun mahasiswa UB drop out karena tidak mampu. Yang tidak mampu bawakan ke kami," tegasnya.
Sementara, untuk yang mampu dia meminta untuk tetap membayar SPP sebab tidak semua orang terdampak covid-19.
Bahkan, diakuinya, insentif para pimpinan juga sudah dipotong 2,5 persen dan tunjangan hari raya juga dipotong Rp 5 juta demi untuk membantu mahasiswa.
"Diminta lagi bayaran kami 5 juta 5 juta semuanya, potong, untuk membantu mahasiswa. Terus kami itu kurang apa? Jahatnya di mana? Secara pribadi kami menyumbang, tidak cuma diam," ungkapnya.
Hakim pun menyarankan mahasiswa untuk membentuk advokasi online untuk menghimpun mahasiswa yang tidak mampu. Pihaknya akan membantu, asal mahasiswa tidak bohong.
"Saya mohon dibantu buat advokasinya di fakultas masing-masing di EM, data siapa yang nggak mampu itu. Kumpulkan data pendukungnya. Bawa ke kami. Kalau ada 100 orang, setelah kami wawancarai, kami punya stok untuk berikan beasiswa plus biaya hidup," tuturnya.
"Saya menjamin, nama saya jadi taruhan. Satu orang jangan sampai DO gara-gara tidak punya kemampuan finansial," pungkasnya kemudian.