MALANGTIMES - Masih ingat dengan Suparmi alias Nanik Indrawati (55) warga Pondok Blimbing Indah (PBI), Kecamatan Blimbing, Kota Malang?
Baca Juga : Napi Asimilasi Keluar-Masuk Penjara Bikin Pusing Kemenkum HAM
Nanik merupakan seorang kasir yang dituduh melakukan penggelapan dalam jabatan saat menjadi kasir di PT Sapta Tunggal Surya Abadi (STSA) tetapi divonis bebas hakim pada 2018 lalu.
Kini, kasus itu kembali bergulir di meja hijau.
Pasca bebas pada jeratan hukum dari laporan perusahaannya yang pertama, Nanik dilaporkan kembali PT STSA dengan dugaan Pasal Pasal 263 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP atau Pasal 263 ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan 374 dan telah menjalani beberapa kali sidang.
Bahkan dalam persidangan yang terakhir kali digelar Rabu (15/4/2020) lalu, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan 17 saksi guna memperkuat dakwaan terhadap Nanik akan pasal-pasal yang didakwakan.
"Sementara sudah 11 orang saksi yang didatangkan dari total 17 saksi. Sebenarnya, tidak perlu saksi banyak-banyak. Yang terpenting bisa membuktikan pasal 263, atau 374," ungkap kuasa hukum Nanik, Sumardhan SH.
Menurutnya, dengan adanya 17 saksi yang diajukan pihak JPU, terlalu banyak dan melanggar hak asasi kliennya (Nanik).
Sebab hal itu membuat persidangan terlalu panjang.
Meskipun begitu, dijelaskannya, memang dalam hukum acara tidak diatur berapa kali pihak penuntut umum tidak bisa menghadirkan saksi.
"Nggak ada batasannya. Tapi semestinya hakim bisa menggunakan azaz peradilan cepat biaya ringan yang dipakai," jelas Mardhan (16/4/2020)
Lebih lanjut dijelaskan Sumardhan, jika dari para saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, saksi yang hadir belum ada yang mengarah jika kliennya terbukti melakukan penggelapan maupun pemalsuan.
Terlebih lagi, perihal kliennya bisa mengeluarkan uang dalam jumlah besar tanpa persetujuan pihak direktur.
Baca Juga : Napi Ungkap Bayar Rp 5 Juta untuk Keluar Penjara, Yasonna Kembali Jadi Sorotan
"Seharusnya Direkturnya yang harus diproses terlebih dahulu. Karena klien saya itu kasir, dalam pembayaran atau mengeluarkan uang kan atas disposisi Direktur PT STSA. Soalnya, jumlah uangnya tidak sedikit," jelasnya.
Sementara itu, pihak PT STSA, melalui General Manager Hani Irianto, menjelaskan, jika disebut direktur bertanggung jawab secara keseluruhan, itu tidaklah benar.
Sebab, dalam hal ini, kasir tersebut merupakan kepanjangan tangan dari direktur, sehingga, masalahnya bukan pada yang menyetujui dalam pengeluaran uang, namun lebih pada ketidak hati-hatian kasir dalam melakukan tugasnya.
"Kasir itu merupakan kepanjangan tangan dari direktur. Jadi masalahnya, bukan pada yang meng-acc pengeluaran uang, namun adalah kasir yang tidak menggunakan prinsip kehati-hatian dan ketelitian, dimana harus memastikan dana terdistribusi dengan benar. Dan hal itu tidak dilakukan terdakwa. Itu juga sebagaimana yang disampaikan Ahli dalam memberikan keterangan," paparnya.
Ia juga menyampaikan, jika dari keterangan saksi, menurutnya terdapat yang kurang konsisten.
Dari situ, ia merasa terdapat hal-hal atau sesuatu yang sengaja disembunyikan.
Seperti yang pernah diberitakan, Suparmi alias Nanik, wanita berusia 55 tahun, yang merupakan mantan kasir PT STSA kembali duduk di kursi pesakitan.
Ia kembali dilaporkan PT STSA karena diduga melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, terkait pembebasan lahan milik Sugiyanto dan Nasiyah Tahun 2016.
PT STSA masih merasa Nanik melakukan pemalsuan dokumen dan penggelapan sehingga PT STSA mengalami kerugian sekitar Rp 800 juta. Saat itu, total dana yang dikeluarkan untuk pembebasan lahan sebesar Rp 1.771.136.000,.
Nanik menjalani sidang pidana dengan dakwaan dugaan Pasal 263 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP atau Pasal 263 ayat 2 KUHP Jo Pasal.55 ayat 1 ke 1 KUHP dan 374 KUHP pada 4 Februari 2020.