Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

Jejak Sa’ad bin Ar-Rabi’: Persaudaraan, Pengorbanan, dan Syahid di Uhud

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Nurlayla Ratri

17 - Dec - 2025, 08:37

Placeholder
Ilustrasi sosok sahabat Rasulullah (ist)

JATIMTIMES - Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak lahir dari satu sosok saja. Ia tumbuh dari kerja kolektif, dari tangan-tangan sahabat yang setia menopang risalah dengan iman dan tindakan nyata. Salah satu figur penting dalam fase awal itu adalah Sa’ad bin Ar-Rabi’, tokoh Anshar dari Yatsrib yang kontribusinya menjadi fondasi kuat berdirinya masyarakat Islam di Madinah. Seperti sering disadari para sejarawan, Islam tidak tumbuh sendirian. Ia ditopang oleh sahabat-sahabat yang bekerja tanpa sorotan.

Momentum krusial terjadi ketika Rasulullah SAW menjalin kesepakatan politik dengan penduduk Yatsrib, wilayah yang lama terbelah konflik antara suku Aus dan Khazraj. Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Bai’at Aqabah itu menjadi titik balik sejarah. Dari tanah yang rapuh oleh perseteruan, lahir tekad kolektif untuk menyokong Islam. Bai’at Aqabah menjadi titik balik: dari Yatsrib yang retak oleh konflik, lahir Madinah yang menyatukan iman.

Baca Juga : Kasus Chromebook Rp 809 M Disorot, Warganet Singgung Nasib Guru Honorer Saat Pandemi

Dalam rombongan berjumlah dua belas orang yang datang menemui Rasulullah SAW, nama Sa’ad bin Ar-Rabi’ tercatat sebagai salah satu tokoh kunci. Ia bukan hanya hadir sebagai peserta baiat, tetapi sebagai pemuka masyarakat yang membawa pengaruh sosial besar. Lahir dari keluarga terpandang, putra Hazilah binti ‘Anbah bin ‘Amr, Sa’ad dikenal sebagai sosok terdidik yang mampu membaca dan menulis. Posisi ini membuatnya berperan strategis dalam menggerakkan dukungan masyarakat Yatsrib terhadap dakwah Nabi.

Keteladanan Sa’ad paling nyata terlihat dalam peristiwa persaudaraannya dengan Abdurrahman bin Auf. Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin melalui kebijakan mu’akhah, sebuah langkah visioner untuk membangun solidaritas sosial umat Islam. Ikatan ini bukan simbol kosong, melainkan praktik hidup yang menuntut keikhlasan.

Sa’ad menyambut Abdurrahman bin Auf di rumahnya, menjamunya dengan penuh hormat. Namun yang terjadi setelah itu melampaui kebiasaan sosial. Sa’ad menawarkan sesuatu yang mengejutkan: kesediaannya menceraikan salah satu istrinya agar dapat dinikahi Abdurrahman yang belum berkeluarga. Tawaran itu mencerminkan keyakinannya bahwa persaudaraan dalam Islam tidak berhenti di kata. Persaudaraan bagi Sa’ad bin Ar-Rabi’ bukan slogan, melainkan tindakan nyata, bahkan ketika harus mengorbankan harta dan kenyamanan pribadi.

Abdurrahman bin Auf menolak dengan sikap penuh adab. Tawaran harta pun kembali ditolaknya ketika Sa’ad mengajak membagi kebun miliknya. Ia hanya mengucapkan doa agar Allah memberkahi keluarga dan harta saudaranya itu. Sebagai gantinya, Abdurrahman menyampaikan permintaan sederhana yang kemudian dikenang sepanjang sejarah: “Tunjukkan aku pasar.”

Dari pasar Madinah, Abdurrahman bin Auf memulai hidupnya secara mandiri. Ia berdagang mentega dan keju, bekerja dengan tangan sendiri hingga usahanya berkembang. Peristiwa ini menjadi gambaran indah tentang keseimbangan antara solidaritas dan kemandirian. Sa’ad menawarkan segalanya, sementara Abdurrahman memilih berdiri di atas kakinya sendiri.

Beberapa waktu kemudian, Rasulullah SAW menanyakan kabar Abdurrahman bin Auf. Ia menjawab bahwa dirinya telah menikah dengan seorang perempuan Anshar. Jawaban singkat itu menyiratkan keberhasilan ikhtiar yang berangkat dari kerja keras dan persaudaraan yang tulus.

Baca Juga : Guru SMPN 22 Surabaya Wakili Indonesia di 4th International Conference on Education 2025 di Korea Selatan

Peran Sa’ad bin Ar-Rabi’ tidak berhenti di ranah sosial. Ia juga dikenal sebagai sahabat yang selalu hadir mendampingi Rasulullah SAW di medan jihad. Dalam Perang Uhud, Sa’ad berdiri di garis depan, menghadapi gempuran musuh demi melindungi Nabi. Di medan Uhud, Sa’ad bin Ar-Rabi’ berdiri tanpa gentar, melindungi Rasulullah SAW hingga titik darah terakhir.

Seusai pertempuran, Rasulullah SAW menanyakan keberadaan Sa’ad bin Ar-Rabi’. Seorang sahabat ditugaskan mencarinya di antara para syuhada dan prajurit yang terluka. Ketika ditemukan dalam kondisi kritis, Sa’ad menyadari bahwa ajal telah dekat. Dengan sisa tenaga, ia menitipkan pesan yang mengguncang hati: “Sampaikan salamku kepada Rasulullah SAW. Di tubuhku ada dua belas luka, dan tidak ada penyesalan bagi mereka yang gugur di jalan Allah.”

Tak lama kemudian, Sa’ad bin Ar-Rabi’ wafat sebagai syahid pada Perang Uhud di tahun ketiga Hijriah. Ia dimakamkan bersama Kharijah bin Zaid dalam satu liang lahat. Kisah hidupnya menjadi bukti bahwa iman sejati tidak berhenti pada pengakuan, tetapi tuntas dalam pengorbanan. Syahidnya Sa’ad bin Ar-Rabi’ menegaskan bahwa dakwah dibangun oleh keberanian, keikhlasan, dan kesetiaan hingga akhir napas. Wallahu a’lam.


Topik

Pendidikan Rasulullah SAW Sa’ad bin Ar-Rabi’



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Nurlayla Ratri

Pendidikan

Artikel terkait di Pendidikan