JATIMTIMES - Nama Intan Nihayah kian sering disebut belakangan ini, bukan karena sensasi, tetapi karena jalannya yang pelan tapi pasti menuju ruang prestasi yang mengagumkan. Mahasiswi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Brawijaya (UB) itu, mendadak menarik perhatian setelah terpilih sebagai satu dari 12 finalis Puteri Indonesia Jawa Timur 2025.
Ini merupakan pencapaian yang ia raih bukan dari keberuntungan, melainkan dari rangkaian perjalanan panjang yang ia bangun sejak lama. Di balik sorot lampu panggung, ada cerita tentang seorang perempuan muda yang tumbuh di keluarga akademisi, mengasah diri melalui advokasi, lalu menemukan panggilan untuk berbicara tentang keberdayaan perempuan dan anak muda.
Baca Juga : Dua Jalur, Satu Spirit: Mahasiswa UIN Maliki Malang Raih Penghargaan di Kickboxing dan UI/UX
Naya tumbuh di Sidoarjo dan menghabiskan masa remajanya di Jawa Timur sebelum akhirnya menetap di Malang. Ia anak bungsu dari dua bersaudara, besar di keluarga akademisi: ayah dan ibunya lulusan S2 dan S3 dari UB.
Lingkungan itu membuat dunia pendidikan sangat dekat dengannya, namun juga menghadirkan ekspektasi yang membuat setiap langkah besar harus melalui diskusi panjang. “Saya perlu meyakinkan orang tua bahwa saya juga bisa bersinar dan belajar banyak dari dunia ini,” ujarnya, (4/12/2025).
Perjalanan Naya tidak dimulai dari panggung megah. Justru semuanya tumbuh dari ruang kecil bernama organisasi dan pengembangan diri. Tahun 2024, ia diberi kepercayaan menjadi Duta Pendidikan FISIP Brawijaya, sebuah titik awal yang kelak membuka pintu-pintu baru. Setahun berselang, ia mengikuti Duta Bahasa Jawa Timur, ajang yang berada di bawah Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur dan Kemendikdasmen.
“Awalnya itu di Duta Pendidikan. Lalu tahun 2025 saya ikut ajang Duta Bahasa Jawa Timur,” ceritanya. Dari sana, kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan kepekaan sosialnya semakin terasah.
November 2025 menjadi momentum penting. Ia mengikuti audisi Puteri Indonesia Jawa Timur dan dinyatakan lolos sebagai finalis. Setelah pengumuman itu, jadwalnya melesat sibuk: Sashing Ceremony di Hotel Leedon Surabaya, rangkaian kunjungan sponsor, pra-karantina, hingga persiapan preliminary di Pakuwon Mall Surabaya.
“Alhamdulillah masuk finalis, dari total 12 finalis yang dipilih,” kata Naya. Puncaknya, malam penobatan dijadwalkan berlangsung 19 Desember 2025 di Hotel Novotel Samator Surabaya, tempat semua perjuangan para finalis akan bermuara.
Namun yang membuat langkah Naya berbeda bukan hanya kompetisinya, melainkan apa yang ia bawa ke dalamnya. Selama dua tahun ia merawat advokasi pribadi bertajuk “Present Self”, sebuah gerakan pemberdayaan perempuan dan generasi muda. Ia membangun ide itu lewat riset, diskusi, dan interaksi langsung dengan pelajar hingga mahasiswa. “Present Self tentang pemberdayaan perempuan dan young people. Fokusnya pada pengenalan diri, public speaking, body language, dan manner,” jelasnya.
Bagi Naya, kepercayaan diri bukan topeng yang dipoles dari luar. “Stigma yang benar tentang percaya diri adalah ketika kita mengenal diri kita. Kita tahu kelemahan, kelebihan, batasan, dan hal yang kita sukai,” ungkapnya. Prinsip itu ia bawa ke banyak ruang, termasuk kelas-kelas kecil untuk mahasiswa lintas kampus dan pelajar SMP di Tumpak Rejo, Kabupaten Malang. Di sana, ia bertemu kenyataan yang menusuk batin. “Yang membuat saya terenyuh adalah fakta bahwa anak SMP di Tumpak Rejo itu belum tahu arti dari seksualitas. Itu akhirnya menjadi concern utama saya,” tuturnya. Ia mengajarkan mereka tentang pengenalan diri, edukasi kekerasan seksual, hingga manner dasar, hal-hal mendasar yang seharusnya dimiliki setiap anak muda.
Meski tampil di ajang kompetisi, Naya memandang lawan bukan ancaman. Ketika ditanya siapa pesaing terbesarnya, ia menjawab dengan tenang, “Saingan terbesar saya itu diri saya sendiri, Ibu. Karena fakta bahwa saya memberanikan diri untuk daftar itu sudah luar biasa bagi saya".
Dalam proses menuju final, ia tak berjalan sendiri. Selain dukungan keluarga, Naya juga telah berdiskusi dengan Wakil Dekan dan Kaprodi untuk menyesuaikan jadwal karantina dengan masa UAS. Ia paham bahwa akademik tetap fondasi utama, terlebih sebagai mahasiswi semester lima yang mulai bersiap memilih topik skripsi dan merencanakan magang. “Saya ingin mengangkat topik yang menguatkan antara pemerintahan dan dunia kecantikan. Karena menurut saya keduanya berdekatan,” katanya.
Pada panggung Puteri Indonesia Jawa Timur, Naya tak hanya membawa gagasannya, tetapi juga identitas budaya Kota Malang. Ia bekerja sama dengan desainer lokal untuk menampilkan batik khas Malang, dengan tujuan mengangkat kreativitas lokal sekaligus mendorong UMKM fashion agar ikut bergerak lebih luas. “Saya membawakan Kota Malang lewat batik-batik Kota Malang,” ujarnya.
Semua proses itu ia jalani tanpa menjanjikan sesuatu pada dirinya sendiri, kecuali keberanian. Jika menang, ia siap. Jika belum berhasil, ia tetap menerima dengan kepala tegak. “Fakta bahwa saya sudah berani berjuang untuk mengharumkan nama universitas, keluarga, dan Kota Malang itu sudah luar biasa bagi saya,” katanya, lirih namun mantap.
