Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hukum dan Kriminalitas

Jual Beli Tanah di Malang Berujung Gugatan, Uang dan Etik Advokat Jadi Sorotan

Penulis : Riski Wijaya - Editor : Yunan Helmy

27 - Nov - 2025, 20:17

Placeholder
Persidangan yang berlangsung di PN Malang, Kamis (27/11/2025).(Foto: Riski Wijaya/MalangTIMES).

JATIMTIMES - Sengketa tanah yang telah berlangsung bertahun-tahun kini memasuki persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Malang. Perkara dengan register No. 158/Pdt.G/2025/PN.Mlg ini berawal dari transaksi jual beli tanah seluas 4.578 meter persegi milik almarhumah Hartini pada tahun 2016.

Tanah tersebut dijual kepada Muhammad M.M. melalui Akta Jual Beli (AJB) No. 927/2016. Namun pembeli dinilai tidak memenuhi kewajibannya membayar penuh, sehingga kedua belah pihak sepakat melakukan pembatalan lewat Akta Pembatalan AJB No. 41/2017.

Baca Juga : Toyota Voxy Bekas atau Innova Reborn Bekas? Mana yang Lebih Rasional untuk 2025

Permasalahan muncul ketika Muhammad M.M. tetap menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga meski transaksi telah dibatalkan. Aksi itu memicu sengketa berlanjut dan berakhir di meja hijau.

Kuasa hukum almarhumah Hartini saat itu adalah Abdul Aziz SH dari Firma Hukum Progresif Law. Sebagai bentuk iktikad baik, pihak Hartini sempat mengembalikan uang pembelian kurang lebih Rp400 juta secara bertahap melalui kuasa hukum pada 2021–2022 kepada pembeli pertama.

Namun, upaya penyelesaian itu tidak berjalan sesuai harapan. Hartini meninggal dunia sebelum perkara selesai. Setelah itu, dibuat Akta Perdamaian No. 12/2022 antara Sunardi -suami almarhumah, yang bertindak sebagai ahli waris- dengan pihak lainnya.

Kuasa hukum Sunardi yang baru, Wiwid Tuhu P., menegaskan bahwa isi akta perdamaian itu justru merugikan kliennya. Ia menilai akta tersebut bertentangan dengan hukum dan tidak sesuai kehendak pihak keluarga.

"Akta perdamaian itu bukan menyelesaikan masalah, justru memaksa Pak Sunardi menyetujui penjualan tanah oleh pihak yang sudah tidak memiliki hak lagi karena transaksi sebelumnya sudah dibatalkan,” ujar Wiwid.

Yang mencengangkan, uang sekitar Rp400 juta yang sudah diserahkan Hartini kepada kuasa hukum sebelumnya, yakni Abdul Aziz untuk dikembalikan kepada pembeli, disebut tidak pernah sampai kepada pihak yang berhak.

"Uang ratusan juta yang diberikan almarhumah untuk menyelesaikan sengketa itu tidak pernah disalurkan. Sampai hari ini kami menagih pertanggungjawaban itu,” tegas Wiwid.

Selain dugaan penyalahgunaan uang, pihak Sunardi juga mempermasalahkan dugaan pelanggaran etik berupa perpindahan kuasa hukum yang justru berseberangan kepentingan dengan klien sebelumnya dalam perkara yang sama.

Kini, Sunardi menempuh jalur hukum untuk menuntut haknya dan mencari keadilan atas tanah peninggalan istrinya.

“Kami berharap majelis hakim melihat terang-benderang perbuatan yang merugikan keluarga klien kami. Putusan pengadilan nanti diharapkan dapat mengembalikan hak atas tanah dan keuangan sebagaimana mestinya,” pungkas Wiwid.

Sementata itu, kuasa hukum pembeli, Maskur SH MH, mengatakan, kliennya Muhammad M.M., telah membeli dan melunasi pembayaran tanah seluas 4.578 meter persegi itu sesuai kesepakatan awal.

“Klien kami sudah melunasi sebesar Rp 1,6 miliar. Karena itu klien kami berhak atas dua sertifikat tanah yang telah disepakati dalam transaksi,” ujar Maskur.

Baca Juga : 1.265 Tahun Kabupaten Malang, Puguh DPRD Jatim Ungkap Potensi dan Tantangan Pembangunan

Menurut pihak tergugat, justru permasalahan muncul dari pihak penjual. Maskur menyebut almarhumah Hartini kerap ingkar janji dan menunda pemenuhan kewajibannya.

“Yang bermasalah bukan klien kami. Sertifikat asli justru disembunyikan pihak penjual dan berkali-kali melanggar kesepakatan,” tegasnya.

Kliennya bahkan melaporkan pihak penjual ke kepolisian dengan dugaan penggelapan dan kerugian ditaksir mencapai Rp 9 miliar. Maskur juga menilai ada tindakan melawan hukum berupa “conversus widialis”, atau pengalihan hak tidak sah yang menyebabkan kliennya dirugikan.

“Kami pastikan akan memperjuangkan hak klien hingga ke tingkat lebih tinggi bila diperlukan,” tambahnya.

Dalam perkara ini, Sunardi -suami almarhumah Hartini- menggugat beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab. Muhammad M.M. ditempatkan sebagai tergugat. Sementara mantan kuasa hukum keluarga Hartini, Abdul Aziz, digugat sebagai tergugat vrijwaring. Notaris Hoo Go Huk turut ditarik sebagai turut tergugat karena membuat Akta Perdamaian No. 12/2022.

Selama proses persidangan, muncul fakta bahwa Abdul Aziz baru resmi dilantik sebagai advokat pada 27 September 2022. Namun ia sudah mendampingi Hartini sejak 2020 dan menerima pembayaran sebagai kuasa hukum.

Abdul Aziz juga telah dilaporkan ke Dewan Etik Peradi Malang atas dugaan pelanggaran kode etik. Salah satunya, diduga berpindah pihak dari mewakili Hartini/Sunardi menjadi pembela kepentingan Muhammad M.M.

Namun sayangnya, saat ditemui di PN Malang usai persidangan, Abdul Aziz enggan memberikan komentar. Menurut Maskur, Abdul Aziz hanya bertindak sebagai mediator dalam perkara tersebut, meskipun dalam persidangan, yang bersangkutan tampak berada dalam satu posisi dengan Maskur.

Perkara ini masih berlanjut di PN Malang, sembari menunggu hasil penanganan laporan etik terhadap kuasa hukum yang terlibat.


Topik

Hukum dan Kriminalitas Kasus penjualan tanah PN Malang kasus jual beli tanah Malang



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Riski Wijaya

Editor

Yunan Helmy