JATIMTIMES - Bermodalkan hanya Rp 100 ribu pada 2010, Hidayatus Shofiah, warga Dusun Bunut Wetan, Pakis, Kabupaten Malang, berhasil mengembangkan brand Busof, produk jamu dan wedang rempah yang kini dikenal hingga mancanegara.
Kisahnya berawal dari kepedulian sederhana. Saat seorang kerabat mengeluh pegal-pegal, Shofiah tergerak untuk membuatkan jamu racikan berdasarkan warisan resep keluarga yang telah turun-temurun. Ternyata hasilnya mujarab.
Baca Juga : Lomba Kopekan Bupati Cup Situbondo, Mas Rio: Ini Akan Menjadi Cikal Bakal Pusat Pelayangan
“Dulu nenek saya memang peracik jamu. Saat ada saudara mengeluh linu, saya coba membuatkan jamu dari resep keluarga. Ternyata cocok, dari situ saya mulai mengembangkan,” ungkapnya saat diwawancarai, Sabtu, (9/8/2025).
Dari modal awal tersebut, keuntungan yang diperoleh selalu diputar kembali untuk memperluas usaha. Awalnya, ia hanya memproduksi jamu tradisional. Namun, melihat potensi pasar dan kebutuhan konsumen, pada 2013 ia mulai menambah varian wedang rempah seperti wedang jaren dan wedang uwuh. Semua proses produksi dilakukan di rumahnya, dengan sebagian bahan baku ditanam sendiri di pekarangan dan sisanya dibeli dari petani sekitar.

Kini, 12 jenis produk herbal telah menjadi andalan Busof, mulai dari jamu bubuk, wedang rempah, hingga minuman cair tanpa pengawet yang aman dikonsumsi anak-anak. Untuk varian wedang cair, tersedia lima pilihan rasa yang diproduksi secara made by order agar kesegarannya selalu terjaga.
Produk unggulannya, wedang jaren, menjadi primadona. Minuman ini memiliki cita rasa mirip sirup namun berpadu kuat dengan aroma rempah. Rasanya manis hangat, cocok diminum dalam cuaca dingin maupun panas, sehingga digemari semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia. “Wedang ini bisa diminum siapa saja, dari anak-anak sampai orang tua,” ujarnya.
Pandemi COVID-19 menjadi momentum penting yang membawa usaha Shofiah naik kelas. Ketika kesadaran masyarakat terhadap kesehatan meningkat, permintaan akan minuman herbal melonjak. Wedang rempah produksinya pun kebanjiran pesanan, termasuk dari luar negeri.

Ia bercerita pernah menerima pesanan besar dari Malaysia senilai Rp1 juta dalam sekali kirim. Bahkan pembeli mancanegara menyebut lebih percaya ramuan herbal Indonesia dibanding ginseng, karena dinilai memiliki khasiat yang lebih cocok dengan tubuh mereka. Selain Malaysia, produknya juga pernah sampai ke Korea, Taiwan, dan Singapura.
Meski sudah menembus pasar internasional, Shofiah tetap mempertahankan harga yang terjangkau. Wedang rempah cair dibanderol mulai Rp4.000 per botol kecil, paket isi dua Rp6.000, hingga kemasan besar isi sepuluh seharga Rp30.000.
Baginya, usaha ini bukan semata mencari keuntungan besar. “Orang bilang saya ini jualan sambil sedekah. Yang penting bisa membantu orang, usaha tetap jalan, dan ada rezeki untuk dikembangkan,” tuturnya dengan senyum hangat.
Baca Juga : Gasak 6 Unit Laptop dan HP di Toko Elektronik, Mantan Tukang Bakso Asal Lamongan Dibekuk Polres Batu
Selain dijual langsung dari rumahnya di RT 2 RW 3, Dusun Bunut Wetan, Pakis, produk Busof juga dipasarkan melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, dan TikTok. Langkah ini ia pelajari dari berbagai pelatihan pemasaran yang diikutinya pada 2020-2021, termasuk pelatihan fotografi produk dan teknik copywriting.
Keaktifannya di media sosial membuat pelanggan dari berbagai daerah mudah mengakses informasi produk, memesan, bahkan merekomendasikan kepada teman mereka. Cara ini terbukti efektif, karena beberapa pembeli dari luar kota awalnya mengenal produknya hanya dari unggahan foto dan video yang ia buat sendiri.
Kini, setelah 15 tahun berkecimpung di dunia jamu, Hidayatus Shofiah telah membuktikan bahwa resep warisan keluarga, inovasi produk, dan ketekunan adalah kunci bagi sebuah usaha kecil untuk bertahan, bahkan berkembang hingga menembus pasar internasional. Dari dapur rumah sederhana, aroma rempah Busof kini mengharum hingga lintas negara.