JATIMTIMES - Pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, mendorong partai-partai agar semakin demokratis dan reformis jelang Pemilu 2024 ini. Kali ini dia menyoroti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menurutnya cenderung otoriter dalam hal skema kepengurusan.
Sorotan doktor alumnus Murdoch University, Australia, tersebut, adalah kekuasaan Dewan Pembina di PSI. Struktur Dewan Pembina di PSI cenderung garis komando ala militer yang bisa membatalkan keputusan pada tingkat apapun. Hal ini beda dengan persepsi dan citra yang dibangun selama ini.
Baca Juga : Tim Pawang Monyet India Siap Menyambut KTT G20
Airlangga menyebut, satu catatan kritis dari PSI adalah ada semacam keterbelahan karakter. Ibarat dalam kajian psikologi, ada split personality dalam entitas PSI.
Split personality tersebut muncul ketika pencitraan politiknya tersebut selalu menampilkan diri sebagai partai yang memperjuangkan demokrasi, kesetaraan, republikanisme suatu karakter dari corak politik modern. Namun apabila dikaji dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga ada problem otoritarian dan bahkan diktatorial dalam struktur PSI.
“Ini terkait Ketua Dewan Pembina PSI dapat merangkap berbagai jabatan sebagai Ketua Umum, Sekjen, Ketua Dewan Pertimbangan Nasional , Ketua Dewan Pakar Nasional dan DPP. Artinya apa? Dalam kelembagaan internal jejak otoritarianisme warisan Orde Baru tampak melekat dalam partai tersebut,” ujar Airlangga kepada media, Jumat (8/9/2023).
“Dengan kekuasaan dewan pembina yang luar biasa, maka Dewan Pembina yang militeristik ini bisa membatalkan keputusan dari tingkat yang ada di bawahnya,” kritik Airlangga.
"Lagi-lagi corak demokrasi bottom up tidak hadir dalam demokratisasi internal PSI. Tak heran jika peran ketua umum PSI tidak begitu terlihat. Tidak seperti partai politik lainnya," jelasnya.
Baca Juga : Crown Shyness, Fenomena Dedaunan di Ujung Pohon Tidak Saling Bersentuhan
Airlangga menambahkan, selanjutnya dalam dinamika politik, PSI mengalami semacam keterbelahan antara kesadaran wacana (discursive consciuosness) dan kesadaran praktis (practical consciousness).
Di satu sisi, dalam tataran wacana menekankan pada nilai-nilai politik republikanisme seperti tertera dalam AD/ART-nya. Namun misalnya saat ada isu liar beberapa waktu lalu terkait wacana 3 periode maupun perpanjangan masa jabatan presiden, PSI bungkam dan tidak menunjukkan keteguhan sikapnya.
“Di sini kembali kita bisa menyaksikan keterbelahan politik dari PSI,” imbuh dia.