Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Budaya dan Seni Sejarah Masuknya Islam di Malang

Jejak Makam Tokoh Islam Kuno di Malang Masih Simpangsiur, Kok Bisa?

Penulis : Pipit Anggraeni - Editor : Heryanto

20 - May - 2018, 14:39

Placeholder
Makam milik Kyai Hammimuddin, salah satu tokoh yang diyakini sebagai penyebar ajaran Islam di daerah Malang Utara, tepatnya Singosari (Pipit Anggraeni/MalangTIMES)

MALANGTIMES - Makam Islam kuno di kawasan Malang Raya terbilang miskin. Jejak dari pembawa ajaran Islam di Malang pada abad ke 16 hingga pertengahan abad ke 19 itu hanya sedikit yang dapat dijumpai.

Terlebih, makam tersebut saat ini tak sepenuhnya sama dengan pemakaman Islam kuno. Sebagian besar telah dipugar dan menjadikan makam terasa seperti baru.

Baca Juga : Didi Kempot Gelar Konser Amal dari Rumah, Hanya 3 Jam Donasi Capai Rp 5,3 Milliar

Seperti yang disinggung ditulisan sebelumnya, jika tokoh pertama yang diyakini membawa Islam masuk ke Malang adalah Gibig atau Gribig.

Sampai sekarang, tokoh ini pun masih menjadi perdebatan. Lantaran belum diketahui dengan pasti di mana letak makam Gibig itu sendiri.

Menurut Sejarawan Dwi Cahyono, di kawasan Gribig Kota Malang, terdapat dua makam kuno. Besar kemungkinan, itu adalah makam berbeda milik dua tokoh penting penyebar ajaran Islam yang berbeda.

Untuk makam yang kini berada di kawasan Madyopuro dan lebih dikenal sebagai makam Ki Ageng Gribig, Dwi Cahyono menilai jika makam tersebut adalah milik tokoh muslim di Gribig pada masa kejayaan Mataram.

Sedangkan makam yang berada di gang sate Kecamatan Kedungkandang dan tak jauh dari makam Ki Ageng Gribig menurutnya bisa jadi adalah makam Gibig. Tokoh yang diyakini membawa ajaran Islam ke Malang untuk pertama kalinya.

"Jadi di Gribig ada dua makam Islam kuno. Mungkin itu memang makam milik Gibig dan Ki Ageng Gribig yang hidup di masa berbeda," jelasnya.

Selanjutnya, tak jauh dari bendungan Sengguruh (Kepanjeng-Malang) yang duku diyakini sebagai pusat Kerajaan Sengguruh juga terdapat makam penguasa Sengguruh atau yang dikenal sebagai Ki Ageng Sengguruh.

Makam tua ini saat ini juga masih dapat dijumpai. Namun belum diketahui secara pasti siapa yang dimakamkan di situ. Hanya saja, nisan serta cungkup yang ada menunjukkan jika itu adalah makam islam kuno.

"Tapi identitas yang dimakamkan belum diketahui dengan pasti," tambahnya.

Di sekitar makam tersebut menurut Dwi ditemukan jejak kekunoan seperti bata besar, sumur kuno, hingga pelandas tiang. Kemungkinan besar, di kawasan makam tersebut pernah menjadi rumah dan tempat tinggal penguasa Sengguruh pasca runtuhnya Kerajaan Sengguruh di 1545.

Selanjutnya, di daerah Ngantang ditemukan pemakaman milik Karaeng Galesong, tokoh asal Makassar yang bersekutu dengan Trunojoyo melawan VOC dan Mataram di medio abad 17 M.

Baca Juga : SBY Persembahkan 'Cahaya Dalam Kegelapan', Lagu Bagi Para Pejuang Covid-19

Makam Karaeng Galesong ini dapat ditemukan tiga meter di bawah bukit Selokurung. Saat ini, makam tokoh tersebut juga masih dapat ditemui. Meskipun memang bentuknya sudah tak sama dengan makam kuno lantaran sudah beberapa kali dibenahi.

Kemudian di Singosari, tepatnya area pondok pesantren dan Masjid Bungkuk, terdapat makam milik mantan Laskar Diponegoro yang menyebarkan ajaran Islam di Malang Utara yaitu Kyai Hammimuddin.

Makam Kyai Hammimuddin dapat ditemui di belakang Masjid Bungkuk dan sering menjadi jujukan wisata religi sampai sekarang.

Di area pemakaman itu juga terdapat makam menantu Kyai Hammimudddin yaitu Kyai Thohir yang turut mengembangkan Islam di Singosari. 

Selain beberapa makan yang disebutkan itu, beberapa daerah di Malang Raya juga memiliki makam Islam kuno lain. Di antaranya adalah mereka yang membabat desa dan dituakan.

"Seperti makam Mbah Banter, makam Mbah Batu dan makam Islam lainnya.  Tapi bentuknya sudah beda dengan ciri makam kuno," jelasnya. 

Dia pun berharap, jejak kekunoan itu tidak banyak memudar. Sebelum melakukan pemugaran, menurutnya harus dilakukan dokumentasi terlebih dulu agar bentuk asli masih tetap terekam.

"Kalau asal dipugar saja maka jejaknya sudah pasti hilang," tutup Dwi.


Topik

Hiburan, Budaya dan Seni islam-sejarahmasuk-kejawen-abangan-putihan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Pipit Anggraeni

Editor

Heryanto