MALANGTIMES - Anda masih ingat dengan lirik lagu legendaris ‘Kupu-kupu Malam’-nya Titiek Puspa yang juga pernah diaransemen oleh grup Peterpan (kini Noah)?.
“Ada yang benci dirinya/ada yang butuh dirinya/ada yang berlutut mencintainya/ada pula yang kejam menyiksa dirinya.../
Baca Juga : Pemerintah Beli 1 Juta Rapid Test, Dokter Erlina: Harusnya Rapid Test PCR yang Diperbanyak
Lagu ini bertahan sampai kini, serupa kondisinya dengan profesi kupu-kupu malam yang terus bertahan. Terbentang sepanjang peradaban manusia, permasalahan prostitusi merupakan fakta yang tak dapat dielakkan. Prostitusibada dan hadir dalam setiap denyut nadi kehidupan. Dibenci, dibutuhkan, dicintai sampai pada titik paling ekstrem dimusnahkan.
Kepak sayap kupu-kupu malam telah mewarnai sejarah kehidupan manusia. Para antropolog, kaum feminis, kaum marxis, agamawan, politisi, seniman menjadikan tema pelacuran dalam berbagai karya sosial, politik, budaya, ekonomi , filsafat sampai pada teologi. Tercatat dalam berbagai kitab kuno, relief candi, penelitian dan tesis sampai pada berbagai medium cetak, lukis dan lainnya; pelacuran menjadi topik unik, satir, dramatik dalam konteks profesi manusia di dunia ini.
Sebagai bentuk profesi, pelacuran dalam sejarahnya mengalami fase naik turun.
Suatu masa ditempatkan sebagai profesi rendahan dengan berbagai stigma negatif yang dilekatkan kepada para pelacur. Sisi lain, pelacuran pernah menjadi profesi yang memiliki kedudukan terhormat dalam peradaban kuno. Sebut saja zaman Babilonia, Mesir Kuno, Romawi dan Yunani Kuno. Demikian juga bangsa-bangsa seperti India, China, dan Jepang juga mengenal penyanjungan terhadap profesi pelacur terhormat ini.
Nama Kizrete dari Babilonia, Veronica Franco , Thargelia dari Ionia, Aspasia dari Athena, Sang Pecinta dari Perikles, Ratu Theodora dan Thais dari Athena di zaman Yunani Kuno.
Bahkan Thais dari Athena ini pernah diperistri oleh Alexander Agung. Setelah itu diambil alih oleh Ptolomeus, raja Mesir Kuna, dan dinobatkan sebagai permaisuri.
Penyanjungan tertinggi atas profesi pelacur terjadi pada zaman Yunani Kuno. Oleh masyarakat Yunani Kuna, para pelacur mendapat julukan Hetaerae atau Pelacur Kuil (temple prostitutes). Ini karena hasil dari kerjanya disumbangkan untuk kuil Aphrodite demi mendapatkan berkah anugerah dari para dewi.
Baca Juga : Buntut Tudingan Berita Lockdown Tak Benar, Wali Kota Sutiaji Minta Maaf
Pelacuran model ini ditemukan juga pada kebudayaan zaman Babilonia, Mesir Kuna, Palestina Kuna, Romawi.
Dalam peradaban kuno, para pelacur ini telah mengembangkan kebiasaan seksual secara variatif. Gaya-gaya seks seperti vaginal, anal, kontak paha, oral, jilat-jilat klitoris, masturbasi, threesome, gaya 69, sadisme seks, pesta orgi, alat bantu (dildo), dan seks dengan binatang, telah mereka praktikkan. Demikian juga praktik-praktik seks sesama jenis seperti lesbian dan gay yang dikenal dengan nama pederasta.
Lahirnya istilah pelacur terhormat selain karena kiprahnya juga dikarenakan kasta mereka. Mereka datang dari kelas atas dan menengah, terdidik dan memiliki fungsi sosial yang besar.
Pengaruh mereka sangat dalam terhadap politik, seni, sumber inspirasi puisi, dan mode pakaian.
Bagaimana dengan sejarah pelacuran di Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa? MALANGTIMES akan mengupas secara berseri masalah ini secara historis dan fakta yang hidup sampai saat ini.
