MALANGTIMES - Pernah tidak saat menginap di hotel, anda bertanya kenapa tidak pernah ada guling yang menyertai bantal di ranjang hotel.
Kalau bicara masalah kamar tidur, biasanya sepaket ada kasur, bantal dan guling. Kembali ke pertanyaan awal kenapa di kamar hotel tidak ada guling ya? Inilah ulasannya.
Baca Juga : Viral Video Warga Beri Semangat kepada Pasien Positif Covid-19
Secara historis, guling lahir dalam kebudayaan Indisch abad ke-18 atau 19, percampuran antara kebudayaan Eropa, Indonesia, dan China. Kebudayaan ini kemudian menjadi gaya hidup golongan atas, terutama bagi Belanda yang saat itu menjajah Indonesia.
Bermula ketika orang-orang Belanda dan Eropa lainnya datang ke Hindia, mereka tidak membawa serta pacar atau istri-istrinya. Sebagai penggantinya mereka memenuhi hasrat seksualnya dengan cara menggundik.
Tapi, orang Belanda terkenal sangat pelit dari bangsa manapun yang pernah menjajah bangsa lain. Orang Belanda ingin pulang ke negerinya sebagai orang berada. Maka banyak juga yang tidak mau menggundik. Sebagai pengganti gundik mereka membuat guling yang disebut Dutch Wife (gundik yang tidak bisa kentut) yang selalu setia menemaninya sepanjang malam, tentu tanpa bayaran.
Dan tahukah anda siapa orang pertama yang memberi nama guling sebagai Dutch Wife? Dialah Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal Hindia ke-39 yang menjabat sejak tahun 1811 sampai tahun 1816.
Baca Juga : Mokong Keluyuran Malam Hari, Warga Jalani Rapid Test Covid-19 di Tempat
Jadi, itulah jawaban kenapa hotel tidak pernah menyediakan guling, karena konsep hotel dalam kelengkapan kamar tidur masih memakai konsepnya Belanda. Guling adalah milik Belanda.