MALANGTIMES-Tradisi pande besi berakar kuat di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan. Sebanyak 42 pande besi menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat dan tersebar di dalam perkampungan maupun di pinggir jalan besar Jatikerto ke arah Blitar.
Baca Juga : 10 Daerah Resmi Dapat Persetujuan Terapkan PSBB
Tradisi pande besi telah berlangsung cukup lama. Hanya ada dua keahlian turun temurun di desa Jatikerto yang menjadi mata pencaharian mayoritasnya, tukang aspal dan pande besi. Demikian disampaikan Kaur Kesra Pemdes Jatikerto, Suparno.
Salah satu pande besi terbesar berada di Jl. Punden RT 42 RW 03, milik Tukul, dengan bendera Tukul Pande. Berdiri sejak tahun 1986, merupakan bagian dari merawat tradisi tersebut.
"Awal berdirinya Tukul Pande, karena memang pande besi ini telah berakar kuat jadi profesi sebagian warga Jatikerto. Keahlian yang diturunkan dari orang-orang tua dulu. Selain merawat tradisi, pande besi juga telah memberi kehidupan bagi kami," tutur Tukul.
Dengan modal awal sekitar Rp 1 juta, Tukul kini telah mampu mempekerjakan 7 tetangganya sebagai pande.
Dengan omzet setiap bulan sekitar 30 juta, Tukul telah merambah pasar dalam dan luar kota. Pujon, Ngantang, Blitar, Trenggalek sampai Lampung, adalah pasar Tukul Pande yang rutin setiap minggunya.
Setiap hari pekerja di Tukul Pande sebanyak 7 orang bisa menghasilkan 70 arit, jambret, maupun pisau dan golok. Total produksi di Tukul Pande setiap bulan adalah 490 buah. Total produksi yang ada belum bisa memenuhi permintaan pasar.
Baca Juga : Viral! Mobil Jenazah Terjebak Lumpur Usai Pemakaman Pasien Covid-19
"Kami bahkan kewalahan dengan pesanan pasar, sampai harus menolaknya. Beberapa pesanan terkadang dipenuhi oleh pande-pande lain di Desa Jatikerto," cerita Tukul.
Sistem pemasaran pande besi di Jatikerto pun, masih mempergunakan sistem rantai kekeluargaan. Saat satu pande tidak bisa memenuhi pesanan pasar, maka konsumen akan dialihkan ke pande lainnya.
Metode manual atau tradisi dalam berproduksi memang masih dijalankan, sehingga hasil pande besi terkadang tidak bisa memenuhi permintaan pasar.
"Beginilah kami berproduksi, dengan cara manual seperti dulu. Kita merasa nyaman saja dengan cara ini, Walau mungkin secara penghasilan tidak bisa menandingi pande-pande besi dengan cara produksi modern,"kata Tukul.
Begitulah para pande besi desa Jatikerto Kec. Kromengan merawat tradisi dalam menghidupi kebutuhan ekonomi dan menghidupkan terus nilai-nilai yang telah tumbuh sebelum kepentingan ekonomi menjadi satu-satunya cara mencari uang.(*)