Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Kesehatan

Fakta Miris saat Berkunjung ke Prima Husada sebagai RS Rujukan Covid-19

Penulis : Ashaq Lupito - Editor : Heryanto

09 - Jun - 2020, 22:17

Placeholder
Rumah Sakit Prima Husada yang disarankan agar dicabut statusnya sebagai rujukan covid-19 karena dianggap tidak layak (Foto : Ashaq Lupito / MalangTIMES)

MALANGTIMES - Polemik terkait Rumah Sakit (RS) Prima Husada yang diminta oleh beberapa kalangan untuk dicabut statusnya sebagai rumah sakit rujukan Covid-19, membuat wartawan penasaran.

Saat mendapat kesempatan, media online ini berkunjung ke RS (Rumah Sakit) Prima Husada untuk membuktikan pernyataan tak layaknya RS Prima Husada sebagai rujukan Covid-19. 

Baca Juga : Komandan Satgas New Normal: Tidak Layak, Kita Minta Status RS Rujukan Prima Husada Dicabut

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-1588825458332-0"); }); 

 

Rasa was-was menyelimuti perasaan kami saat berkunjung di salah satu rumah sakit yang berada di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang tersebut.

Bagaimana tidak, dari hasil tracking yang dilakukan Satgas (Satuan Tugas) New Normal Life dan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Kabupaten Malang, rumah sakit yang dipimpin oleh dr Ahmad Rousdy Noor ini, memang disinyalir menjadi salah satu klaster yang menyebabkan masifnya penularan Covid-19, khususnya di wilayah Malang Utara.

Hal ini pun ditegaskan oleh Bupati Malang Sanusi, beberapa waktu lalu, terkait hal itu.

”Nah antara lain itu, salah satunya penularan (covid-19 di Kabupaten Malang) dari sana (RS Prima Husada). Maka saya minta ke Gubernur (Jawa Timur) agar RS Prima Husada tidak dijadikan rumah sakit rujukan (bagi pasien covid-19),” ucapnya.

Pernyataan itu seolah terbukti saat media online ini mengunjungi RS Prima Husada pada akhir pekan lalu. Ukuran yang sempit nampak saat pertama kali memasuki akses keluar masuk ke rumah sakit tersebut.

Jarak antara jalan protokol menuju rumah sakit hanya sekitar 10 meter. Pintu masuk menuju RS Prima Husada juga tidak terlalu luas, hanya sekitar 8 meter saja. Sebelum parkiran, terlihat meja dan tenda mini yang sepintas terlihat seperti tempat skrining pertama.

Namun, meski sudah menurunkan kecepatan saat melintas, nyatanya awak media tidak diperiksa di bilik khusus tersebut. Usai memarkirkan kendaraan, terlihat puluhan orang pasien dan keluarganya yang terpasang sticker khusus di keningnya.

Sticker yang lebih menyerupai pembalut luka itu, terpasang tepat disela-sela kedua alis para pasien dan keluarga yang mendampinginya. 

”Itu untuk menandai jika orang yang datang ke sini (RS Prima Husada) sudah di skrining, sudah di cek suhunya dan lain sebaginya. Jadi dianggap sudah aman lah,” kata salah satu security di RS tersebut.

Tidak lama kemudian, awak media diarahkan untuk masuk ke ruang resepsionis. Pada bangunan yang terdiri dari beberapa ruangan tersebut, terlihat beberapa karyawan RS Prima Husada yang tidak mengenakan masker.

Sebelum dipersilahkan duduk di ruang tunggu, terlihat pria berperawakan tinggi sekitar 170 sentimeter dengan kemeja warna gelap yang dia kenakan. Dialah Direktur RS Prima Husada, dr Ahmad Rousdy Noor.

”Pertama saya ucapkan terima kasih sudah datang, padahal sekarang masa-masa pandemi corona,” kata dokter yang akrab disapa Rousdy ini saat membuka percakapan ketika ditemui di ruangannya.

Menurutnya, RS Prima Husada mulai ditunjuk sebagai RS rujukan bagi pasien Covid-19 sejak akhir bulan Maret 2020 lalu. Tepatnya pada tanggal 22 Maret 2020.

”Jadi memang harus ada rumah sakit yang mau jadi rujukan (bagi pasien covid-19), kalau tidak ada kan mumet. Yaopo carane (pusing, bagaimana caranya) menangani Covid-19,” celetuknya.

Semenjak resmi ditunjuk sebagai RS Rujukan, Rousdy mengkalim jika rumah sakit yang dikelolanya terus berbenah. Bahkan dirinya mengaku sudah mempersiapkan ruang khusus bagi pasien Covid-19. 

”Ini satu lantai di atas, di lantai 5 khusus untuk (pasien) covid-19,” ucap Rousdy.

Mekanismenya, dijelaskan Rousdy, jika bukan pasien rujukan dari puskesmas yang mengarah ke Covid-19, seluruh pengunjung yang datang ke RS Prima Husada bakal di skrining di tempat khusus yang ada disebelah parkiran.

Tempat skrining yang dimaksud tersebut sejatinya adalah tempat dimana awak media tidak diarahkan untuk menjalani pemeriksaan skrining tahap awal tadi.

”Jadi diawal sudah kita pisahkan, jadi begitu masuk itu di skrining dulu. Setelah diskrining, jika dicurigai ke sana (gejala covid-19) tidak akan kita masukkan ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) atau umum. Tapi kita masukkan ke posko,” jelas Rousdy.

Ruang khusus pemeriksaan bagi pasien covid-19 itu diberi nama Posko Pinere RS Prima Husada. Mirisnya, meski “dikalim” dipisahkan dari ruang pemeriksaan bagi pasien umum, nyatanya lokasinya sangat berdekatan dengan IGD. Lebih tepatnya berhadap-hadapan dan hanya dipisahkan akses jalan selebar 5 meter saja.

”Habis diperiksa (di Posko Pinere RS Prima Husada) kalau sudah curiga ke sana dan dianggap mengarah ke covid-19 akan dikarantina,” sambung Rousdy.

Baca Juga : 2 Orang Tanpa Gejala Pilih Isolasi di Shelter Covid-19 Kota Batu

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-1588825614199-0"); }); 

 

Tidak seperti yang diberitakan oleh sebagian media yang menganggap RS Prima Husada sangat layak dijadikan sebagai RS Rujukan covid-19. Temuan media online ini saat berkunjung kesana lebih mengarah kepada pernyataan Komandan Satgas New Normal Life Kabupaten Malang, Letkol Inf Ferry Muzawwad. Yakni rumah sakit yang terkesan kecil dan sempit, sehingga dinilai tidak layak sebagai RS rujukan.

Terbukti, pintu masuk menuju lantai 5 yakni tempat karantina dan perawatan bagi pasien covid-19 di rumah sakit tersebut, berada tepat disamping ruang IGD.

Seolah tidak terima dengan tudingan yang dianggap RS Prima Husada tidak layak bagi pasien covid-19, Rousdy sempat ngotot mengajak awak media untuk masuk ke ruangan karantina tersebut. Padahal saat itu wartawan tidak dibekali APD (Alat Pelindung Diri), dan hanya mengenakan masker kain yang dipakai sejak awal berkunjung ke RS Prima Husada.

Beruntung, itikad tersebut tidak terlaksana lantaran petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk menuju ruang karantina, melarang orang nomor satu di RS Prima Husada itu untuk mengajak wartawan masuk ke ruang karantina yang ada di lantai 5.

”Kalau sudah baik (setelah dirawat karena positif covid-19) ya pulang, isolasi mandiri. Kalau minta isolasi mandiri ya silahkan,” dalih Rousdy yang terkesan mengalihkan pembicaraan karena dilarang masuk ke ruang karantina.

Menurut Rousdy, mulai awal ditunjuk sebagi RS rujukan sampai berita ini ditulis, sudah ada ratusan pasien yang dirujuk ke RS Prima Husada lantaran mengarah ke gejala covid-19.

Sayangnya saat ditanya ada berapa pasien terkonfirmasi positif covid-19 yang pernah dirawat di RS Prima Husada, Rousdy mengaku jika dirinya tidak memiliki data rinci. Namun dia memastikan jika datanya terus diupdate ke Dinkes (Dinas Kesehatan) Kabupaten Malang.

”Waduh saya tidak siap datanya, tapi cukup banyak data yang sudah disampaikan ke Kadinkes (Kabupaten Malang),” jelasnya.

Dari ratusan pasien yang mengarah ke covid-19 tersebut, berusia mulai dari bayi hingga dewasa. Menurut Rousdy, dari pasien yang pernah ditangani RS Prima Husada ada sebagian yang dinyatakan sembuh, dan bahkan tidak menutup kemungkinan ada yang sampai meninggal dunia. Selain itu juga ada yang di rujuk ke rumah sakit lainnya, diantaranya adalah RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar, Kota Malang).

”RSSA itu tipe A sedangkan Prima Husada tipe C. Makanya misal sini (Prima Husada) kirim ke sana (RSSA) belum tentu diterima kalau kondisi pasiennya tidak parah. Makanya butuh rumah sakit yang berjenjang seperti Prima Husada ini,“ ungkapnya.

Meski sudah dinyatakan sembuh, pasien yang pernah dirujuk ke RS Prima Husada juga diminta untuk tetap menjalani isolasi mandiri. Syaratnya meliputi persetujuan dari Puskesmas setempat tempat pasien tinggal.

”Rumah sakit akan ikut bantu pihak lain seperti puskesmas, bahkan saat menjemput (pasien covid-19) kadang dilakukan puskesmas. Kita kerjasama, kalau ada yang meninggal pihak puskesmas yang bantu disana, penguburan dan segala macamnya,” terang Rousdy.

Ketika disingung apakah ada masyarakat yang keberatan jika RS Prima Husada dijadikan rujukan pasien covid-19, Rousdy mengklaim jika sampai saat ini tidak ada masyarakat yang protes terhadap keberadaan RS Prima Husada.

”Tidak ada, seharusnya masyarakat mendukung. Kasihan siapa nanti yang rawat (pasien covid-19). Saya harap pemerintah juga harus terlibat dalam sosialisasi,” ujarnya.

Sebagai informasi, pernyataan yang menyatakan jika RS Prima Husada tidak layak dijadikan RS rujukan pasien covid-19 itu, tidak hanya terlontar dari mulut Bupati Malang HM Sanusi. Tetapi juga disampaikan secara gamblang oleh Komandan Satgas New Normal Life, Letkol Inf Ferry Muzawwad.

Menurut anggota TNI yang juga menjabat sebagai Komandan Kodim (Dandim) 0818/Kabupaten Malang-Kota Batu ini, masifnya penularan covid-19 di wilayah Malang Utara tersebut salah satu faktornya lantaran ukurannya yang terlalu kecil dan sempit.

”Karena kita ketahui bahwa Prima Husada itu sebenarnya (Rumah Sakit) kecil. Belum layak untuk dijadikan rumah sakit rujukan. Sehingga tempat orang yang reaktif (covid-19) dengan orang yang sakit biasa itu terlalu berdekatan. Di situlah yang menyebabkan perputaran orang yang terpapar menjadi lebih banyak,” keluh Ferry.


Topik

Kesehatan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Ashaq Lupito

Editor

Heryanto