JATIMTIMES - Aula Kampus 1 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Rabu, (26/11/2015), menjadi pusat percakapan serius soal integritas dan tata kelola perguruan tinggi. Di ruangan yang penuh oleh para ketua Satuan Pengawasan Internal (SPI) PTKN se-Indonesia itu, Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si., membuka forum dengan penegasan yang langsung mengarah pada jantung persoalan, yakni pengawasan internal bukan hanya fungsi teknis, tetapi fondasi peradaban akademik yang berintegritas.
Prof. Ilfi menekankan bahwa SPI harus ditempatkan sebagai mitra strategis rektor, bukan sekadar unit pemeriksa yang dipanggil ketika ada masalah. Kampus, katanya, membutuhkan pengawasan yang mampu mendampingi proses pengambilan keputusan secara utuh, mulai dari risiko, kebijakan, hingga implementasi di lapangan. “Integritas itu tidak lahir dari dokumen, tapi dari komitmen yang konsisten,” ujarnya, menandai arah besar yang ingin ia tekankan.
Baca Juga : Inovasi SI-PERKASA DPKPCK Kabupaten Malang, Solusi Transaksi Jual-Beli Rumah Legal
Setelah penyampaian rektor, forum memasuki dimensi yang lebih teknis melalui paparan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Rury Hanasari, SE., M.Ak., menghadirkan materi bertajuk Transformasi SPI Menuju Trusted Advisor dalam Ekosistem Good University Governance (GUG). Di dalamnya, ia menegaskan bahwa SPI harus bertransformasi dari auditor konvensional menjadi penasihat terpercaya bagi pimpinan universitas.

Rury menilai, rekomendasi SPI harus mampu memberi arah bagi kebijakan jangka panjang yang akuntabel dan berbasis risiko. “Kepatuhan pada regulasi itu pondasi. Tanpa itu, kepercayaan publik tumbang,” tegasnya.
Forum menguat ketika Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenag RI, Kastolan, M.Si., naik ke podium. Dengan bahasa yang lugas, ia menegaskan bahwa penguatan SPI merupakan garda depan dalam menjaga marwah institusi dari potensi penyimpangan.
Menurut Kastolan, auditor di lingkungan PTKN tidak bekerja sendirian; seluruh pembinaan, rekomendasi, hingga pola karier auditor berada dalam koordinasi Inspektorat Jenderal. Ia menjelaskan dinamika jenjang auditor, dari auditor pertama, muda, hingga madya, serta tantangan keterbatasan formasi di banyak kampus. “Kadang satu kampus hanya punya satu auditor madya. Persaingannya ketat, dan kalau tata kelola tidak matang, karier bisa stagnan,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa pembukaan formasi CPNS auditor beberapa tahun terakhir adalah bagian dari roadmap besar reformasi pengawasan di PTKN. Meski demikian, Kastolan mengingatkan bahwa penguatan SDM harus berjalan beriringan dengan penguatan kelembagaan. SPI, tegasnya, harus ditempatkan sejajar dengan lembaga strategis lain dalam statuta kampus untuk memastikan independensinya.
Isu kesejahteraan turut ia soroti. Tunjangan pimpinan dan anggota SPI, menurutnya, masih mengacu pada regulasi lama yang tidak sebanding dengan beban kerja pengawasan. “Beban SPI itu berat. Kalau sistem bermasalah, semua mata tertuju ke sana,” katanya sambil mengingat pengalamannya saat memimpin biro di UIN Jakarta, di mana SPI selalu menjadi rujukan utama dalam berbagai persoalan krusial.
Kastolan juga menyoroti pentingnya digitalisasi pengawasan. Ia menegaskan bahwa era manual sudah lewat. Pengawasan modern menuntut kecepatan, ketelitian, serta transparansi yang ditopang data dan sistem berbasis digital.

Sementara itu, Kepala Bagian PHP dan Pengaduan Masyarakat Inspektorat Jenderal Kemenag, Darwanto, SE., M.Ak., yang mengupas tuntas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Badan Layanan Umum (BLU). Ia menjelaskan bahwa SPI merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan oleh seluruh elemen organisasi, bukan hanya satu unit.
Baca Juga : Revisi Perda Trantibum, Fraksi Gerindra DPRD Jatim Soroti Aspek Pengawasan hingga Pendanaan
Darwanto memaparkan lima komponen utama SPI BLU: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi, komunikasi, serta pemantauan. Menurutnya, desain SPI yang baik akan menurunkan risiko, meningkatkan efisiensi, dan memastikan pencapaian tujuan organisasi berjalan optimal.
Forum SPI PTKN di UIN Maliki Malang bukan sekadar wadah bertukar materi. Hal itu menjadi cermin kolektif tentang tantangan institusi, sekaligus arena membangun komitmen baru. Jika diibaratkan kendaraan, SPI adalah rem yang tidak selalu terlihat, tetapi menentukan arah dan keselamatan perjalanan. Dan dalam forum ini, rem itu diperiksa, diperkuat, dan dipastikan tetap responsif untuk menjaga laju PTKN tetap di jalur yang benar.
