Oleh M. Zainuddin
Guru Besar Filsafat dan Sosiologi Agama Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
JATIMTIMES - Semua lapisan masyarakat, baik orang tua, pendidik, agamawan kini tengah menghadapi dilema besar dalam pendidikan, yaitu tentang “bagaimana cara terbaik untuk mendidik generasi muda dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan global di masa depan”. Dilema tentang bagaimana memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak kita sekarang membutuhkan penilaian yang jujur dengan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan berikut: pertama, di mana posisi kita sekarang? Kedua, di mana seharusnya kita berada? Dan ketiga, bagaimana desainnya?. Dengan kata lain, masa depan generasi dan masyarakat kita sangat tergantung pada bagaimana kita mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi secara tepat dan sejauh mana kita mampu mentransfer visi kehidupan kita kepada generasi tersebut.
Baca Juga : MTsN 1 Kota Malang Tekankan Pentingnya Akhlak dalam Profesionalisme Guru
Model Pendidikan tersebut merupakan usaha menyikapi berbagai isu fundamental pendidikan kontemporer dan sekaligus memberikan kerangka reformulasinya. Model ini mengusulkan sebuah visi dan pendekatan terhadap pendidikan yang tetap memelihara karakter dan sesuai fitrah seorang anak serta memberikan kemampuan untuk melakukan penemuan jati diri (self discovery) dan kesadaran sosialnya yang berangkat dari tradisi dan modernisasi yang terseleksi.
Dalam upaya merekonstruksi pendidikan perlu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan, yang meliputi: pertama, pendidikan merupakan bagian dari sistem kehidupan, yaitu suatu proses internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai melalui sejumlah informasi, pengetahuan, sikap, perilaku dan budaya; Kedua, pendidikan merupakan sesuatu yang integrated, artinya mempunyai kaitan yang membentuk suatu kesatuan yang integral dengan ilmu-ilmu lain; Ketiga, pendidikan merupakan life long process sejak dini kehidupan manusia; Keempat, pendidikan berlangsung melalui suatu proses yang dinamis, yakni harus mampu menciptakan iklim dialogis dan interaktif antara pendidik dan peserta didik; Kelima, pendidikan dilakukan dengan memberi lebih banyak mengenai pesan-pesan moral pada peserta didik secara praktis.
Prinsip-pinsip di atas akan membuka jalan dan menjadi fondasi bagi terciptanya konsep pendidikan sejatinya. Dengan tawaran prinsip inilah, konsep pendidikan lebih tepat apabila diletakkan dalam kerangka pemahaman, bahwa pendidikan adalah proses panjang bagi pembentukan akal dan nurani dalam menghadapi masalah perubahan sosial.
Dengan begitu diharapkan pendidikan dapat memenuhi fungsi luhurnya dalam menghadapi perkembangan sosial, apabila dalam proses belajar-mengajar menggunakan pola pengajaran innovative learning, yakni: pertama, berusaha memupuk motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mempelajari dan memahami kenyataan-kenyataan sosial yang ada; Kedua, berusaha memupuk sikap berani menghadapi tantangan hidup, kesanggupan untuk mandiri dan berinisiatif, peka terhadap kepentingan sesama manusia dan sanggup bekerja secara kolektif dalam suatu proses perubahan sosial.
Antisipasi Masa Depan
Bahwa persoalan informasi mempunyai korelasi akseptabilitas dengan dunia pendidikan, bahkan dengan fungsi informasi, pendidikan akan mampu mengimbangi kemajuan zaman. Korelasi ini terletak pada persoalan substansi materi pendidikan itu sendiri. Dalam spektrum yang lebih makro, seberapa jauh alih nilai (transformasi) mampu membekali peserta didik untuk menghadapi sekaligus memecahkan persoalan secara proporsional dan mampu mengembangkan budaya religius.
Spektrum tersebut menuntut peran pendidik untuk mampu tampil lebih profesional di hadapan peserta didik dengan menyertakan menu-menu materi yang bersifat kontekstual, dinamis dan berorientasi ke masa depan.
Pendidikan sebagai proses penyiapan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan hari ini dan esok harus dilihat dari dimensi informasi ini. Dengan kata lain, kemampuan tersebut hanya akan dicapai melalui intensitas mencari, mengolah dan menyeleksi informasi.
Menguasai informasi hari ini berarti mampu menguasai informasi hari esok. Menguasai permasalahan hari ini berarti menguasai permasalahan hari esok. Sekarang dan esok sebenarnya bersifat saling berkaitan dan merupakan jaringan-jaringan masalah yang kompleks meski dengan tingkat kompleksitas yang beragam.
Baca Juga : Dispendukcapil Kabupaten Blitar Gelar Forum Konsultasi Publik: Bahas IKD hingga Ranperda
Menyiapkan Generasi Gen-Z
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini tidak lepas dari faktor modernisasi dan globalisasi yang berdampak pada semua aspek kehidupan: ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Pengaruh modernitas telah mempunyai andil besar dalam merubah gaya dan pola hidup pada hampir semua lapisan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak kita belajar nilai kebanyakan dari budaya populer dan media massa. Pengaruh kolonialisme yang membawa budaya materialisme, sekularisme dan individualisme selama berabad-abad telah meninggalkan bekas yang tak bisa dihapus pada pola pikir dan sistem nilai di dunia saat ini.
Lantas apa saja yang perlu dipersiapkan oleh masyarakat dalam menghadapi globalisasi, materialisme dan sekularisme? Problem-problem di atas juga memperlemah perkembangan karakter generasi saat ini. Oleh karena itu, para pengelola pendidikan sekarang harus melakukan reorientasi dalam menatap persoalan pendidikan, sehingga mereka mampu survive dalam setiap zaman. Reorientasi atau rekonstruksi konsep pendidikan ini penting, karena tanpa itu maka kita tidak akan pernah mampu memebesarkan generasi kita sesuai dengan zamannya.
Para pendidik dan pengelola lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab dalam mengatasi masalah keterputusan antara nilai dan praktik yang terjadi di dunia pendidikan saat ini. Selama berabad-abad, dunia pendidikan selalu dipahami sebagai proses transmisi dari pada sebagai proses transformasi.
Pengajaran hanya difokuskan pada transfer of knowledge dari pada dilaksanakan atau diinternalisasi. Dalam era informasi dan meluasnya dunia multi media sekarang ini, di mana internet dan komunikasi global menjadi tren, maka paradigma baru (reorientasi) harus tetap dijadikan sebagai sistem nilai baik secara individual maupun sosial, khususnya dalam menghadapi masyarakat modern dan sekuler saat ini.