JATIMTIMES - Pelestarian seni budaya di Kota Batu menyisakan banyak pekerjaan rumah. Salah satunya eksistensi kelompok seni dan sanggar seni. Hingga kini, jumlah kelompok seni di Kota Batu susut, sementara kondisi beberapa di antaranya masih membutuhkan perhatian lebih baik dari pelaku maupun pemerintah daerah.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB) yang kini bertransformasi menjadi Dewan Kebudayaan Kota Batu, Sunarto. Menurutnya, seni budaya si Kota Batu bergantung pula pada pengaruh kelompok seni di dalamnya.
Baca Juga : Dipicu Salah Pola Asuh dan Perceraian Orang Tua, 7 Anak di Kota Batu Mengalami Gangguan Mental
"Kondisi kelompok seni sekarang ada yang maju, tapi ada juga yang hidup segan mati tak mau," ungkap Sunarto saat ditemui JatimTIMES, belum lama ini.
Dikatakannya, perlu penguatan-penguatan untuk bisa mendongkrak kelompok seni yang tertinggal. Mereka banyak yang mengalami kemunduran dari segi kekaryaan, kualitas, dan banyak hal lain.
"Para kelompok seni itu secara terpadu memang harus sering kolaborasi. Seperti untuk adanya pelatih yang memadai, mereka diajak bergabung ke kelompok lain untuk transfer pengalaman dan karya," sebutnya.
Pria yang akrab disapa Cak Narto itu menyebut, secara data, saat ini ada 558 kelompok seni beragam bidang di Kota Batu. Terdiri dari Jaranan atau Jaran Kepang, Bantengan, Seni kriya, tari, dan bidang-bidang lain termasuk pendukung seperti keris dan kelompok pande besinya.
"Kalau tahun-tahun sebelumnya ada 600 sekian, menyusut. Sebabnya ada yang ganti nama, ganti kepengurusan, pindah domisili itu juga pengaruhnya," rincinya.
Untuk mendukung eksistensi para pelaku kelompok seni tersebut, sambung Narto, ia menyinggung kebutuhan laboratorium seni atau laboratorium budaya. Yang mana diselaraskan sengan muatan lokal pendidikan. Ia menilai selama ini jarang disampaikan.
Baca Juga : Kota Batu Pilih Kurangi Jam Pelajaran daripada Sekolah Daring
"Maka tidak hanya seni saja, kearifan lokal Batu perlu dikolaborasikan lagi, akademi seni, atau SMK kesenian, juga sekolah budaya," katanya.
Selain itu tradisi dan teknologi tradisional yang juga elemen budaya ikut menjadi elemen penting yang harus dilestarikan ke generasi berikutnya. Ia berharap, Kota Batu segera punya prototipe untuk merintis gagasan tersebut.
"Seperti ritus atau ritual, lalu teknologi tradisional. Kalau dilihat Candi Songgoriti, ada tempat menempa logam, atau pande besi, ternyata hanya tinggal beberapa. Adanya laboratorium seni lebih pada bagaimana para penggiatnya mentransfer teknologinya, atau metalurginya. agar tidak hanya terjebak di keklenikan, tapi bisa dijelaskan secara ilmiah," papar Narto.