MALANGTIMES - Tahukah kamu istilah Drag Queen? Drag Queen adalah seniman laki-laki yang menghibur orang lain melalui dandanannya sebagai wanita.
Untuk menjadi seorang Drag Queen, mereka harus ahli dalam menyanyi, menari, akting, dan cat walk layaknya wanita.
Baca Juga : Bergerak Mandiri, Baitul Mal Ahad Pon Salurkan Bantuan Bagi Masyarakat Terdampak Covid-19
Mirisnya, akhir-akhir ini media mainstream di luar negeri banyak mempromosikan dan memperkenalkan anak-anak untuk ikut bergabung Drag Queen.
Beberapa pihak melihat ini sebagai propaganda agar keberadaan LGBT dianggap legal dan bisa diterima oleh masyarakat.
Dengan pendekatan yang mereka lakukan, anak-anak normal pun bisa berubah arah orientasi seksualnya.
Tentu saja hal ini menimbulkan pro dan kontra. Media politik America Washington Examiner misalnya, menyebut bahwa menjadikan anak 8 tahun sebagai Drag Queen termasuk kekerasan anak.
Seorang pastor Katolik dalam akun Twitternya @MCITLFrAphorism bahkan menganggap bahwa hal tersebut pure evil (jahat).
Hal senada juga dinyatakan oleh psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Retno Firdiyanti, S.Psi, M.Psi.
Ia menyebutkan bahwa penyebaran LGBT kini sudah bersistem Internasional.
"Ini memang udah sistem Internasional. Makanya ini jahat sekali, amat sangat jahat. Apalagi sekarang teknologi amat sangat pesat. Kita mengidolakan sesuatu itu gampang sekali," ujarnya saat dihubungi lewat telepon beberapa saat yang lalu.
Nah, mengenai anak yang diperkenalkan dengan Drag Queen, Retno menyatakan bahwa itu tak lepas dari unsur budaya.
"Memang tidak bisa kita pungkiri ada beberapa negara yang menghalalkan dan menganggap itu sebagai sebuah seni. Itu dari perspektif budaya atau kebiasaan masyarakat setempat," ucap Retno.
Jadi, mereka mengenalkan Drag Queen kepada anak sebagai salah satu budaya.
Nah, dari perspektif psikologis, ketika anak diperkenalkan dengan Drag Queen atau pun hal lain yang baru maka dia akan merasa penasaran.
Dia akan membuat definisinya sendiri perihal Drag Queen.
Baca Juga : 6 Gunung Erupsi Bersamaan, Mulai di Tanah Jawa, Maluku, hingga Sumatera
Ia akan menganggap bahwa seorang lelaki yang berdandan dan berperilaku layaknya perempuan tidak apa-apa. Anak juga akan mencontohnya.
"Apalagi ketika Drag Queen ini bisa membujuk anak-anak kalau jadi Drag Queen itu bisa ditonton oleh orang banyak, membuat orang senang, ketawa, dan dia mendapat tepuk tangan," imbuhnya.
Nah, di Indonesia sendiri, faktor risiko anak-anak terkena LGBT menurut Retno semakin parah.
Retno menyatakan bahwa LGBT sudah memiliki sistem yang sangat besar yang misinya adalah meracuni semua orang dengan jaringan internasional. Bisa lewat film, bisa juga lewat kesenian Drag Queen itu tadi.
Untuk itu, senjata dan tameng harus diberikan kepada anak-anak. Dalam bentuk apa? Menurut Retno senjatanya adalah seks edukasi.
"Kalau zaman sekarang itu nggak mungkin lagi kalau kita melindungi anak dengan pagar. Tapi kita juga harus memberikan senjata tameng ke anak-anak," papar Retno.
Sex edukasi itu bisa diajarkan sejak dini. kalau orang zaman dulu itu kan pendidikan seks itu dianggap tabu.
Akan tetapi, dengan risiko dan ancaman yang seperti ini, tidak ada kata tabu lagi untuk memberikan sex edukasi sejak bayi.
Ketika anak sudah bisa komunikasi dan sudah bisa diajak bicara walaupun berbicara belum lancar, kita sudah bisa memberikannya sex edukasi.
"Sex edukasi adalah modal utama. Jadi kita membentuk identitas seksualnya itu dari sejak dini," tandasnya.