MALANGTIMES - Salah satu kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat Jawa yakni terkait nama. Konon, nama dengan arti yang terlalu berat tidak kuat disandang oleh orang-orang tertentu. Akibatnya, sejak kecil akan sering sakit dan bisa sembuh ketika nama lahir itu diganti.
Mitos tersebut menjadi inti cerita yang dibawakan oleh kelompok Teater Kakasya dalam Festival Teater Mahasiswa di Universitas Negeri Malang (UM). Mengangkat naskah berjudul Araning Jeneng, kelompok tersebut mengisahkan pertengkaran suami istri atas nama anak laki-laki tunggal mereka.
Baca Juga : Viral Video Warga Beri Semangat kepada Pasien Positif Covid-19
Sang ibu, menginginkan anaknya memiliki nama Hanenda Jalu Satrio Adiwongso sementara sang bapak menginginkan nama Satrio Pambudi. "Arti nama anak kita itu bagus sekali. Hanenda itu kegigihan, Jalu anak laki-laki, Satrio itu satria serta Adiwongso itu mulia. Seorang anak laki-laki yang gigih untuk menjadi satria mulia," ujar sang ibu.
Namun, menurut sang bapak, akibat nama itulah si anak menjadi sakit-sakitan. Akibatnya si anak mesti sering berobat ke dokter sejak masih bayi. Dia tidak percaya jika penyakit anaknya sebatas karena faktor imunitas seperti yang dipercayai istrinya. "Arti nama itu memang bagus tapi kurang pas," ujarnya.
Sang bapak justru lebih mempercayai bahwa nama yang diberikan harus disesuaikan dengan hitung-hitungan Jawa. Yakni terkait unsur-unsur angka berdasarkan hari lahir. "Karena lahir pada hari Selasa Legi dan sesuai hitungan, harus mengandung unsut huruf Sa, huruf ke delapan dalam aksara hanacaraka. Jadi ya bagus Satrio Pambudi," tegasnya.
Dalam pertengkaran yang memuncak, terbukalah fakta bahwa si anak sudah meninggal sebelum masuk sekolah dasar. Belum terjawab apakah hanya karena faktor nama yang memiliki arti terlalu berat atau karena penyakit tertentu.
Baca Juga : Mokong Keluyuran Malam Hari, Warga Jalani Rapid Test Covid-19 di Tempat
"Karena tema yang diangkat adalah lokalitas, kelompok kami ingin mengangkat kepercayaan masyarakat Jawa yang mulai terkikis. Yakni terkait pemberian nama," ujar Yoda M Halim, sutradara pementasan.
Pementasan tersebut merupakan salah satu dari 11 peserta Festival Teater Mahasiswa 2018 yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sastra Indonesia, Fakultas Sastra UM.
Kegiatan ini berlangsung selama empat hari, sejak Senin hingga Kamis (besok). Ada 11 kelompok dan masing-masing kelompok kami harapkan mengangkat tema lokalitas," ujar Anisa, salah satu panitia lomba.