Mensana in corpore sano. Begitulah kalimat seorang pujangga Romawi bernama Decimus Iunius Juvenalis dalam karyanya berjudul Satire X pada abad kedua Masehi. Kalimat yang sampai saat ini hidup dan dijadikan berbagai semboyan dalam dunia olahraga walaupun aslinya kalimat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan dunia olahraga.
Juvenalis berkata, “ Orandum est ut mens mens sana di corpore sano,” yang artinya, “seorang pria harus berdoa untuk pikiran sehat di dalam tubuh nan sehat.”. Berkat John Hulley, semboyan tersebut disematkan dan dijadikan motto klub Atletik Liverpool tahun 1861. Motto yang melengkapi visi elit abad kesembilan belas tentang olahraga yang tidak hidup di arenanya saja. Tapi berimbas pada pendidikan anak laki-laki golongan bangsawan di sekolahan yang tidak hanya menerima pendidikan intelektual saja, tapi juga pelatihan fisik.
Baca Juga : Belajar dari Rumah Lewat TVRI Mulai Hari Ini, Intip Jadwalnya Yuk!
Sejarah semboyan ini pula yang melahirkan ide pojok sport di sekolah yang ada di Kabupaten Malang. Khususnya untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Walaupun tentunya tujuannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa saat ini.
“Ide ini didasari sebagai pelengkap gerakan hidup sehat di sekolahan. Dimana di tahun depan, kami akan mewajibkan seluruh sekolah memiliki pojok sport,” kata M. Hidayat, kepala Dinas Pendidikan (kadisdik) Kabupaten Malang, Senin (30/7/2018) kepada media online berjejaring terbesar di Indonesia, MalangTIMES.
Disdik Kabupaten Malang menyadari, waktu para siswa terbilang lama berada di sekolahan. Aktivitas berolahraga yang hanya tertampung saat mata pelajaran olahraga serta senam pagi. Dirasakan belum cukup untuk melahirkan generasi emas yang sehat secara fisik dan mental. Lewat pojok sport inilah, nantinya, siswa bisa menyalurkan ekspresinya.
Dayat -kadisdik Kabupaten Malang biasanya disapa- menjelaskan, melalui pojok sport, siswa bisa melakukan olah tubuh dengan cara loncat-loncat. Baik saat berolahraga basket, lompat tali angkat badan dan lainnya.
“Siswa bisa loncat, loncat, dan loncat di pojok sport dengan fasilitas olahraga yang menunjang aktifitas tersebut,” ujarnya. Dayat melanjutkan, aktivitas loncat-loncat tersebut dalam upaya Disdik agar para siswa di Kabupaten Malang memiliki tinggi badan yang sesuai dengan perkembangan usianya. “Karena ada indikasi selama ini anak-anak di masa pertumbuhannya ternyata masih banyak yang pendek. Tapi bukan cebol lho,” imbuhnya.
Disinggung mengenai anggaran yang nantinya dipergunakan untuk membangun pojok sport tersebut, Dayat menganjurkan agar pihak sekolahan memakai dana BOS (bantuan operasional sekolah). Pria mantan wartawan ini juga menegaskan, BOS bisa dipergunakan untuk mewujudkan inovasi loncat-loncat siswa sebagai upaya meminimalisir pertumbuhan tubuh pendek yang tidak sesuai dengan usia siswa. Pihaknya juga akan berusaha untuk meloloskan ide tersebut kepada Bupati, ketua tim anggaran pemerintah daerah serta DPRD.
Baca Juga : Siswa yang Tak Punya Akses Internet Mulai Senin Belajar Lewat TVRI
Secara teknis, saat pojok sport telah ada, untuk mencapai tujuan dari ide tersebut para siswa tentunya akan didampingi dan dipandu para guru. Sehingga ada perkembangan kesehatan dan tinggi badan yang terpantau secara berkala.
“Tetap dipandu para guru. Jadi tidak hanya sekedar loncat-loncat saja. Ada tekniknya juga kan dalam berolahraga,” ujar Dayat yang juga konsen mengawal tingkat kesejahteraan para guru tidak tetap (GTT). Maupun bantuan bagi orang tua murid yang anak-anaknya sekolah di jenjang dasar dan menengah di tahun depan.
“Kami berikan bantuan seragam sekolah untuk tahun depan bagi siswa SD dan SMP. Ini supaya tidak ada kesan biaya sekolah di Kabupaten Malang mahal. Dan tentunya sebagai wujud dari pemkab Malang terhadap masyarakat,” pungkas Dayat. (*)
