Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Ternyata Satu dari Delapan Pabrik Rokok Tertua di Indonesia Ada di Malang

Penulis : Hezza Sukmasita - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

27 - Jan - 2018, 19:08

Placeholder
Pabrik Bentoel Group (Google Image)

MALANGTIMES - Bicara soal industri kretek, tentu tidak ada habisnya. Sejarah panjang sempat dialami dunia kretek sebelum akhirnya punya nama dan meraih kejayaan. Tahun 1900-an menjadi tahun terbaik pertumbuhan industri kretek di Indonesia.

Di Indonesia ada begitu banyak perusahaan kretek yang berdiri sejak lama. Beberapa di antaranya bahkan masih bertahan yang menjadi unggulan di kelasnya. Ini dia delapan industri kretek tertua di Indonesia yang pernah berjaya di masanya. 

1. NV Bal Tiga Nitisemito, Kudus (1908)


Pabrik rokok satu ini milik Nitisemito. Karena ingin memasarkan kretek buatannya, dia mulai membuat nama untuk produknya. Awalnya, Nitisemito muncul dengan ide Kodok Mangan Ulo. Sayang, idenya ini tidak mendapat respons positif dari konsumen. Ia pun beralih nama menjadi Bulatan Tiga, sebelum mengubahnaya lagi menjadi Tiga Bola, hingga akkhirnya memutuskan untuk memakai nama Bal Tiga.

Produksi pertama dimulai pada 1906 dengan kategori rokok terbatas pada jenis klobot kretek. Kemudian, pada 1908 perusahannya didaftarkan dengan nama NV Bal Tiga Nitisemito. Nama Nitisemito dikenal bukan hanya karena ia seorang pionir industri rokok kretek di Indonesia, tetapi juga strategi pemasaran yang kreatif dan mengilhami banyak perusahaan sejenis. Oleh sejarahwan, ia dianugerahi “Bapak Kretek Indonesia”.

2. Goenoeng & Klapa, Kudus (1913)


Pada 1913 berdiri sebuah pabrik rokok di Kudus bernama Goenoeng & Klapa yang berarti gunung dan kelapa. Pabrik rokok ini didirikan oleh Mohamed Atmowijoyo. Ia hanya memproduksi klobot, kebalikan dari perusahaan lain yang memiliki produk yang beragam.

Perusahaan ini mempertahankan apa yang sudah ditinggalkan perusahaan-perusajaan rokok. Ia, bahkan masih menggunakan tali pengikat rokok yang tertinggal dari teknologi pembungkus yang berkembang. Satu hal lagi yang kontroversial ialah resep saus perusahaan dipajang pada dinding pabrik.

3. PT HM Sampoerna, Surabaya (1913)


Pada tahun 1913, seorang imigran Tionghoa dari Fujian, Tiongkok, bernama Liem Seeng Tee dan istrinya, Siem Tjiang Nio, membuat produksi rokok secara komersial sebagai industri rumah tangga. Pada tahun 1930, industri tersebut resmi diberi nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna.

Perusahaan rokok ini sukses dengan merek rokok Dji Sam Soe pada tahun 1930-an sampai kedatangan bangsa Jepang pada tahun 1942 yang menghancurkan usaha tersebut. Setelah itu, putra Liem, Aga Sampoerna, mengambil alih kepemimpinan dan membangun kembali perusahaan tersebut dengan manajemen yang lebih canggih.

4. PT Bentoel, Malang (1930)


Tahun 1930, Ong Hok Liong mendirikan pabrik rokok di rumahnya. Ong Hok Liong memberi nama Stroojes-fabriek Ong Hok Liong. Awalnya, Ong Hok Liong memproduksi rokoknya secara tradisional yang dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sioe Bian, dengan melintingnya satu demi satu untuk kemudian diedarkan dengan sepeda onthel di Kota Malang. 

Pada tahun 1954 pabrik rokok tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Dikisahkan, pada suatu malam di Gunung Kawi, di hadapan makan Mbah Djugo, Hok Liong mendapatkan mimpi bertemu penjual bentoel. Setelah mengonsultasikannya dengan juru makan, Ong akhirnya memutuskan untuk menggunakan nama bentoel sebagai nama mereknya. Segera setelah diluncurkan di Malang, merek ini mendapat sambutan luar biasa.

Pada akhir tahun 1960-an, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia untuk memproduksi rokok kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik. Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standar pada industri tembakau nasional.

5. Nojorono, Kudus (1932)


Perusahaan Nojorono memproduksi merek terkenal Minak Djinggo, nama tokoh dalam pewayangan Jawa. Beberapa nama yang mungkin belum pernah kita dengar sebelumnya seperti Astrokoro, 555, dan Kaki Tiga. Hal ini mungkin disebabkan karena ketiganya diproduksi oleh trio, nama perusahaan awal sebelum berubah nama menjadi Nojorono.

Didirikan pada 1932, inovasi terbesar Nojorono selama ini adala rokok tahan air. Nojorono juga memagang hak paten atas temuannya ini. Hal tersebut dimungkinkan karena parafin dalam proses produksi rokok. Karena keunggulannya ini, rokok produksi Nojorono populer di kalangan pelaut dan nelayan.

6. Djambu Bol, Kudus (1937)


Berdiri sebelum kemerdekaan, pabrik rokok Jambu Bol sempat terhenti ketika Jepang menginvasi Indonesia pada 1942. Perusahaan ini menemukan pijakannya kembali pada 1949 dengan memproduksi kretek paper wrapped, sebagai pengganti jenis klobot yang dipoduksinya sejak awal.

Berbeda dengan perusahaan lain yang dimiliki oleh warga keturunan Cina, Djambu Bol merupakan perusahaan pribumi terbesar di Indonesia yang pernah tercatat dalam sejarah. Pendirinya bernama Haji Roesyadi Ma’roef seorang warga Kudus. Djambu Bol berkosentrasi pada pemasaran di luar jawa, terutama wilayah Sumatera Utara dan Lampung  yang mencapai 95 persen dari konsumennya.

7. Djarum, Kudus (1951)


Sejarah Djarum berawal saat Oei Wie Gwan membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951 dan mengubah namanya menjadi Djarum. Oei mulai memasarkan kretek dengan merek "Djarum" yang ternyata sukses di pasaran.

Pada tahun 1972 Djarum mulai mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada tahun 1981.

8. Gudang Garam, Kediri (1958)


didirikan pada 26 Juni 1958 di Jalan Semampir II/l, Kediri, oleh Tjoa Ing Hwie (Surya Wonowidjojo), seorang perantau kelahiran China 15 Agustus 1923.
Setibanya di Indonesia, Ing Hwie bekerja pada Cap 93, sebuah perusahaan rokok berdomisili di Jawa Timur. Pada 1956, Ing Hwie memutuskan keluar dar Cap 93 dan mendirikan perusahaan sendiri di bawah nama Indhwie. Hampir sama dengan kisah Bentoel, nama Gudang Garam juga memiliki dimensi mistis. Pada suatu malan, Ing Hwie bermimpi melihat sebuah gudang yang berdiri di seberang pabrik Cap 93. Sarman, karyawan setianya, menasihatinya untuk memasang gambar gudang tersebut pada kemasan rokok produksinya. Kini, Gudang Garam dipimpin oleh anak tertua Ing Hwie, Rachman Halim. (*)


Topik

Peristiwa Pabrik-Rokok-Tertua Pabrik-Rokok-Indonesia Pabrik-Rokok-Malang



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Hezza Sukmasita

Editor

Sri Kurnia Mahiruni