MALANGTIMES - Si raja buah alias durian, selain memiliki rasa khas dibandingkan jenis buah lain yang ada, terutama bagi para pecintanya, ternyata juga menyimpan sejarah panjang atas keberadaannya.
Konon, si raja buah bernama Latin Durio Zibethinus yang asli Nusantara dan kini tersebar pertumbuhannya di berbagai daerah, semisal di Kabupaten Malang, dikenal sejak zaman Jawa kuno.
Baca Juga : Viral Video Warga Beri Semangat kepada Pasien Positif Covid-19
Hal itu terlihat dari adanya beberapa relief di Candi Borobudur yang dibangun oleh Raja Samaratungga sekitar abad ke-8 hingga abad ke-9. Dari 2.672 panel kisah, beberapa di antaranya menampilkan buah durian yang dijadikan sesembahan buat raja dan diperjualbelikan. Juga tampak orang-orang yang membawanya bersama buah lain seperti mangga dan manggis.
“Bukti sejarah tersebut memperlihatkan durian sudah dikonsumsi oleh penduduk Nusantara sejak 1.300 tahun yang lalu,” kata Budi Widodo, koordinator Komunitas Malang Sejuta Wisata, yang akan menggelar wisata petik durian di salah satu sentra rajanya buah ini, yaitu di Ngantang, Kabupaten Malang.
Selain terpahat di Candi Borobudur, keberadaan durian juga muncul dari laporan perjalanan para penjelajah Eropa abad ke-15. Dalam buku Java Essay: The History and Culture of Southern Country karya Masatoshi Iguchi dikisahkan ekspedisi VOC di wilayah Batavia sampai Bogor pada 1687. Dalam ekspedisi yang dipimpin Pieter Scipio van Ostende itu diketahui telah banyak pohon durian yang tumbuh di sekitar Bogor.
Georg Eberhard Rumphius, seorang ahli botani kelahiran Jerman, yang bekerja untuk VOC-lah yang secara detail akhirnya mendeskripsikan durian dalam laporannya sampai menjadi buku berjudul Herbarium Amboinense tahun 1741. Sejak saat itulah, nama durian mulai masuk ke dalam khazanah botani dan mengundang perhatian ahli botani Eropa lainnya.
"Panjangnya sejarah durian inilah yang membuat buah ini menjadi khas dan unik. Walaupun secara peminat, tidak semua orang mungkin menyukainya," ujar Budi kepada MalangTIMES.
Sejak durian semakin menarik perhatian para ahli botani Eropa, lanjut Budi, tahun 1744, setelah terbitnya buku Herbarium Amboinense, Carl Linnaeus -ahli botani dari Swedia- menerbitkan buku Systema Vegetabilium. Buku ini yang memasukan nama buah durian dengan nama Katin Durio Zibethinus. Durio untuk nama buah durian yang dilihat dan diteliti Rumphius. Sedangkan nama Zibethinus diambil dari zibetto, nama musang dalam bahasa Latin.
Baca Juga : Mokong Keluyuran Malam Hari, Warga Jalani Rapid Test Covid-19 di Tempat
"Konon dulu orang Ambon menggunakan aroma durian untuk menjebak musang. Makanya di belakang nama Durio disematkan Genus Zibethinus," terang Budi.
Ketenaran durian, dulu, di mata para botani Eropa terlukis secara gamblang dalam sebuah isi surat dari Alfred Russel Wallace seorang naturalis Inggris kepada ahli botani bernama Sir William Jackson Hooker. Wallace menulis kekagumannya kepada durian.
“Aroma buah yang matang itu belum tentu menyenangkan, walaupun tidak begitu menyengat baunya begitu buah baru jatuh dari pohonnya. Satu-satunya cara untuk menyantap durian yang telah matang sempurna adalah saat buah itu jatuh. Mungkin tidak benar jika mengatakan kalau durian adalah buah yang terbaik dari semua buah-buahan yang ada, terutama karena tak berair berasa masam menyegarkan seperti jeruk (orange), anggur, mangga dan manggis. Tapi sebagai sebuah makanan, kelezatan durian tidak tertandingi. Jika saya harus membuat dua hal yang mewakili kesempurnaan, maka saya akan menobatkan Durian dan Jeruk sebagai raja dan ratu buah-buahan,” tulis Wallace. (*)