Mendaki gunung adalah salah satu kegiatan yang menyenangkan dan membuat badan sehat. Namun, jika dilakukan di tempat yang benar, bukan hanya senang dan sehat, tapi mendaki gunung juga dapat menambah ilmu pengetahuan.
Nah, yang belum pernah naik ke Candi Dadi yang terletak di Dusun Mojo, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, dari sektor Argo Pathuk barangkali perlu mencoba.
Baca Juga : Masjid Tiban, Salah Satu Destinasi Wisata Religi Bagi Wisatawan yang Inginkan Ketenangan
"Naik dari rute ini cukup menantang, karena jalannya agak terjal. Namun, lebih dekat daripada naik dari arah barat," kata Edi, pendaki yang naik melalui sisi utara.
Setelah hampir sampai, pendaki harus memutar dari samping untuk mencapai pintu masuk bagian barat candi. "Jika dianggap terlalu jauh, bisa potong kompas. Caranya naik melalui semak belukar liar dari sisi timur atau selatan," ujarnya.
Setelah sampai puncak, rasa lelah dan kesulitan akan terbayar saat menemukan tumpukan batu andesit yang megah dan bisa dianggap utuh dari zaman purbakala.
"Ini sungguh luar biasa. Dengan melihat betapa sulitnya membangun candi ini di masa lalu sudah selayaknya kita sadar bahwa generasi dahulu memberi pelajaran yang sangat menakjubkan bagi kita semua," ungkapnya.
Selain memiliki keunikan, candi tunggal yang berada di puncak bukit ini juga menyimpan kisah misteri yang melegenda dari mulut ke mulut.
Dikutip dari berbagai sumber, Candi Dadi berada pada ketinggian 360 meter di atas permukaan laut dan berada di tengah areal kehutanan RPH Kalidawir.
Menurut warga Kedungjalin, Desa Junjung, Candi Dadi merupakan bagian dari kompleks percandian. Pada empat puncak perbukitan tersebut masing-masing terdapat satu buah candi dan Candi Dadi ada pada puncak tertinggi.
Pada puncak lain terdapat Candi Gemali, Candi Buto, dan Candi Urung (Bubrah). Jadi, candi+candi itu membentuk deretan candi dari yang paling rendah ke yang paling tinggi, yaitu Candi Dadi.
Kondisi candi-candi itu sekarang tinggal puing-puing yang berserakan. Hanya tinggal Candi Dadi yang berdiri kokoh.
Baca Juga : Libur Akhir Tahun, Berwisata ke Bromo Wajib Rapid Test Antigen
Candi Dadi merupakan candi tunggal yang tidak memiliki hiasan dan arca. Denah Candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14 meter, lebar 14 meter, dan tinggai 6,5 meter. Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi.
Candi Dadi nerbatur tinggi dan berpenampilan setiap sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan. Pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungsi sebagai sumur. Diameter sumur adalah 3,35 meter dengan kedalaman 3 meter.
Uniknya, sumuran itu ketika hujan turun sederas apa pun iDi dalam sumuran tidak pernah menggenang air. Air yang turun langsung meresap ke dalam. Sejak awal berdiri belum pernah mengalami pemugaran, Candi Dadi ini masih sama dengan zaman dulu.
Penelitian terhadap Candi Dadi pernah dilakukan oleh beberapa ahli purbakala, yaitu PJ Veth (1878), Hoepermans (1913), NJ Krom (1915 dan 1923), Haase (1901). Dalam laporan Belanda pada abad ke-19, disebutkan adanya kelompok bangunan candi (jumlahnya lima) di lereng utama Pegunungan Wajak atau juga disebut Pegunungan Walikukun di Tulungagung.
"Pohon langka yang mengelilingi candi itu disebut sebagai pohon walikukun. Itu sangat langka dan tidak boleh ditebang," kata warga yang mengaku aktif mengamankan lingkungan di sekitar candi dan Argo Pathuk.