MALANGTIMES- Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami problema terkait polemik perubahan kebijakan, mulai perubahan kurikukum hingga sistem pembelajaran. Yang terhangat, kebijakan pemerintah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang menerapkan program Full Day Scholl (FDS) pada awal ajaran baru tahun 2017/2018 ini.
Baca Juga : Dewan Nilai Dirut PDAM Tak Penuhi Kompetensi, Usul Konkret Dicopot
Program yang menerapkan lima hari sekolah ini menuai kontroversial pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bahkan mayoritas sekolah menolak dan keberatan jika program itu diterapkan kepada siswa.
Ketika MalangTIMES menelusuri Sekolah Dasar (SD) di wilayah Kecamatan Lawang siang ini, Senin (28/8/2017), wartawan media online ini menuju SD yang mayoritas siswanya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yakni di SD Islam NU Lawang yang berada di Jalan Untung Suropati Nomor 12, Lawang.
Ketika wartawan MalangTIMES memasuki area sekolah terdengar suara lantang dari siswa sedang belajar Agama Islam di ruang kelasnya.
Sekolah berlantai dua ini, secara fisik sarana dan prasarana cukuplah memadahi. Namun, ada beberapa fasilitas atap sekolah yang rusak dan perlu pembenahan begitu juga dengan warna cat dinding tembok sekolah yang perlu dipercantik ulang.
Di sisi lain ada tiga fasilitas toilet siswa dan satu toilet khusus pengajar kondisinya terlihat cukup bagus. Lalu ada ruang sebelah timur lantai dua sedang dilakukan proses pembangunan ruang kelas belajar siswa. Sekitar 3 ruang kelas yang akan dibangun oleh pihak Lembaga Pendidikan Ma'arif itu.
Tak hanya ruang kelas baru itu saja yang masih dalam tahap pembangunan, adapun tangga untuk naik ke lantai dua yang terhubung dengan ruang baru itu juga masih 80 persen tahap pengerjaan.
Disinggung terkait program FDS, Kepala SD Islam NU Lawang, M. Fuad Kurniawan saat ditemui MalangTIMES di ruang kerjanya menegaskan keberatan karena dinilai merugikan siswa.
"Masalah Full Day School sesuai komitmen lembaga kami dengan tegas menolak dan keberatan bila diterapkan di SD Islam NU Lawang," kata Fuad bernada tegas.
Alasan dirinya menolak program FDS itu, lantaran keberadaan SD di Lawang mayoritas berada di wilayah jauh dari perkotaan tidak mungkin pihaknya menerapkan FDS.
Baca Juga : Pipa Terus Bocor, Wali Kota Malang Sutiaji Beri Komentar Ini
"Mayoritas rumah siswa jaraknya jauh dari sekolah, kasihan waktu mereka bila dilakukan FDS. Waktunya terbuang hanya di sekolah. Jadi kami menolak tegas program itu," ucap pria asal Pasuruan tersebut.
Kemudian selama ini sistem pembelajaran di SD NU Islam Lawang ini menerapkan pembelajaran reguler seperti biasanya yakni masuk pukul 06.30-12.35 WIB.
"Sampai sekarang ini dari pihak lembaga kami belum ada sosialisasi FDS. Saya tegaskan lagi, sekitar 380 siswa di sini tidak mengikuti sistem pembelajaran FDS, kita menerapkan sistem pembelajaran reguler seperti biasanya," terangnya.
Fuad mengungkapkan mayoritas siswa yang menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki 14 ruang kelas tersebut, hampir 99 persen dari NU.
"Makanya, kita sepakat dengan teman-teman yang tergabung dalam forum kepala SD se-Kecamatan Lawang menolak dan keberatan program itu," tuturnya.
Lebih lanjut dia menerangkan bila FDS diterapkan di sini maka waktu siswa akan tersita dalam bermain, berkumpul keluarga. Termasuk untuk mengisi kegiatan belajar pasca belajar sekolah, anak juga perlu mengaji pada sore hari.
Kemudian, keberatan FDS karena menurutnya nantinya akan berdampak pada sistem penggajian pengajar.
"Karena kita lembaga swasta berimbas masalah penggajian pengajar di sini yang berjumlah 19 guru. Gaji mereka masih minim antara Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta dari swadaya lembaga kita sendiri," ujarnya.