MALANGTIMES - Selain tercatat dalam kitab silsilah Sunan Ampel yang jarang setiap orang diperlihatkannya, nasab Syaikh Raden Kenduruhan bisa dilihat dan dibaca di areal pemakamannya.
Tepat, saat kaki kita memasuki areal pemakaman muslim ini, mata akan bersitumbuk langsung dengan tembok gapura makam dengan cat putih bersih.
Baca Juga : Mantapkan TPU Sukun Menuju Kawasan Heritage, Data Makam Tokoh dan Sejarah Makam Terus Digali
Di sisi dalam gapura masuk ini, kita akan bisa melihat Nasab Syaikh Raden Kenduruhan yang merupakan cucu Sunan Ampel .
Silsilah Raden Kenduruhan, bisa terlacak dari berbagai kitab dan sejarah yang pernah ditulis yang menyebutkan bahwa Sunan Ampel memiliki dua istri.
Isteri Pertama, yaitu Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, yang melahirkan lima anak yaitu Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang/Bong Ang, Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat, Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran, Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.
Sedangkan dari Isteri keduanya yaitu Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputerakan Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri, Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah (Ibunda Raden Kenduruhan), Raden Husamuddin (Sunan Lamongan),Raden Zainal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2).
Silsilah dari istri kedua inilah yang tergurat dibagian atas dinding mengenai Nasab Agung Waliyulloh Syaih Raden Kenduruhan yang bertanggal angka 12 Robiul Awal, 20-4-571 M.
Ada dua silsilah yang tergurat di dinding tersebut yang menggambarkan dua generasi yang melahirkan Raden Kenduruhan.
Di sebelah kanan tertulis R. Cempo Raja Binatoro yang masuk Islam tahun 1300 M turun ke Rorowati Murdaningrum dan Dewi Condrowulani.
Dewi Condrowulani menikah dengan Syaikh Ibrohim Samrokondi yang melahirkan Raden Rahmad atau terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Sunan Ampel menikahi Dewi Karimah dan melahirkan Dewi Murtasimah atau Asyiqah yang dinikahi oleh Raden Patah.
Di sebelah kiri dinding gapura, Nasab Syaikh Raden Kenduruhan, tergurat paling atas nama R. Pajajaran Mundiwangi dan dibawahnya Raden Suruh lantas Raja Mojopahit Perabu Kertowijaya yang menikah dengan Rorowati Murdianingrum (Dwarawati , red).
Baca Juga : Event Tahunan Kawasan Pantai Selatan, Disparbud : Kita Siap Pukau Masyarakat Jatim
Dari pernikahan tersebut lahirlah Raden Patah yang di dinding ditulis dengan gelar Raja Islam Pertama Jawa 1478-1518 M yang merupakan ayah dari Raden Kenduruhan.
Dari nasab Syaikh Raden Kenduruhan tersebut terpampang jelas silsilahnya sebagai cucu Sunan Ampel, walaupun masih menjadi pertanyaan sejak kapan beliau datang ke Dusun Ringinanom Kromengan.
“Kita tidak mengetahui tentang hal tersebut, tetapi kami meyakini beliaulah yang membuka tanah (babad alas, red) di sini. Ini terlihat sampai sekarang dukuh kami adalah dukuh Islami yang paling kental dibanding dukuh lainnya,”kata Munif Wasiso, Sabtu (4/3/2017) kepada MALANGTIMES.
Dia juga mengatakan bahwa sampai saat ini, jamaah di Dusun Ringinanom , baik di pondok pesantren yang ada maupun di wilayah rukun tetangga dan rukun warga memiliki sholawat Kenduruhan sebagai bagian dari jejak keberadaan Syaikh raden Kenduruhan.
Lepas dari nasab Raden Kenduruhan di dinding gapura, kita akan diajak menaiki sembilan undakan dengan nama-nama wali sembilan yang terpahat di sisinya sebelum menemukan makam Raden kenduruhan.
Tepat diujung undakan terakhir, mata kita akan disambut tulisan “sugengrawuh IngKeramat Agung” di atas pintu masuk makam.
Saat kaki masuk ke dalam bangunan berukuran 4 x 2 meter, makam Raden Kenduruhan yang terletak di tengah ruangan, berpagar terali warna hijau dan ditutupi kelambu kain putih, suasana terasa begitu sejuk walaupun siang cukup terik saat itu. Tepat didepannya, berjejer sajadah bagi para peziarah yang akan berdo’a.
“Di areal makam Syaikh Raden Kenduruhan memang bikin adem hati, mas. Banyak juga barakah bagi penziarah yang datang. Karena itu dulu pernah banyak orang yang sampai nginap berhari-hari disana dari luar kota. Akhirnya, kami dari Pemerintah Desa memintanya pulang dan jangan sampai menginap di areal makam. Kita takut makam Raden Kenduruhan malah dijadikan hal-hal yang sifatnya musyrik,” ujar Arifin, Sekretaris Desa (Sekdes) Kromengan.
