MALANGTIMES - Sesekali, di akhir pekan putarlah kembali film- film Indonesia yang mampu menggugah nurani dan membuka mata kita yang ada di Pulau Jawa ini.
Baca Juga : Selamat !! Satu Pasien Positif Corona di Lumajang Dinyatakan Sembuh
Terutama pada nasib saudara kita yang ada di Timur Papua, pulau yang terlebih dahulu mendapat sinar matahari.
Di Timur Matahari, film tahun 2012 yang disutradarai Ari Sihasale dalam naungan Alenia Pictures, begitu lugas memotret problematika sehari- hari Tiom, nama distrik di perbukitan Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua.
Tidak ada listrik, sekolah dasar jarang didatangi guru, kebutuhan bahan pokok selangit, perang antar suku, menjadi problematika di Tiom yang dipotret begitu memilukan. Film itu lebih terbalut indah dengan suguhan lanskap Papua yang perawan dengan begitu indahnya.
Skenario Di Timur Matahari ditulis Jeremias Nyangoen dengan pemeran Laura Basuki (Vina), Lukman Sardi (Pendeta Samuel), Ririn Ekawati (Dokter Fatimah), Ringgo Agus Rahman, Michael Jakarimilena, Putri Nere serta para bocah asli Papua Simson Sikoway (Mazmur), Abetnego Yigibalom (Thomas), Frisca Waromi (Suryani), Razz Manobi (Yokim), dan Maria Resubun (Agnes), memang akhirnya jadi kehilangan fokus karena begitu banyaknya problematika yang ingin disampaikan.
Meski demikian, penonton akan dimanja dengan keindahan alam perawan Papua yang berbukit-bukit. Kebun ubi yang dipanen beramai- ramai, serta air sungai yang jernih dan lebar. Bocah- bocah terjun riang dari tebing ke dalam sungai dan mandi di sana.
Ciri khas film garapan Alenia Pictures, visualisasi lokasi yang begitu indah dengan dialog- dialog polos dan natural para tokoh yang direkrut dari putra daerah.
Di Timur Matahari mengisahkan Mazmur dan empat rekannya yang menghadapi tiga masalah besar. Yakni Tiom yang kekurangan guru, Tiom yang sulit diakses hingga harga kebutuhan pokok mahal, serta perang antarsuku.
Baca Juga : 10 Daerah Resmi Dapat Persetujuan Terapkan PSBB
Anak-anak ini dibawa berputar-putar dalam tiga masalah itu. Mereka menyelesaikan dengan cara mereka sendiri, dengan menyanyi di bukit- bukit beratapkan langit. Dengan bernyanyi perang suku yang dipicu terbunuhnya Ayah Mazmur, Blasius, oleh Joseph, ayah Agnes, hingga terjadi perang antarsuku dan melibatkan Michael (Michael Jakarimilena), adik Blasius yang sudah menetap di Jakarta untuk menghentikan perang tersebut.
Bersama istrinya, Vina, mereka mencoba melerai peperangan tersebut, walaupun adik bungsunya, Alex (Paul Korwa), menolak ide Michael. Menurutnya, nyawa hanya pantas dibalas nyawa. Perang jadi jalan satu-satunya. Perang pun terus berlanjut dan hanya selesai saat Mazmur dan kawan- kawan turun di tengah- tengah perang. Menyanyikan lagu perdamaian.
“Beras dua karung Rp 1,6 juta?” Vina (Laura Basuki) yang baru datang dari Jakarta itu terheran-heran di warung kelontong di Tiom. “Minyak goreng seliter Rp 150 ribu? Pantesan, gimana nggak minta merdeka?!”
Sekali lagi Ari Sihasale sebagai sutradara telah berhasil mengangkat problematika Papua, Pulau besar di bagian timur yang menyimpan masalah berkali- kali lipat lebih berat dibandingkan yang dihadapi Jawa. Perbandingannya seperti langit dan sumur.
Dari Timur Matahari menyihir kita untuk diam sejenak, mendengarkan lantun dari timur, dari negeri yang terlebih dahulu mendapat sinar matahari.