MALANGTIMES - Dinginnya angin khas pegunungan lembut menerpa wajah setiap para pengunjung yang datang, ketika memasuki Kawasan Agrowisata Kebun Kopi Kalisat Jampit di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar dua jam perjalanan, ketika melewati rimbunnya hutan belantara yang lebat. Khas daerah pegunungan, pohon – pohon tinggi dengan usia puluhan tahun masih berdiri tegak.
Baca Juga : Jadi Tren Warna 2020, Intip Mix and Match Gaya Hijabers Pakai Nuansa Biru Klasik
Keluar dari hutan lebat, pemandangan elok memanjakan mata langsung tersaji, seakan menyambut setiap tamu yang datang.
Disebelah kanan, jajaran gunung – gunung tinggi yang sudah tak aktif terlihat menjulang ke angkasa. Sementara di sebelah kiri, hamparan kebun kopi menambah elok pemandangan pagi itu.
Setiba di sebuah persimpangan, saat akan menuju ke salah satu bukit yang kini banyak dibicarakan wisatawan. Bukit Megasari namanya.
Bukit dengan ketinggian 1.698 mdpl ini memang sedang menjadi perbincangan. Utamanya dikalangan atlet atau wisatawan penghobi olahraga ekstrem paralayang.
Bukan hal aneh jika mereka membicarakan soal bukit ini. Karena memang tak banyak lokasi take off paralayang yang ada di Jawa Timur.
Bukit Megasari mulai diperkenalkan oleh klub paralayang Bondowoso, Elang Ijen Paragliding, sebagai pilihan lokasi take off untuk olahraga dirgantara sejak awal 2015 lalu.
Jalan yang harus di lalui tak bisa dibilang mudah. Selain menanjak, medan jalan yang berupa tanah dan bebatuan masih menjadi pekerjaan rumah untuk segera dibenahi.
Jika anda bertandang saat musim kemarau mungkin kondisinya akan lebih baik daripada saat musim hujan. Jalanan akan berubah menjadi kubangan lumpur yang becek.
Untuk melewatinya juga dibutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya. Namun kondisi yang demikian justru menjadi sensasi tersendiri yang asyik.
Disepanjang perjalanan menuju puncak bukit megasari ini, kita hanya akan melihat tanaman kopi saja. Beberapa kopi rakyat dan sisanya kopi milik PTPN XII Kalisat.
Beruntung jika Anda berkunjung saat musim bunga kopi mekar. Wangi bunga kopi yang sedang bermekaran ditambah suasana khas pegunungan rasanya kombinasi sempurna untuk sebuah perjalanan panjang.
Butuh setidaknya 30 menit perjalanan dari persimpangan jalan utama untuk sampai di puncak Bukit Megasari.
Turun dari mobil, hamparan pemandangan alam menyambut saya di ketinggian 1.698 mdpl. Untuk beberapa saat saya tak mampu berkata – kata. Semilir angin, suara burung, jajaran gunung – gunung, pasti menghipnotis siapapun yang datang ke bukit ini.
Beberapa detik kemudian, mulai mampu beradaptasi. Dengan angin dan cuaca dingin yang terasa hingga ke tulang. Saat itu, arahkan pandangan ke berbagai penjuru.
Beruntung cuaca saat itu cerah, matahari tak terlalu menyengat. Awan putih terlihat berarak indah di langit yang biru.
Lokasi take off paralayang ini sudah mulai berbenah. Dari apa yang saya dengar sebelumnya, awalnya tak ada satupun fasilitas pendukung di bukit ini.
Namun saat ini kawasan take off sendiri sudah diberi paving. Terlihat juga beberapa pondok yang dimanfaatkan untuk bersantai sembari menikmati pemandangan.
Memang, mayoritas wisatawan yang datang ke bukit ini masih kalangan tertentu. Biasanya atlet – atlet paralayang, gantole dan paramotor yang mencoba terbang dari Megasari.
Dari yang saya ketahui, respon para pilot paralayang dan paramotor semua memuji keindahan alam Bondowoso yang terlihat dari Megasari.
Bahkan tak sedikit dari atlet ini yang menganggap Megasari adalah salah satu lokasi take off terbaik yang dimiliki Indonesia.
Saat berbincang dengan salah pilot paralayang asal Batu, Jawa Timur, Rika Wijayanti yang pernah menjajal terbang dari Bukit Megasar.
Baca Juga : 6 Warna Ini Bakal Mendominasi Tren Fashion 2020, Apa Saja?
Rika yang merupakan Pilot peraih juara 1 katagori penerbang putri dalam Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Paralayang di Batu beberapa waktu lalu ini bahkan memberi nilai 8 untuk spot Bukit Megasari.
“Spotnya lebih menantang karena tinggi bukit serta areal yang luas dikelilingi kebun kopi. Menantang karena kalau salah bisa jatuh ke kebun kopi. Selain itu pemandangannya juga indah, kalau dinilai angkanya 8,” komentar Rika usai menjajal terbang dari Megasari saat kejuaraan Ijen Flying Festival November lalu.
Tak jauh berbeda, Ifa Kurniawati yang merupakan atlet peraih dua kali juara dunia paralayang ini menilai Bukti Megasari memiliki segudang keunggulan untuk dikembangkan menjadi spot paralayang terbaik. Salah satunya adalah pemandangan yang indah karena letaknya dikelilingi gunung.
“Durasi terbang dari bukit ini lumayan lama, areal landing juga luas jadi ideal. Pemandangannya hijau semua indah sekali,” kata Atlet asal Singosari Malang ini.
Pilot yang berlaga pada kejuaraan Ijen Flying Festival yang saya temui hampir semuanya sepakat bahwa Megasari punya peluang dan berpotensi dikembangkan menjadi area pelatihan atlet – atlet muda yang berminat pada olahraga ekstrim ini.
Ini diamini oleh Bupati Bondowoso, Amin Said Husni. Dalam benaknya, Megasari selain akan menjadi lokasi take off bagi para atlet juga akan menjadi salah satu tujuan wisata. Kedepan akan dibuka objek wisata paralayang dengan pilot berlisensi tandem di kawasan ini.
“Kita sudah punya potensi itu. Sekarang sedang kami kembangkan dimulai dengan pembibitan atlet paralayang yang nantinya akan menjadi instruktur disana,” kata Amin Said Husni.
Salah satu pilot paralayang asal Bondowoso, Wahyudi Widodo yang juga saya temui sempat bercerita bahwa dari sekian banyak spot paralayang yang pernah dicobanya, Megasari salah satu yang terbaik.
“Jarak antara take off dan landing diperkirakan mencapai 3 km. Kalau angin sedang baik terbang bisa sampai 20 hingga 30 menit. Disini karakteristik take off baik karena punggung bukit panjang dan angin relatif tenang,” ceritanya.
Bagi Anda yang tak berminat untuk terbang, Megasari masih terbuka untuk dikunjungi. Bukit ini juga dinilai cocok untuk lokasi lari lintas alam, bersepeda atau sekedar bersantai menikmati matahari terbit dan terbenam. Konon, ini lokasi terbaik untuk melihat matahari terbit selain dari Gunung Ijen dan Raung tentunya.
Saat kembali mengarahkan pandangan ke berbagai arah. Satu hal yang baru di sadari. Ternyata dari Megasari saya bisa melihat banyak hal.
Dari atas bukit terlihat hamparan kebun kopi yang sangat luas. Dari yang saya ketahui, luas seluruh kebun kopi di dataran Ijen ini mencapai 5.700 hektar lebih. Waw, fantastis.
Dari atas Megasari saya juga bisa melihat desa – desa di bawah kaki Ijen. Terlihat kecil dari ketinggian dan tak seberapa luas jika dibanding hamparan alam yang tersaji di depan mata.
Saat diarahkan pandangan ke arah Timur, terlihat Gunung Kawah Ijen yang amat tersohor itu. Dari kejauhan saya pikir saya melihat kepulan asap yang berasal dari dapur belerang Gunung Ijen.
Sementara di arah Tenggara terelihat hamparan padang savana luas dengan bukit – bukit kecil disekitarnya. Ya, itulah Kawah Wurung yang luasnya mencapai 96 hektar.
Dan saat menghadapkan pandangan ke arah Selatan disanalah terlihat puncak Gunung Raung. dan diarah Timur Laut kita juga bisa melihat Gunung Baluran. Melihat semua keindahan itu tersaji di satu tempat, saya tak mampu mengambarkannya dengan kata – kata.
Saat ini, sudah mulai banyak pelancong dari berbagai daerah yang datang ke bukit ini. Entah sekedar melihat pemandangan, berfoto bahkan menginap. Biasanya, mereka yang menginap menantikan momen saat matahari terbit yang konon sangat indah jika dilihat dari Megasari.
"Sedangkan saya masih menantikan saat yang tepat untuk kembali melihat momen penting itu." (*)