Lima Penghalang Manusia Jadi Saleh: Renungan Sayyidina Ali yang Masih Menggetarkan Zaman

Editor

Yunan Helmy

12 - Dec - 2025, 10:10

Ilustrasi lima hal yang menjadi penghalang manusia menjadi saleh.(ist)

JATIMTIMES - Di tengah dunia yang makin berisik, seseorang sebenarnya sedang mengejar satu hal yang selalu terasa jauh, yakni menjadi pribadi yang lebih baik. Sejak berabad-abad lalu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib sudah memberi peta sederhana tentang apa yang membuat manusia sulit menjadi saleh. 

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul Ibad meneruskan pesan itu, dan entah kenapa, justru terasa semakin relevan hari ini.

Baca Juga : Khutbah Jumat 12 Desember: Mari Bersedekah dan Peduli di Tengah Bencana Aceh dan Sumatera

Sayyidina Ali menjelaskan bahwa seandainya tidak ada lima perkara, niscaya setiap manusia akan menjadi hamba yang baik. Lima itu bukan musuh dari luar, melainkan jebakan yang sering kita pelihara sendiri. 

Yang pertama adalah kepuasan pada kebodohan. Ini bukan sekadar tidak tahu, tetapi berbahaya ketika seseorang berhenti belajar dan merasa cukup. 

Nabi Muhammad SAW menegaskan lewat riwayat Imam Hakim, “Allah murka terhadap setiap ilmuwan dunia, tetapi bodoh ilmu akhirat.” 

Ad-Dailami bahkan meriwayatkan sabdanya: “Dosa orang yang alim itu satu, tetapi dosa orang yang bodoh itu dihitung dua.” Ilmu yang stagnan ternyata bisa menjadi awal dari rusaknya batin.

Penghalang berikutnya adalah kerakusan pada dunia. Bukan soal punya harta, namun rasa tak pernah puas yang terus menggerogoti ketenangan. Nabi SAW bersabda, “Zuhud terhadap dunia menjadikan hati dan badan nikmat, sedangkan cinta kepadanya menjadikan hati dan badan lelah.” Di era ketika pencapaian dipamerkan setiap hari, pesan ini seperti jeda yang mengingatkan kita untuk menata ulang prioritas.

Kemudian ada sifat kikir, enggan berbagi meski memiliki kelebihan. Imam Hakim meriwayatkan sabda Rasulullah SAW, “Alangkah baik dunia bagi orang yang menjadikannya sebagai bekal untuk akhiratnya hingga ia diridhai Tuhannya. Alangkah jeleknya dunia bagi orang yang dihalangi olehnya dari akhiratnya dan dicegah dari rida Tuhannya.” Dunia sebenarnya bukan musuh; manusialah yang menentukan apakah dunia menjadi bekal atau belenggu.

Baca Juga : Pasar Properti Membaik, Graha Bangunan Blitar Dorong Penjualan Lantai Taco dengan Promo Akhir Tahun

Lalu muncul penyakit halus yang sering tak disadari: riya. Amal yang seharusnya murni justru berubah menjadi panggung. Ad-Dailami meriwayatkan sabda Nabi SAW, “Orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang yang memberitahukan kepada orang lain bahwa dalam dirinya ada kebaikan, padahal hal tersebut tidak ada.” 

Bahkan dalam riwayat Imam Bukhari, pesannya semakin tegas: “Siapa pun yang pamer diri kepada orang lain tentang ketakwaan lebih dari yang ada pada dirinya, maka dia adalah orang munafik.” Abu Nu’aim menambahkan, “Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi semua orang yang riya.” Amal yang pudar keikhlasannya, akhirnya membakar pelakunya sendiri.

Terakhir, ada sikap membanggakan akal sendiri. Ini musuh yang paling sunyi. Ketika seseorang merasa paling pintar, paling benar, paling paham, maka ia berhenti menerima nasihat dan sulit merendahkan hati. Sayyidina Ali mengingatkan bahwa kesombongan intelektual hanya akan menutup pintu hidayah.