MALANGTIMES - Aksi damai yang dilakukan Aremania dengan menggelar street soccer (sepak bola di jalan) di depan Balai Kota Malang pagi ini didasari dua tuntutan. Pertama, meminta organ Yayasan Arema tahun 2009 menemui Aremania. Kedua, melakukan mediasi damai terkait kejelasan konflik dualisme Arema yang hingga saat ini masih berjalan.
Intinya, Aremania tidak ingin lArema terpecah menjadi dua karena konflik internal PSSI beberapa tahun lalu. Di Malang sendiri, muncul dua nama Arema, yakni Arema FC dan Arema Indonesia, yang keduanya mengklaim kepemilikan nama besar tersebut.
Baca Juga : Besok, Ada Aksi Soccer Street AFC Vs AI di Depan Balai Kota Malang
Masih adanya dualisme itu membuat Aremania resah. Sehingga di tengah ketidakjelasan kompetisi sepak bola nasional akibat pandemi covid-19 saat ini, mereka memilih sedikit meluangkan waktu untuk refresh kembali ingatan dan melakukan aksi damai.
Pada rilis yang diterima media ini, tim media center dari Malang Make Great Again (MMGA) mengaku memiliki dua tuntutan yang diharap bisa dibantu oleh Pemerintah Kota Malang untuk menyelesaikan dualisme yang terjadi..
"Meminta organ Yayasan Arema tahun 2009 turun temui Aremania. Mediasi damai untuk kejelasan konflik dua Arema di Indonesia. Dan meminta siapa pun instansi di pemerintahan untuk memfasilitasi membantu memanggil dan mendatangkan organ Yayasan Arema bertemu dengan Aremania," tulis MMGA pada rilis resminya Senin (16/11/2020).
Sebagai informasi, konflik dualisme Arema telah berlangsung lebih kurang 9 tahun sejak 2011. Dualisme itu mengancam hilangnya identitas asli klub Arema, kebanggaan Aremania.
Aremania menganggap konflik dualisme Arema ini telah merusak pikiran, hati, jiwa, persaudaraan dan mencoreng nama baik masyarakat Malang Raya, khususnya Aremania, di pentas panggung sepak bola Indonesia.
Baca Juga : Enggan Berurusan dengan Imigrasi, Pelatih Arema FC Tetap di Indonesia
Adapun organ Yayasan Arema yang ingin ditemui yakni semua organ yang masih aktif atau nonaktif. Setidaknya nama-nama yang ada berdasarkan SK Menkum-HAM tahun 2012 dengan akta notaris Nurul Rahadianti SH Nomor AHU-AH 01.06.317.
Di dalamnya, setidaknya sampai tahun 2015 diakui Kemenkum HAM masih sah menjabat sebagai organ Yayasan Arema adalah Darjoto Setyawan sebagai pembina, Bambang Winarno sebagai pengawas, Muhammad Nur sebagai ketua, dan Rendra Kresna sebagai bendahara. Sedangkan sekretaris Yayasan Arema Mudjiono Mudjito telah meninggal dunia.