MALANGTIMES - Lima hari sepeninggal Penyair masyhur Tanah Air, Sapardi Djoko Damono, ternyata sosok Usman Arrumy yang pernah mengenalkan syairnya di bumi Mesir mengaku pada Hari Jum'at (17/7) sudah merasa tidak enak, merasa bahwa Eyang (sapanya pada Sapardi) akan pergi dalam waktu dekat.
“Hari Jum'at saya sudah merasa nggak enak. Merasa bahwa Eyang akan pergi dalam waktu dekat,” ungkapnya pada JatimTIMES pada Jum'at (24/7/2020).
Baca Juga : Santet Brojo Paling Mematikan di Indonesia, Berasal dari Satu Wilayah di Jatim
Usman adalah penyair subur, karya Sapardi yang bertajuk “Duka-Mu-Abadi” telah sukses diterbitkan oleh penerbit Mesir “Dar Tweeta” versi bahasa arab dengan tajuk “Hammuka Da'imun”. Merasa dukanya akan abadi, Usman terkenang pertemuan pertamanya dengan Penyair Hujan Bulan Juni yang saat itu berlangsung selama 4 Jam pada malam hari.
“Saat itu saya baru pulang dari Mesir, langsung ke rumah Beliau,” terangnya.
Menurut penjelasannya, pertemuan kali pertama bersama Sapardi bertepatan di bulan Juni, 2017. Sapardi, sangat berbeda dengan apa yang selama ini ia duga. Dikenalnya, ternyata Sapardi sepuh sangat Humble dan sangat milenial.
Dua kali, pria yang kini masih menempuh Pendidikan di Al-Azhar, Kairo, Mesir ini, pernah sempat mengundang Sapardi untuk acara di Yogyakarta dan di TIM Jakarta, dan oleh Sapardi kala itu langsung diamini. Padahal, Sapardi sepuh sering kali rutin Chek-up darah di Rumah Sakit. Usman mengenal sosok Sapardi adalah tipikal orang yang memasyarakatkan Puisi, dan ia mengaku bisa menulis puisi lantaran Sapardi.
“Saya jujur saja, bisa akhirnya menulis puisi antara lain karena Beliau,” ucapnya.
Hal paling unik dikenali Usman, sosok Sapardi berada di segala usia. Di usia senja, Sapardi tetap mengikuti perkembangan bahasa millenial. Terjadi ketika acara di Jogja saat Usman bertanya pada Sapardi saat sedang mengamati handphone. “Eyang lagi chat sama siapa?” tanyanya.
“Ah, kamu ini kepo saja,” jawab Sapardi.
Keunikan lain Sapardi, tergambar melalui karya-karyanya. Hujan Bulan Juni, yang awalnya puisi ditafsirkan ke dalam musikalisasi, ditafsirkan lagi ke dalam komik, ditafsirkan lagi menjadi buku gambar, ditafsirkan lagi menjadi novel, ditafsirkan lagi menjadi film. Unik. Sekalipun belum ada penyair di Indonesia yang puisinya ditafsirkan ke dalam beragam bentuk seperti itu.
Pada kesempatan acara di Jogja, Sapardi pernah menangis. Senada yang diungkapkan Usman yang pada saat itu berada tepat di sampingnya. “Waktu acara di Jogja, sebelum acara dimulai ada mauludan. Waktu Mahalul Qiyam, beliau menangis," ungkapnya.
Sapardi dan khas topi pet yang seringkali ia gunakan, usai “Hammuka Da'imun” terbit, Sapardi menawarkan apa yang bisa diberikan kepada Usman. Tidak pikir panjang, Usman meminta topi pet paling lama yang kerap Sapardi gunakan.
Baca Juga : Ingin Menikmati Gerhana Matahari Cincin dengan Aman? Ini Tipsnya
Hingga pertemuan saat topi pet digunakan Usman di hadapan Sapardi, dengan nada khas Jawa Sapardi berkomentar, “jebul topine pantes dienggo gundulmu (ternyata topinya pantes dipakai kepala mu, red.)”
Konon topi pet tersebut dibeli sekitar tahun 1995-1996 di Amerika. Pria asal Demak, Jawa Tengah itu, pun mengirim chat Sapardi pada JatimTIMES.com ketika ia mengonfirmasi soal topi pet dan Babad yang telah sampai di Kairo, Mesir.

“Kematian merupakan hal yang pasti, maka berbuatlah sesuatu agar ada yang meneruskan perjalanan,” tutup Usman.
Bahwa kematian telah meninggalkan warna muram di ruang senyap
Bahwa Kematian telah melipat jarak antara yang sepi dan yang riuh di dada kami
Hujan turun di bulan Juni, tapi basahnya baru sampai di bulan Juli.
(Petikan Puisi "Sapardi Kini" karya Usman Arrumy)
