MALANGTIMES - Limpahan sinar UV (ultraviolet) di Indonesia ternyata sangat berguna dalam kondisi pandemi covid-19 sekarang. Dari laporan penelitian tim Universitas Brawijaya (UB) dan BMKG, jumlah orang yang terinfeksi corona jauh lebih sedikit di wilayah dengan indeks sinar ultraviolet matahari yang tinggi dan tidak ada pencemaran udara masif.
Sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA dan protein virus sehingga bisa menginaktifkan virus di udara, bahkan yang menempel di benda-benda padat.
Baca Juga : Hasil Rapid Test di Kecamatan Lawang, Lebih dari 10 Persen Reaktif Covid-19
Hal ini disampaikan oleh guru besar biologi sel dan molekuler Universitas Brawijaya (UB) Prof Drs Sutiman Bambang Sumitro. "Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar ultraviolet dari matahari mampu membersihkan corona yang ada di udara," ujar Prof Sutiman.
Pantas saja di negara-negara subtropis seperti Amerika Serikat, Italia, Spanyol yang indeks UV-nya rendah dan pencemaran udaranya tinggi, jumlah penderita covid-19 sangat banyak. Di sana banyak orang tertular melalui media udara (airborne).
Menurut Sutiman, indeks UV yang tinggi umumnya didapatkan pada siang hari. Dengan demikian, di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus corona.
Namun, perlu diingat, UV tinggi kurang baik bagi orang subtropis berkulit putih. Tetapi, bukan masalah bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi.
"Meski demikian, bagi penduduk yang jarang ada di luar ruangan, kulit manusia juga bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV. Miisalnya di pantai atau di gunung tinggi," papar Sutiman.
Masih kata Sutiman, kemampuan sebagai disinfektan dari sinar UV ini juga dimanfaatkan untuk sterilisasi angkutan umum seperti bus dan kereta api. Bahkan UV dipakai untuk sterilisasi atau membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit. "Sebenarnya kita tidak perlu melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada siang hari," imbuhnya.
Sutiman mengingatkan, keuntungan mendapatkan limpahan sinar UV ini juga harus didukung dengan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah. Antara lain menjaga jarak dan memakai masker. Sebab, keberadaan sinar UV akan sia-sia jika tidak didukung pola hidup sehat.
Baca Juga : Reaktif, ASN di Kota Malang ini Beri Hasil Mengejutkan Usai Konsumsi Obat Herbal
Jadi, meskipun mendapatkan sinar UV banyak tapi bila masih banyak warga berkerumun di tempat-tempat umum, maka kasus covid-19 baru yang muncul juga masih akan ada.
"Kita harus mensyukuri berkah limpahan sinar UV matahari ini dengan melakukan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah, seperti menghindari kerumunan, menjaga jarak, dan memakai masker. Lebih dari itu, kita harus menumbuhkan empati agar tidak menjadi penular karena ada orang-orang dengan kondisi tertentu rentan untuk menderita keparahan ketika terinfeksi covid-19," ungkapnya.
Diketahui, di Indonesia dan wilayah tropis lainnya, kemungkinan besar penularan terbanyak diperkirakan bukan dari airborne (melalui udara), namun lebih banyak dari kontak orang ke orang.
Sementara itu salah satu peneliti yang juga bekerja sama dengan Prof Sutiman, Dr Novanto Yudistira dari Lab Sistem Cerdas Filkom, mengatakan bahwa penelitian ini menggunakan teknik analisis big data dan machine learning yang dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.
Big data yaitu menganalisis data yang besar dari berbagai sumber di internet yang berubah setiap harinya. Sedangkan machine learning yaitu memprediksi perkembangan pandemi dengan big data dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer.