MALANGTIMES - Video yang tengah viral, menunjukkan salah seorang kepala daerah yang mengkritik aturan para menteri yang beberapa kali berubah-ubah sehingga membuat bingung dan pusing kepala daerah.
Video viral dengan durasi 02.06 menit tersebut menunjukkan kepala derah beserta beberapa jajaran perangkat daerah bingung dan pusing terkait implementasi aturan yang dibuat oleh para menteri, terkait upaya peyaluran bantuan untuk masyarakat yang terdampak Covid-19.
Belum diketahui kapan video viral tersebut diambil, yang jelas sejak hari Minggu (26/4/2020) pagi sudah ramai di media sosial dan WhatsApp Group.
Diduga kepala daerah tersebut merupakan Bupati Bolaan Mongondow Timur, Sulawesi Utara yakni Sehan Salim Landjar. Sehan mengkritik keras aturan para menteri yang beberapa kali berubah-ubah dalam kebijakan pengelolaan Dana Desa.
"Malah menteri itu belagak tidak salah, maen rubah-rubah aturan yang bikin kita pusing. Menghadapi persoalan begini koordinasinya harus bagus. Ini seakan-akan kita kepala daerah seperti semuanya mungkin kita perampok," ucapnya dalam video viral tersebut.
Sehan dalam video tersebut juga mengungkapkan bahwa sebagai bupati agar diberikan kewenangan saja dalam mengelola bantuan pemerintah dengan diawasi oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), diawasi oleh polisi dan diawasi oleh kejaksaan.
Sekarang Sehan sebagai bupati juga bingung untuk mengubah APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dan Dana Desa, yang mengakibatkan keterlambatan penyaluran bantuan di kabupaten/ kota.
Sehan juga mengatakan bahwa sebelumnya telah terdapat aturan dari Menteri Desa yang menyuruh agar tidak menggunakan Dana Desa untuk membeli sembako, tiba-tiba turun surat dari Menteri Dalam Negeri yang diharuskan untuk melakukan antisipasi terhadap dampak Covid-19.
"Baru lagi berikut turun perubahan surat dari Menteri Desa atas kesalahan dia, yang lebih hebat di situ bahwa itu digunakan BLT (Bantuan Langsung Tunai), standarnya 600 ribu. Boltim ada 4.700 KK lebih," katanya.
"Bagaimana dengan surat dari Menteri Sosial yang PKH (Program Keluarga Harapan) tidak perlu dapat lagi sembako, tidak perlu dapat BLT, gila PKH ini dari 50 ribu sampai 200 ribu per keluarga. Ini tidak adil cara berpikir daripada para menteri," imbuhnya.
Dari aturan-aturan dari para menteri yang menurut Sehan membingungkan dan membuat dirinya pusing dalam mengelola anggaran untuk disalurkan kepada masyarakat yang terdampak akibat Covid-19 akibat dari aturan para menteri yang sering berubah-ubah, Sehan akhirnya mengambil kebijakan agar penerima PKH mendapatkan bantuan juga.
"Makanya saya ambil kebijakan, saya mengambil kebijakan bahwa PKH tetap harus mendapatkan, aparat desa harus dapat," tegasnya.