MALANGTIMES - Mei 2019 lalu, pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Perdagangan memasukkan produk handphone (Hp) merek Huawei besutan China ke daftar hitamnya.
Kondisi itu membuat Huawei tak bisa lagi menjalin kerja sama dengan perusahaan AS, dalam memenuhi kebutuhan teknologi yang dibuat oleh Google, seperti sistem operasi android.
Baca Juga : Keren! Ini Robot untuk Sterilisasi dan Disinfeksi Ruang Isolasi Pasien Covid-19
Sanksi dengan dimasukkannya Huawei dalam daftar hitam itu berlaku bagi seluruh produk yang dipasarkan di bulan Mei 2019.
Hal ini dinyatakan oleh Direktur hukum Android & Google Play, Tristan Ostrowski, seperti dilansir dari The Verge (24/2/2020).
"Karena batasan pemerintah, perangkat baru Huawei yang meluncur setelah 16 Mei 2019 tidak bisa menggunakan proses keamanan Google," tulisnya dalam blog resmi Android.
Proses sertifikasi keamanan Huawei tak lagi bisa dilakukan Google. Serta Google pun tak bisa menyediakan aplikasinya, seperti Gmail, Maps, YouTube, Play Store dan lainnya untuk diinstal dan diunduh di perangkat Huawei yang dipasarkan setelah 16 Mei 2019.
Sanksi itu pun berdampak pada para pengguna Huawei. Khususnya terkait keamanan saat menginstal sebuah aplikasi yang tidak tersertifikasi. Secara tegas Google memperingati para pengguna Huawei yang mencoba untuk menyusupkan aplikasinya dari pihak ketiga.
"Google tak bisa menjamin apakah aplikasi yang disusupkan merupakan aplikasi asli yang bersih dari Malware," ujar Tristan yang mengakhiri tulisannya dengan memberikan tips untuk mengecek perangkat ponsel pengguna yang dilindungi Google Play Protect.
Yakni, dengan cara masuk ke menu Google Play Store, dan cari settings. "Akan terlihat sertifikasi perlindungan Play Protect di menu,".
Di pihak Huawei sendiri, setelah masuk dalam daftar hitam AS, sejak 7 tahun sebelum ramainya polemik telah mengantisipasi persoalan itu. Dimana, dari hasil "pembicaraan tepi danau" begitulah rapat tertutup yang dihadiri kelompok kecil eksekutif Huawei Technologies yang dipimpin oleh pendiri Ren Zhengfei, menyebutnya.
Dari rapat tertutup selama berhari-hari di sebuah vila yang menghadap ke sebuah danau di Shenzhen, China, hingga dikenal sebagai pembicaraan tepi danau, lahirlah ide untuk membuat OS sendiri. Mereka khawatir ketergantungan pada Android dapat membuat perusahaan rentan terhadap larangan AS di masa depan.
Baca Juga : Keren! Ini Robot untuk Sterilisasi dan Disinfeksi Ruang Isolasi Pasien Covid-19
Ternyata, hal itu terjadi. AS memasukan Huawei yang dituduhnya dijadikan alat untuk memata-matai pemerintah AS, dalam daftar hitamnya.
Huawei resmi mendaftarkan merek Huawei HongMeng di China dan merek Ark di Uni Eropa, untuk menggantikan OS. OS besutan itu pun sedang diujicobakan dan ditarget akan dirilis akhir tahun 2019 atau awal tahun depannya. OS HongMeng diklaim sudah diujicobakan di perangkat Xiaomi hingga Vivo. Hasilnya, kerja perangkat 60% ini lebih cepat dari sistem Android.
Secara perlahan pula, haramnya Huawei memakai Google, ditindaklanjutinya. Dengan mengganti layanan Google dengan perusahaan-perusahaan lain.