JATIMTIMES - Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, tengah ramai jadi perbincangan publik setelah tayangan program Xpose Uncensored Trans7 pada Senin (13/10/2025) menuai sorotan. Tayangan itu dinilai melecehkan pesantren karena menampilkan narasi yang dianggap merendahkan martabat kiai dan santri.
Dalam cuplikan tayangan tersebut, tampak beberapa santri antre sungkem dengan Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri, KH Anwar Manshur.
Baca Juga : Tak Hanya Tinggal di Pesantren, Ini Arti Luas Kata Santri yang Penuh Makna
“Kiai yang kaya raya tapi umat yang kasih amplop. Bukan hanya santri usia anak-anak tapi bapak-bapak pun ketemu kiyainya masih ngesot untuk mencium tangan. Dan yang mencengangkan yang mencium tangan itulah yang kasih amplop.” demikian narasi saat menampilkan video KH Anwar Manshur.
Pernyataan itu langsung menuai kecaman. Tagar #BoikotTrans7 pun menjadi trending di media sosial, khususnya di platform X (Twitter). Banyak warganet yang kemudian penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang sejarah serta kiprah Pondok Pesantren Lirboyo, salah satu pesantren tertua dan terbesar di Jawa Timur.
Berikut ulasan tentang sejarah berdirinya Ponpes Lirboyo, perjalanan pendirinya, dilansir dari berbagai sumber.
Awal Berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo
Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo berlokasi di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh KH Abdul Karim atau yang akrab disapa Mbah Manab pada tahun 1910.
Lahir di Magelang, Jawa Tengah pada 1856, KH Abdul Karim adalah putra dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Sejak usia 14 tahun, Mbah Manab sudah menimba ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya, di antaranya Pesantren Trayang Kertosono, Pesantren Sono Sidoarjo, Pesantren Kedungdoro Surabaya, hingga berguru selama 23 tahun kepada Syaikhona Kholil Bangkalan.
Di usia 40 tahun, KH Abdul Karim masih haus akan ilmu dan kembali belajar kepada ulama besar, KH Hasyim Asy’ari, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Pada tahun 1908, Mbah Manab menikah dengan Siti Khodijah, putri Kiai Sholeh Banjarmlati dari Kediri. Dua tahun kemudian, pasangan ini menetap di Desa Lirboyo, daerah yang saat itu dikenal terpencil dan disebut wingit atau rawan kejahatan.
Namun justru di tempat itulah, KH Abdul Karim melihat potensi besar untuk berdakwah dan memperbaiki akhlak masyarakat. Ia mendirikan sebuah surau kecil untuk mengajarkan agama Islam kepada warga sekitar. Santri pertamanya bernama Umar, asal Madiun. Dari sinilah cikal bakal Pondok Pesantren Lirboyo lahir.
Seiring waktu, jumlah santri yang belajar kepada KH Abdul Karim terus bertambah. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1913, Mbah Manab mendirikan pesantren yang lebih besar lengkap dengan sebuah masjid bernama Masjid Lawang Songo, dinamakan demikian karena memiliki sembilan pintu.
Sistem pendidikan yang diterapkan di Lirboyo mengedepankan ajaran salaf (tradisional). Santri diajarkan memahami kitab kuning dengan metode klasik seperti sorogan dan bandongan. Pola pengajaran ini masih dipertahankan hingga sekarang. Adapun KH Abdul Karim adalah kakek dari pengasuh Lirboyo saat ini, KH Anwar Manshur.
Tak hanya menjadi pusat pendidikan Islam, Pesantren Lirboyo juga punya sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para santrinya ikut turun ke medan pertempuran, termasuk dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Kini, Ponpes Lirboyo dikenal memiliki 15 unit pondok di bawah naungan lembaga utama. Di antaranya:
• Pondok Pesantren Lirboyo (Induk)
• Pondok Pesantren Haji Mahrus
• Pondok Pesantren Haji Ya’qub
• Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi’aat
• Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi’aat Al-Quraniyyah
• Pondok Pesantren Putri Tahfidzul Qur’an
• Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusiyah
• Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah
• Pondok Pesantren HM Antara
• Pondok Pesantren Darussalam
• Pondok Pesantren Murottilil Qur’an
• Pondok Pesantren Al-Baqoroh
• Pondok Pesantren Al-Ihsan
• Pondok Pesantren HM Syarif Hidayatullah
• Pondok Pesantren Darussa’adah
Selain itu, Lirboyo juga memiliki sejumlah pondok cabang di berbagai daerah, seperti:
• Pesantren Pagung Kediri
• Pesantren Turen Malang
• Pesantren Bakung Blitar
• Pesantren Santren Blitar
• Pesantren Majalengka
Saat ini, Pesantren Lirboyo menggabungkan dua sistem pendidikan, yakni classical dan tradisional.
Sistem classical diterapkan di madrasah dengan model pembelajaran formal seperti sekolah pada umumnya, sementara sistem tradisional digunakan dalam pengajian kitab dan kegiatan bahtsul masail, di mana para santri membahas persoalan keagamaan berdasarkan kitab klasik.
Baca Juga : Jawa Timur Dilanda Cuaca Panas Ekstrem, Ini Penyebabnya Menurut BMKG
Lulusan Pondok Pesantren Lirboyo banyak yang menjadi tokoh penting di dunia Islam Indonesia. Beberapa di antaranya adalah:
• KH Said Aqil Siradj, mantan Ketua Umum PBNU, yang pernah menimba ilmu selama lima tahun di Lirboyo.
• Ning Imaz Fatimatuz Zahra, pendakwah muda yang juga aktif di media sosial, merupakan putri salah satu pengasuh pesantren ini.
• KH Marzuqi Dahlan dan KH Mahrus Aly, tokoh penting yang turut membesarkan pesantren.
Mengutip berbagai sumber, biaya pendaftaran calon santri baru di Ponpes Lirboyo relatif terjangkau. Ujian masuk dan uang pangkal masing-masing sebesar Rp15.000, serta sumbangan pembangunan Rp30.000 bagi santri baru.
Untuk biaya tahunan, nominalnya menyesuaikan dengan jenjang pendidikan:
• Ibtidaiyah (kelas I–IV): sekitar Rp627.700 per tahun
• Kelas V Ibtidaiyah: sekitar Rp642.000
• Kelas VI Ibtidaiyah: sekitar Rp698.000
• Tsanawiyah (kelas I–III): Rp658.500–Rp729.500
• Aliyah (kelas I–III): Rp664.000–Rp735.000 per tahun.