JATIMTIMES - Rebo Wekasan adalah istilah yang merujuk pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriyah. Dalam tradisi masyarakat Jawa, Sunda, hingga Madura, hari ini sering dianggap sebagai waktu yang rawan musibah dan malapetaka. Karena itu, sebagian masyarakat memilih menjalankan pantangan tertentu sekaligus memperbanyak doa dan ibadah sebagai bentuk ikhtiar tolak bala.
Namun, dalam Islam, keyakinan tersebut tidak sepenuhnya memiliki dasar kuat. Memang ada sebuah hadis dha‘if yang menyebutkan:
Baca Juga : Melihat Geliat Jasa Foto Keliling di Kota Malang, di Tengah Era Gempuran Digital
“Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” (HR. Waki‘)
Tetapi Nabi Muhammad SAW menegaskan dalam hadis shahih:
"Tidak ada penularan (penyakit dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (takhayul sial), dan tidak ada Safar (bulan sial).” (HR. Bukhari & Muslim)
Meski keyakinan ini lebih bersifat tradisi dan budaya, tak sedikit masyarakat yang masih memegang teguh pantangan di hari Rebo Wekasan. Dilansir dari beberapa sumber, berikut beberapa hal yang tidak boleh dilakukan saat Rebo Wekasan.
1. Keluar Rumah Tanpa Keperluan Mendesak
Pantangan pertama yang sering diyakini adalah larangan keluar rumah. Banyak orang memilih tetap berada di rumah selama Rebo Wekasan karena diyakini keluar tanpa tujuan penting bisa meningkatkan risiko terkena musibah.
2. Bepergian Jarak Jauh
Perjalanan jauh, baik untuk urusan pribadi maupun pekerjaan, biasanya dihindari pada hari ini. Masyarakat percaya bepergian di hari Rebo Wekasan bisa membawa risiko lebih besar dibanding hari-hari biasa. Karena itu, mereka menunda bepergian hingga hari berikutnya.
3. Melakukan Pekerjaan Berat atau Berbahaya
Aktivitas fisik yang berisiko tinggi, seperti memanjat, menggunakan alat tajam, atau pekerjaan yang rentan kecelakaan, sebaiknya dihindari. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk ikhtiar untuk menjaga keselamatan diri pada hari yang diyakini rawan musibah.
Baca Juga : Fraksi PKB DPRD Jatim Soroti Porsi Belanja Operasi: Terlalu Tinggi, Masih Rutin Oriented
4. Menggelar Pesta atau Perayaan Besar
Beberapa masyarakat meyakini bahwa acara penting seperti pernikahan, khitanan, atau pesta besar tidak baik dilakukan saat Rebo Wekasan. Mereka lebih memilih hari lain yang dianggap lebih membawa keberkahan.
5. Memulai Usaha atau Proyek Baru
Hari Rebo Wekasan juga dianggap kurang tepat untuk memulai sesuatu yang baru, baik bisnis, pekerjaan, maupun keputusan besar lainnya. Tradisi ini berakar pada keyakinan bahwa langkah besar di hari ini bisa membawa kesialan atau hasil yang kurang baik.
Makna di Balik Pantangan Rebo Wekasan
Pantangan-pantangan tersebut bukan sekadar larangan tanpa alasan. Justru, masyarakat menjadikannya sebagai cara untuk lebih berhati-hati, memperbanyak doa, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan mengurangi aktivitas yang berisiko, hari Rebo Wekasan dimaknai sebagai momen untuk introspeksi diri dan meningkatkan keimanan.
Meski sebagian orang menganggap Rebo Wekasan hanya sekadar mitos, tradisi ini masih hidup di tengah masyarakat hingga kini. Bagi yang mempercayainya, pantangan-pantangan di atas dijalankan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai bentuk ikhtiar menjaga keselamatan sekaligus memperkuat spiritualitas.
Jadi, apakah kamu termasuk yang masih memegang tradisi Rebo Wekasan atau memilih menjalani hari seperti biasa?