Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Profil

Keumalahayati, Laksamana Perempuan Pertama di Dunia yang Pimpin Pasukan Janda hingga Kalahkan Belanda 

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Nurlayla Ratri

21 - Sep - 2023, 17:56

Placeholder
Laksamana perempuan pertama di dunia, Keumalahayati atau banyak dikenal dengan nama Malahayati. (Foto: Kepustakaan Kongres Wanita Indonesia)

JATIMTIMES - Keumalahayati atau akrab disapa Malahayati adalah laksamana wanita pertama di dunia. Ia telah mempraktikkan emansipasi wanita jauh sebelum negeri-negeri Eropa dan Kartini mendengungkannya.

Melansir Podcast Helmi Yahya Bicara, Malahayati adalah laksamana perempuan pertama dalam pelayaran modern. Jika ada daftar 100 perempuan paling berpengaruh, Helmi Yahya mendominasikan Malahayati masuk masuk dalam daftar tersebut. 

Baca Juga : Korban Jiwa Kecelakaan Beruntun di Singosari Bertambah, Pengemudi Bus Ditetapkan Tersangka

Keumalahayati atau Malahayati yang sekarang dijadikan nama salah satu kapal perang, yakni KRI Malahayati adalah sosok pejuang perempuan dari Aceh yang luar biasa. Malahayati lahir tahun 1550 di Aceh besar. Di mana kala itu Aceh Besar merupakan wilayah dari kesultanan Aceh. 

Ayahnya adalah seorang Laksmana yang bernama Muhammad Said Syah. Kemudian kakeknya juga Laksmana, yakni Sultan Salahuddin Syah (Memerintah kesultanan aceh Sekitar Tahun 1530-1539 M). Sementara buyut Malahayati adalah Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (Pendiri Kerajaan Aceh Darussalam memerintah Tahun 1513-1530 M). 

Suami Malahayati yang bernama Zainal Abidin juga seorang Laksamana. Usai tamat pesantren, Malahayati masuk ke dalam Akademi Militer dan masuk dalam perempuan pelajar militer. 

Malahayati juga pernah bekerja sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana. Ia bahkan menjadi panglima rahasia dan panglima yang memimpin protokol dari istana. 

Sampai suatu hari, Aceh diserang oleh Portugis dan diperkusi pada pertengahan atau awal-awal abad ke-16 itu baru saja menundukkan Melaka. Malaka itu adalah wilayah yang dekat dengan Aceh. 

Portugis kala itu bermaksud untuk menyerang Aceh. Sehingga suami Malahayati sebagai panglima dipanggil dan akhirnya berperanglah Aceh melawan Portugis. Menang sebenarnya Aceh, tetapi banyak korban berjatuhan. 1000 orang tentara menjadi korban perang termasuk Zainal Abidin, Laksamana yang merupakan suami dari Malahayati. 

Setelah suaminya terbunuh akhirnya Malahayati mengumpulkan para janda-janda yang suaminya gugur dalam perang, yakni ada lebih dari 2.000 orang. Malahayati pun membuat pasukan perempuan yang namanya Inong bBlee. Inong Balee adalah pasukan para janda. 

Inong Balee yang dipimpin oleh Malahayati pun kala itu juga bertempur melawan pasukan Belanda, yang hendak menguasai Aceh dan terjadilah pertempuran yahg dahsyat. 

Pasukan Belanda itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman yang memasuki pelabuhan Aceh Juni 1599. Mulanya kedatangan duo Belanda itu disambut baik oleh Sultan Aceh. Namun seiring waktu keduanya banyak membuat ulah.

Mereka memanipulasi perdagangan, mengacau, dan menghasut rakyat melawan kerajaan. Sultan yang habis kesabaran memerintahkan Keumalahayati mengenyahkan para pengacau Belanda itu dari bumi Serambi Makkah.

Pertempuran sengit tak terelakan. Keumalahayati dan pasukan Inong Baleenya merangsek masuk ke atas geladak kapal de Houtman. Mereka lawan serdadu-serdadu de Houtman tanpa mengenal ragu dan takut. Hingga akhirnya Cornelis de Houtman meregang nyawa oleh tikaman rencong Keumalahayati. 

“Di kapal Van Leeuw telah dibunuh Cornelis Houtman oleh Hayati sendiri,sedang Frederick de Houtman ditawan,” demikian tulisan Marie van C. Zeggelen dalam Oude Glorie.

Setahun pasca peristiwa penyerbuan kapal Cornelis de Houtman, dua kapal dagang Belanda pimpinan Paulus van Caerden kembali datang ke Aceh. Mereka merompak sebuah kapal dagang Aceh yang memuat lada, menenggelamkanya, dan kemudian pergi begitu saja meninggalkan pantai Aceh. Keumalahayati gagal menangkap mereka, namun menjadi lebih waspada karenanya.

Baca Juga : Sejarah Jamasan Kiai Bonto, Wayang Krucil yang Dikeramatkan Masyarakat Blitar

Pada 31 Juni 1601 Keumalahayati mendengar kabar kedatangan rombongan kapal Belanda di Aceh. Masih geram dengan ulah van Caerden, akhirnya Keumalahayati memerintahkan armada Inong Balee menahan kapal-kapal Belanda tersebut. 

Setelah diperiksa, rombongan kapal Belanda yang dipimpin Laksamana Jacob van Neck itu ternyata bertujuan damai.  Mereka membawa surat permohonan maaf Prins Maurits yang ditujukan kepada Sultan Saidil Mukamil.

Sultan membuka diri, Keumalahayati ditunjuk sebagai diplomat resmi kesultanan Aceh. Pada 23 Agustus 1601 terjadi perundingan antara Laksamana Laurens Bicker, Komisaris Gerard de Roy dari Kerajaan Belanda, dengan Keumalahayati. Kecerdikan diplomasi Keumalahayati berhasil mendesak Belanda menyepakati empat butir perjanjian. Berikut ini isi perjanjiannya:

1. Kesultanan Aceh dan Kerajaan Aceh berdamai. 

2. Frederijck de Houtman dibebaskan dari tahanan. 

3. Belanda harus membayar kerugian kapal-kapal Aceh yang dibajak oleh Van Caerden sebesar 50 ribu Gulden. 

4. Sultan Aceh Saidilmukamil mengirim tiga orang utusan, masing-masing: Abdul hamid, Laksamana Sri Muhammad, dan Mir Hassan ke Belanda sebagai balasan atas niat baik Belanda.

Pada Juni 1602, Sir James Lancaster pemimpin armada dagang East India Company (EIC) dari Inggris datang ke Aceh membawa surat ajakan kerjasama resmi Ratu Elizabeth I. Lagi-lagi Sultan Aceh mempercayakan Keumalahayati menjadi pemimpin perundingan. 

Pilihan Sultan pun tepat, perundingan yang dipimpin Keumalahayati membawa hasil baik. Pertukaran tanda mata antara Ratu Elizabeth I dengan Sultan Aceh berlangsung.

Sepak terjak Keumalahayati sebagai panglima perang sekaligus diplomat ulung terus melambungkan reputasinya. Dunia mengenalnya sebagai palang pintu memasuki Kesultanan Aceh. Tak heran jika namanya dijadikan sebagai salah satu kapal perang milik Indonesia. 

Apa yang dilakukan Keumalahayati menunjukkan bangsa Indonesia sudah mengenal emansipasi wanita, jauh sebelum Kartini mewacanakannya. Emansipasi yang tidak hanya sekadar ide teori melainkan juga praktik kehidupan. 


Topik

Profil Keumalahayati Malahayati laksamana perempuan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Nurlayla Ratri