JATIMTIMES - Putri Rasulullah yang terbilang berumur panjang adalah Fatimah Az-Zahra. Ia putri bungsu Nabi Muhammad SAW dengan ibunda Khadijah. Kedua saudara kandung Fatimah, Qasim dan Abdullah meninggal dunia saat usia dini. Qasim meninggal saat usia 2 tahun. Sementara Abdullah meninggal saat masih anak-anak.
Fatimah dikenal dengan julukan Ummu Abiha, Ibunda dari ayahnya. Julukan itu diberikan karena kedekatan Fatimah dengan Rasulullah, terutama setelah Khadijah RA meninggal dunia.
Baca Juga : Kayutangan Heritage Juara 5 Desa Wisata 2023, Wali Kota Malang Bakal Beri Apresiasi
Fatimah-lah yang paling banyak dan paling lama mengurus urusan Rasulullah. Ia memenuhi segala kebutuhan Rasulullah sampai hijrah ke Madinah dan serumah dengan istri Rasulullah, yaitu Saudah dan Aisyah.
Mengutip dari buku "The Golden Stories of Fatimah - Romantika Cinta Ali bin Ahi Thalib Bersama Fatimah" yang ditulis Badiatul Rozikin, Nabi Muhammad sangat menyayangi Fatimah.
Hingga pada suatu hari dikisahkan Ali, suami Fatimah pernah berniat menikah lagi dengan seorang anak perempuan Abu Jahal (tokoh musyrik musuh Allah). Ali ingin menikahi putri Abu Jahal, karena merasa kasihan melihat penderitaan yang dialaminya.
Fatimah pun tetap menolak dan meronta jika ia harus dimadu dengan wanita lain. Tidak ada yang lebih menyakitkan hati seorang perempuan melebihi sakitnya dimadu oleh suaminya. Fatimah sangat sedih mendengar apa yang diutarakan suami yang sangat dicintainya. Rasulullah akhirnya mendengar berita itu. Beliau juga mengetahui bahwa putrinya merasa tersiksa dengan keinginan suaminya untuk menikah lagi.
Menurut Rasulullah, alangkah baiknya kalau Ali menunda keinginannya untuk menikah, mengikuti jejak Rasulullah. Ketika Rasulullah merasa cukup dengan istrinya Khadijah dan baru menikah lagi setelah Khadijah wafat.
Hingga suatu saat, Rasulullah berangkat ke Masjid dalam keadaan marah, dan sesampainya disana, beliau berpidato dihadapan para sahabat.
Baca Juga : Sultan Khairul Saleh dan Sultan Palembang Terpilih Jadi Ketua Agung Majelis Agung MARS Indonesia
"Sungguh keluarga Hisyam bin Mughirah (keluarga Abu Jahal) meminta izin kepada saya untuk menikahkan putri mereka kepada Ali. Saya tidak mengizinkan mereka berbuat demikian. Kecuali kalau Ali menceraikan putri saya Fatimah, lalu menikahi putri mereka. Sungguh putriku Fatimah adalah bagian dari diriku. Barangsiapa membuat hati Fatimah cemas, ia mencemaskanku. Barangsiapa yang menyakitinya, ia menyakitiku. Barangsiapa membuatnya marah, maka ia telah membuatku marah. Dan barangsiapa membuatnya bahagia, ia membahagiakanku."
Mendengar pidato Rasulullah, Ali pulang dengan hati gelisah dan teraduk-aduk perasaannya. Sesampainya dirumah, ia menemukan Fatimah dalam kesedihan. Ali mendekat, duduk disampingnya namun Ali diam cukup lama.
Kemudian Ali memberanikan diri untuk berkata pada Fatimah, "Fatimah saya telah berbuat salah. Saya tidak mengindahkan apa yang menjadi hakmu. Saya percaya engkau orang yang pemaaf dan suka mengampuni kesalahan orang lain".
Fatimah masih terdiam, bahkan tak menoleh pada suaminya. Hingga tak lama datang malam. Setelah salat maghrib Ali mendekati istrinya lagi dan mengulang permohonan maafnya. Dengan suara terputus-putus dan isakan tangis, Fatimah berkata, "Allah mengampuni Anda, Abul Hasan".
