Di tengah-tengah maraknya pijit dan terapi dengan berbagai obat dan peralatan canggih dan modern, pemuda asal Aryojeding, Rejotangan ini berjuang melestarikan budaya pijit tradisional warisan budaya leluhur.
Pria kelahiran 27 tahun lalu ini mengaku memiliki keahlian mijit mewarisi keahlian yang dimiliki neneknya.
Neneknya memang memiliki keahlian mijit dan cukup terkenal di daerahnya. Sebenarnya keahlian mijit ini juga dimiliki ibunya, namun sampai hari ini dia masih belum berkenan meneriman pasien.
Pemuda yang punya nama lengkap Agus Dwi Cahyono ini mulai kelihatan bakat mijitnya sejak masih duduk di bangku MTs.
Pada masa itu sesekali dia sudah mijit tetangganya yang merasa kecapean dan minta dipijit. Tapi mulai rutin dan kebanjiran pasien baru sekitar enam tahun belakangan.
“Sudah ada enam tahun ini saya praktik pijit tradisional. Ini juga sebagai kerja sampingan, tapi hampir tiap hari tetap ada,” ungkap Haji Aguk. “Dalam satu hari ada sekitar empat sampai empat orang,” imbuhnya.
Pria pecinta kopi ini mengaku dalam satu hari kuat menangani pasien sebanyak enam orang. Meskipun awalnya hanya pekerjaan sambilan, karena banyak permintaan pijit dari pasien, akhirnya menjadi seperti pekerjaan utama.
Sebelumnya Haji Aguk bekerja serabutan. Disamping itu juga budidaya ikan. Ditanya omset tiap bulan berapa, dia bingung.
“Soalnya tiap kali dapat uang dari hasil mijit langsung saya belanjakan pakan ikan,” kata pria yang masih lajang ini.
Sebagaimana umumnya orang yang memiliki keahlian memijit lain, Haji tidak pernah menerapkan sistem tarip untuk pasien pijit kepadanya. Ongkos yang Ia terima dari pasien juga seiklasnya. Intinya menolong orang lain.
Rata-rata pasien yang minta tolong pijit kepada Haji para pasien yang mengeluhkan kecapean.
“Alhamdulillah, mayoritas pasien yang mengeluhkan capek-capek dan saya pijit banyak yang cocok,” imbuhnya kemudian.
Selain dari mulut ke mulut, pria yang juga hobi nongkrong berlama-lama di warung kopi ini mempromosikan profesi pijat tradisionalnya melalui facebook. “Biasanya di facebook saya tandai gitu, mas,” katanya.
Haji Aguk sosok yang patut diapresiasi. Dia merupakan salah satu pemuda yang berusaha melestarikan warisan budaya leluhur berupa pijit tradisional.
Dia sadar betul, kalau tidak dilestarikan, tradisi ini akan hilang. Atau, paling tidak bisa tergusur dengan terapi modern yang bersal dari tradisi non lokal.