TITIRASI 2025: Seniman Malang Padukan Zodiak dan Wayang, Angkat Batik dari Stigma Usang

Reporter

Hoshi Amalia

Editor

Yunan Helmy

18 - Nov - 2025, 06:40

Seniman Bambang Sarasno di ruang pamer TITIRASI 2025, gedung auditorium Universitas Brawijaya .(Foto: Hoshi Amalia/JatimTimes)

JATIMTIMES - Seni batik kembali menemukan ruang aktualisasi yang segar dan kontemporer melalui pameran instalasi bertajuk TITIRASI 2025 (Rasi, Relasi, dan Saudara Lama yang Terlupa). Acara ini menampilkan karya-karya revolusioner dari Bambang Sarasno, seorang seniman, kreator multitalenta, dan penyandang disabilitas yang berkiprah lintas medium, mulai dari batik, musik, teater, hingga video. 

Dalam pameran ini, Bambang Sarasno secara unik mengangkat tema zodiak sebagai objek utama kreasinya. Ide ini berawal dari kegelisahan seniman terhadap kurangnya pemahaman komprehensif masyarakat mengenai teknik dan proses batik sesungguhnya, yang berujung pada degradasi nilai warisan budaya tersebut. 

Baca Juga : PSI Target Ungguli Nasdem di 2029, Dito Arief Angkat Bicara

"Saya memilih zodiak karena hampir semua negara mengenalnya. Ini adalah objek yang universal," ujar Sarasno. Ia melihat adanya kemiripan filosofis antara zodiak dan batik Jawa karena keduanya sarat akan harapan (hope), doa, dan cerita.

"Kalau hanya bercerita tentang slogan batik warisan bangsa, itu membosankan. Kita harus masuk ke wilayah kekinian. Zodiak memungkinkan kita untuk mengangkat batik secara global dengan lebih tepat," jelasnya.

Menariknya, Bambang Sarasno tetap mempertahankan kearifan lokal dalam visualisasinya. Ia mengadopsi gaya visualisasi wayang kulit Jawa, namun tidak ada karakter yang digambarkan menghadap ke depan secara langsung. Sentuhan ini memastikan bahwa karya tersebut, terlepas dari temanya, tetap dikenali sebagai identitas Indonesia.

Bagi Sarasno, batik adalah guru yang mengajarkan berpikir anti-mainstream dan memperkaya kecerdasan IQ, EQ, dan SQ (spiritual quotient). Ia mengakui bahwa pembekalan terbesarnya justru datang dari kesenian, meskipun berlatar belakang di bidang hukum dan manajemen.

Proses membatik mengajarkan kesabaran melalui tahapan yang urut, kemampuan problem solving yang terinspirasi dari didikan ibunya, serta spiritualitas dan syukur (SQ). Karena prosesnya bergantung pada alam, ia mengajarkan penerimaan bahwa "nobody is perfect." Dengan demikian, keindahan batik justru terletak pada ketidaksempurnaannya. Aspek humanity inilah yang menjadi fokus utama karyanya.

Dalam instalasi zodiak ini, Sarasno menggambarkan semua karakternya sebagai perempuan, didasarkan pada estetika dan daya tarik, serta bentuk penghargaan peran ibu yang sentral dalam membangun karakternya, terutama sebagai penyandang disabilitas.

Baca Juga : DPR Sahkan RKUHAP Jadi Undang-Undang, Tagar #TolakRKUHAP Ramai di X

TITIRASI 2025 juga melibatkan kolaborator seperti Wiwik Niarti, owner Batik Blimbing Malang. Ia bersaksi bahwa proses membatik, bahkan dalam format art performance, telah mengubah karakternya menjadi lebih sabar dan gembira. Ia menekankan bahwa dalam membatik, kebahagiaan adalah kunci, karena emosi dapat memengaruhi pewarnaan.

Bambang Sarasno, melalui pendirian kembali Yayasan Seni Budaya Indrogilo, berharap ekosistem seni Malang kembali kolaboratif dan meninggalkan stigma antarpihak, menyerukan agar seniman, pemerintah, dan pengusaha saling melihat sebagai mitra.

Menutup pesan untuk generasi muda, Wiwik Niarti menyampaikan harapan agar para pemuda tidak berhenti pada pengakuan yang sudah ada. "Batik memiliki nilai yang sangat luar biasa. Saya berharap semua anak muda, jangan berhenti di sini. Lanjutkan!" pesannya.