Korupsi Berjamaah, KPK Tetapkan Wali Kota dan 18 Dewan Tersangka

Reporter

Nurlayla Ratri

Editor

Yunan Helmy

22 - Mar - 2018, 01:42

Ilustrasi

Kasus korupsi pengesahan APBD Perubahan (APBD-P) Kota Malang tahun anggaran (TA) 2015 menyeret 19 tersangka baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sore ini (21/3/2018) resmi merilis nama-nama tersangka baru. Di antaranya Wali Kota Malang (nonaktif) Moch. Anton (MA) dan 18 anggota DPRD Kota Malang. 

Nama-nama tersebut dibacakan langsung oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. "Kasus ini merupakan perkembangan kasus yang sebelumnya diumumkan 11 Agustus 2017 lalu. Terkait pembahasan APBD-P Kota Malang (TA) 2015. Saat itu, KPK menetapkan dua tersangka, yakni Ketua DPRD Kota Malang MAW (Moch. Arief Wicaksono) dan JES (Jarot Edy Sulistiono) yang merupakan kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Malang tahun 2015," ujar Basaria di gedung KPK, Jakarta. 

Baca Juga : Tak Tahu Kediaman Ketua Komisi C Digeledah, Ketua RW Hanya Lihat Satu Polisi dan Dua Mobil Pelat L

"Saat ini, diduga MAW menerima suap Rp 700 juta untuk memuluskan pembahasan APBD-P Kota Malang dari JES. Untuk JES, sekarang sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya," tambahnya. 

Basaria lalu merinci nama-nama yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Pertama, MA (Moch. Anton) sebagai wali kota Malang periode 2013-2018. Lalu tiga wakil ketua DPRD Kota Malang atas nama MZN (HM. Zainuddin), WHA (Wiwik Hendri Astuti), dan RS (Rahayu Sugiarti). Kemudian 15 anggota DPRD Kota Malang. Yakni SPT (Suprapto); SAH (Sahrawi); SAL (Salamet); MKU (Mohan Katelu); SL (Sulik Lestyowati); ABH (Abdul Hakim); BS (Bambang Sumarto); IF (Imam Fauzi); SR (Syaiful Rusdi); TY (Tri Yudiani); HPU (Heri Pudji Utami); HS (Hery Subianto); YAB (Ya'qud Ananda Gudban); SKO (Sukarno); ABR (H Abd Rachman). 

"MA (Anton) diduga memberi hadiah atau janji kepada ketua DPRD dan anggota DPRD. Patut diduga janji tersebut diberikan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban," ujarnya. Anton disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. 

Sedangkan 18 anggota DPRD Kota Malang disangkakan Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor KUH Pidana. "Indikasi penerimaan, penyidik mendaparkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik," paparnya. Bukti tersebut menunjukkan bahwa 18 anggota dewan menerima fee dari Anton selaku wali kota bersama-sama dengan tersangka Jarot," ucap Basaria.

Kasus pengesahan APBD Perubahan Kota Malang sendiri telah memasuki tahap persidangan. Dalam proses meja hijau di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya atas terdakwa Jarot, jaksa penuntut umum menyebut bahwa uang suap dari Jarot diberikan kepada Arief senilai Rp 700 juta.

Kemudian oleh Arief, setelah dikurangi Rp 100 juta, uang dengan nominal Rp 600 juta dibagi-bagi kepada anggota dewan yang lain. Sebanyak 45 anggota legislatif ikut menikmati uang panas tersebut. Nominalnya, untuk ketua komisi dan ketua fraksi Rp 15 juta dan untuk anggota Rp 12,5 juta. "Diduga Rp 600 juta dari yang diterima MAW (Arief) tersebut kemudian didistribusikan kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang," paparnya. 

"Kasus ini memperlihatkan bagaiman korupsi dilakukan secara masal yang melibatkan unsur kepala daerah dan sejumlah anggota dewan yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan dan regulasi anggaran secara maksimal," ujar Basaria. Faktanya, lanjut Basaria, mereka memanfaatkan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

KPK juga memberikan catatan khusus. Basaria menuturkan, dari sejumlah tersangka yang diproses, sebagian bersikap kooperatif kepada penyidik. Hal tersebut akan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan proses hukum ini. "Perlu diingat, ancaman maksimal untuk penerima suap adalah hukuman pidana penjara 20 tahun dan minimal 4 tahun," tegasnya. 

Selain itu, KPK saat ini sedang mempertimbangkan pengajuan Arief Wicaksono (MAW) sebagai justice collaborator (JC) yang diajukan di proses penyidikan. "Pengajuan justice collaborator adalah hak tersangka dan nantinya akan dipertimbangkan lebih lanjut," kata dia. 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, tim penyidik menemukan adanya sandi 'uang pokir' atau uang pokok pikiran untuk uang pelicin pengesahan anggaran. (*)