Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hukum dan Kriminalitas

Hakim Suhartoyo Minta UU Perkawinan Akomodasi Nikah Beda Agama Direvisi: Hanya Pencatatan Administrasi

Penulis : Mutmainah J - Editor : Nurlayla Ratri

01 - Feb - 2023, 19:14

Hakim Suhartoyo. (Foto dari internet)
Hakim Suhartoyo. (Foto dari internet)

JATIMTIMES - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo berharap pemerintah dan DPR merevisi UU Perkawinan guna mengakomodasi fenomena pernikahan beda agama. Ia juga berharap agar pemeritah tidak tutup mata dalam maraknya peristiwa pernikahan beda agama.

"Fenomena perkawinan beda agama tersebut di atas seolah-olah terjadi karena 'kurang atensinya' negara yang tidak mengakui dan menganggap 'tidak sah secara agama' terhadap perkawinan beda agama. Karena legalisasi perkawinan menurut hukum sipil hanyalah berupa pencatatan administrasi," kata Suhartoyo dalam concuring opinion putusan nikah beda agama yang dikutip detikcom, Rabu (1/2/2023).

Putusan itu diketok pada Selasa (31/1) kemarin. Permohonan itu diajukan oleh Ramos Petege, pemeluk Katolik yang tidak bisa menikahi pacarnya yang beragama Islam.

"Oleh karena itu, adanya bentuk ketidakpastian hukum demikian, seyogianya negara hadir untuk menyelesaikan permasalahan terkait melalui adanya pembangunan atau perubahan UU Perkawinan yang pada saat diterbitkan pada tahun 1974 tentu kondisi sosial dan dinamika kehidupan masyarakat belum sekompleks saat ini," ujar Suhartoyo, yang juga hakim konstitusi dari unsur Mahkamah Agung (MA).

Lebih lanjut, Suhartoyo mengatakan jika nantinya akan dilakukan revisi terhadap UU Perkawinan dimaksud, memberikan atensi penyelesaian secara komprehensif, baik terkait dengan jalan keluar atas keabsahan dari hukum agama/kepercayaannya, maupun dalam hal mengakomodasi akibat hukum pencatatannya.

"Adapun substansi perubahan dimaksud, tentunya dengan menyesuaikan dinamika sosial dan hal-hal lain terkait yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dengan tentunya menyeimbangkan kebebasan beragama di satu sisi dan mengakomodir fenomena perkawinan beda agama dan tatacara pencatatannya secara bijak pada sisi yang lain," urai Suhartoyo.

Suhartoyo kemudian mengatakan, saat ini pernikahan beda agama hanyalah pengakuan oleh negara secara administrasi saja.

Dalam kesempatan itu, Suhartoyo mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki wewenang dalam hal tersebut sehingga Daniel dengan delapan hakim lainnya sepakat untuk menolak permohonan Ramos Petege itu.

Sebelumnya masih dalam kesempatan yang sama, Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh meminta agar negara tidak lepas tangan terkait kasus pernikahan beda agama.

"Negara akan menjadi adil dan berlaku fair dengan memberikan tempat yang seharusnya terhadap berbagai keberagaman agama dan kepercayaan yang dianut oleh warga negara Indonesia," kata Daniel dalam concuring opinion putusan nikah beda agama yang dikutip detikcom, Rabu (1/2/2023).

Lebih lanjut, Daniel memberikan empat alternatif kebijakan terkait kasus pernikahan beda agama.  Pertama, jalur nikah agama sebagaimana lazimnya saat ini, yaitu untuk perkawinan yang dilakukan oleh sesama agama Islam melalui Kantor Urusan Agama (KUA), Kementerian Agama. Sedangkan untuk yang beragama selain Islam melakukan pencatatan perkawinan di kantor pencatatan sipil.

"Kedua, untuk mereka yang melakukan perkawinan beda agama. Terhadap hal ini, mereka diberi dua pilihan, apakah mau mencatatkan perkawinan mereka di KUA atau di kantor pencatatan sipil. Petugas KUA maupun petugas pencatatan sipil hanya perlu mencatat apa yang mereka sampaikan bahwa mereka telah melakukan perkawinan, dan petugas memberikan mereka Buku Nikah Beda Agama (untuk yang dicatat di KUA) atau Akta Nikah Beda Agama (untuk yang dicatat oleh kantor pencatatan sipil)," urai Daniel.

Ketiga, untuk warga negara Indonesia sesama penganut kepercayaan. Terhadap hal ini, negara juga harus mencatat perkawinan mereka. Terlebih, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 7 November 2017, yang mengharuskan mencantumkan 'penghayat kepercayaan' dalam kartu tanda penduduk, maka sudah seharusnya dalam perkawinan, mereka juga mendapatkan Buku Nikah Penghayat Kepercayaan atau Akta Nikah Penghayat Kepercayaan.

"Keempat, perkawinan warga negara Indonesia yang salah satunya menganut agama tertentu dengan pasangannya yang merupakan penghayat kepercayaan. Berkenaan dengan hal ini, mereka juga berhak memperoleh Buku Nikah Agama-Penghayat Kepercayaan atau Akta Nikah Agama-Penghayat Kepercayaan," ujar Daniel.


Topik

Hukum dan Kriminalitas


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Mutmainah J

Editor

Nurlayla Ratri