Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hukum dan Kriminalitas

Bantah Lahan yang Hendak Dieksekusi Merupakan Tanah Bengkok, Begini Penjelasan Kuasa Pemohon Eksekusi

Penulis : Ashaq Lupito - Editor : Lazuardi Firdaus

25 - Sep - 2022, 16:12

Akses jalan menuju tanah bengkok di Kecamatan Pagak yang akan dieksekusi. (Foto: Kades Sumberkerto for JatimTIMES)
Akses jalan menuju tanah bengkok di Kecamatan Pagak yang akan dieksekusi. (Foto: Kades Sumberkerto for JatimTIMES)

JATIMTIMES - Kuasa hukum pemohon eksekusi Bambang Suherwono membantah tudingan Kepala Desa (Kades) Sumberkerto, yang menyebut jika sebidang lahan yang hendak dieksekusi pengadilan merupakan tanah bengkok.

Kepada Jatim Times, Bambang menyebut jika sebidang lahan yang selama ini hasil panennya diklaim oleh Kades Sumberkerto untuk acara keagamaan tersebut, merupakan aset tanah milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).

"Bukan, dulunya tanah bengkok, tapi sudah ditukar guling, sudah dibeli sama Dinas Pertanian Provinsi (Jatim)," kata Bambang kepada JatimTIMES.com.

Dijelaskan Bambang, kejadian jual beli tanah bengkok yang ada di Kecamatan Pagak tersebut, terjadi pada kisaran tahun 1950-an. "Iya, milik Dinas Pertanian, karena yang beli Dinas Pertanian Pemprov (Jatim). Kalau tidak salah itu kejadian jual belinya tahun 1953," jelasnya.

Ketika disingung apakah aset tanah kas alias tanah bengkok bisa diperjualbelikan?, Bambang mengatakan jika hal itu bisa saja dilakukan. Asalkan ada pertimbangan kepentingan pemerintah, bukan karena kepentingan pribadi.

"Lho (proses jual beli tanah bengkok) dengan Kadesnya to, boleh kan dengan Kades. Jadi boleh, itukan aturan baru. Tapi gini aturannya, sebenarnya boleh tanah negara, kan bengkok, boleh dibeli, dijual, tapi karena untuk apa dulu. Jadi bukan dijual se-enaknya sendiri, bukan," timpalnya.

Sedangkan saat itu, dijelaskan Bambang, pada tahun 1950-an tanah bengkok yang ada di Kecamatan Pagak tersebut dibutuhkan Pemprov Jatim untuk kepentingan penelitian. Atas dasar itulah, Bambang menyebut jika pembelian tanah bengkok sah-sah saja dilakukan.

"Kan itu dibutuhkan oleh Dinas Pertanian, waktu itu kalau tidak salah untuk penelitian bibit. Nah karena dibutuhkan negara akhirnya dibeli sama Dinas Pertanian," jelasnya.

Saat itu, lanjut Bambang, proses jual beli menemui kesepakatan tukar guling. Yakni tanah bengkok milik desa yang  ada di Kecamatan Pagak tersebut, dibelikan sebidang tanah untuk digunakan sebagai pengganti tanah bengkok yang telah dibeli.

"Kemudian pembelian itu dibelikan lagi. Istilah kasarnya tukar guling. Pada saat tukar guling itu penggantinya ya ada di desa setempat sana. Jadi tukar guling itu sudah selesai pada tahun 1953," terangnya.

Setelah proses tukar guling rampung, masih menurut Bambang, lahan yang dulunya merupakan tanah bengkok tersebut dilakukan pembangunan gedung. Yakni mulai dari rumah dinas hingga bangunan laboratorium.

"Setelah sudah dikuasai Pemprov, di situ dibangun rumah dinas dan ada laboratorium untuk penelitian tanaman. (Sampai saat ini) di sana juga masih ada bekas bangunannya yang sempat dirobohkan sama warga ketika Kades-nya masih Ahmad Ridoi," terangnya.

Mengetahui bangunan sekaligus laboratorium dirobohkan oleh warga, lanjut Bambang, pihak Dinas Pertanian Pemprov Jatim kala itu terus berupaya untuk menempuh jalur hukum. Namun, sayangnya upaya tersebut selalu kandas.

"Pihak Dinas Pertanian waktu itu sempat berupaya melapor dan sebagainya, tapi kandas terus. Jadi selalu berupaya laporan, lapor polisi kandas, Polda kandas," timpalnya.

Hingga akhirnya, pada tahun 2014 lalu Bambang ditunjuk oleh Ahmad Arifin selaku perwakilan dari Dinas Pertanian Pemprov Jatim untuk melakukan gugatan secara hukum.

"Ahmad Arifin adalah Kepala Sarana dan Prasarana Pangan Dinas Pertanian Pemprov. Jadi dia (menggugat) bukan atas nama diri sendiri atau pribadinya, tapi sebagai jabatannya," jelasnya.

Namun, seperti yang sudah diberitakan, warga menuding jika Pemprov Jatim tidak ada sangkut pautnya dengan gugatan tanah bengkok tersebut. Justru warga menyebut jika Ahmad Arifin menggugat tanah bengkok atas nama pribadi.

"Tuduhan itu tidak benar. Buktinya di putusan dinyatakan sah milik Dinas Pertanian Pemprov bukan milik Arifin. Tapi sayangnya warga mengira diminta untuk diserahkan kepada Arifin, padahal jelas-jelas tidak seperti itu," tegasnya.

Atas dasar sejarah itulah, Bambang menyebut jika tanah yang selama ini sempat dikuasai oleh warga tersebut, akan dieksekusi oleh pengadilan yang kemudian diserahkan kembali kepada Pemprov Jatim.

"Ya kembali ke Pemprov, dari dulu kan milik Pemprov. Makanya eksekusi pengosongan kemudian itu diserahkan ke Pemprov. Jadi harus (dikembalikan, red) ke Pemprov dulu, setelah itu Pemprov hendak dibagaimanakan terserah. Sudah jadi aset Pemprov kan," tuturnya.

Bambang menambahkan, jauh sebelum adanya keputusan eksekusi, pengadilan sempat memutuskan untuk dilakukan perdamaian. Bahkan, ketika itu, tanah yang kini disengketakan tersebut sudah sempat diserahkan oleh Kades yang lama yakni Ahmad Ridoi, kepada Pemprov Jatim.

"Ridoi juga sudah pernah menyerahkan ke kita (Pemprov Jatim), ada putusan pengadilan juga waktu perdamaian diputuskan di Pengadilan itu. Kejadiannya waktu gugatan pertama, pada tahun 2014 kalau tidak salah," jelasnya.

Lantaran selalu menemukan jalan buntu, lanjut Bambang, akhirnya pihaknya memutuskan untuk memperbarui atau melakukan gugatan kembali. Alasannya, karena jabatan Kades yang mengklaim berhak mengurus tanah bengkok telah berganti. Yakni dari Ahmad Ridoi ke Hosen.

Namun, gugatan ulang yang dilayangkan Bambang menimbulkan persepsi berbeda di kalangan warga. Sebab, dalam gugatan tersebut terlampir c.q. atau casu quo yang artinya dalam hal ini atau lebih spesifik lagi.

"Yang kami gugat hanya Kades saja, Bupati dan Camat hanya c.q. saja. Jadi Bupati Malang c.q. Camat Pagak c.q. Kades. Berarti yang kita gugat Kades saja, kan begitu. Jadi jangan salah persepsi, jangan salah kaprah menanggapi gugatan kami. Masak Bupati turut tergugat, enggak, jadi hanya c.q. saja," ulasnya.

Menurut Bambang, gugatan berisi c.q. yang kini menimbulkan stigma keliru di kalangan warga tersebut, perlu dilakukan karena warga setempat tetap ngotot jika tanah yang hendak dieksekusi merupakan tanah bengkok.

"Karena itu dianggap bengkok kan, makanya kita (gugatannya, red) Bupati c.q. Camat langsung c.q. Kades Sumberkerto dan Sumberejo," tegasnya.

Terakhir, Bambang mengaku siap membuktikan jika lahan yang hendak dieksekusi bukanlah tanah bengkok seperti yang digaungkan oleh warga setempat. "Sekarang begini, kalau memang merasa itu milik warga, coba warga suruh tanyakan dulu ada tidak tanah bengkok penggantinya. Padahal kan ada bengkok penggantinya, tanyakan saja ke Kadesnya itu," ucapnya.

Jika masih kurang, Bambang menambahkan, warga bisa menanyakan dimana letak tanah bengkok penggantinya tersebut ke pihak kepolisian. "Kalau tidak begini saja, silahkan tanyakan sama Polres dimana letak bengkok penggantinya, pasti ada, sudah tahu semuanya. Sekarang penggantinya sudah ada, kemudian masih minta yang lama, masuk tidak di logika," ungkapnya sambil tertawa.

"Kalau sudah selesai berita acaranya, selesai dieksekusi silahkan kalau mau ada urusan sendiri sama Dinas Pertanian. Apakah mau diarap warga lagi atau bagaimana silahkan, itu sudah urusannya Pemprov. Kalau saya tidak ada kepentingan, tapi kalau sebelum eksekusi ada apa-apa akan saya hadapi," tukasnya.

Sekedar informasi, Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB sempat mengagendakan untuk melakukan eksekusi tanah bengkok pada Selasa (27/9/2022).

Tanah seluas 14,145 hentar yang terletak di Dusun Bandarangin, Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang tersebut telah masuk dalam tanah objek sengketa. Hal itu terlampir pada surat ber-kop Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB nomor W14 - U35 / 4782 / HK.02 / 9 / 2022.

Pada surat tersebut menjelaskan jika eksekusi pengosongan tanah objek sengketa sudah berdasarkan pada penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas IB. Yakni tertanggal 16 Februari 2021 No. 13 / Eks / 2018 / PN.Kpn. Jo No. 8 / Pdt.G / 2018 / PN.Kpn.

Namun, keputusan pengadilan tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan warga setempat, termasuk Kepala Desa Sumberkerto yang kini dijabat oleh Hosen. Warga merasa keberatan lantaran tanah yang hendak dieksekusi selama ini hasil panennya dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan warga sekitar.


Topik

Hukum dan Kriminalitas


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Ashaq Lupito

Editor

Lazuardi Firdaus