JATIMTIMES - Umat muslim, tentunya pernah menjumpai seseorang yang tengah salat melakukan sujud atau rukuk secara cepat. Namun harus dipahami, beberapa penjelasan Rasulullah, jika hal ini ternyata termasuk sebagai pencurian dalam salat.
Salah seorang sahabat Rasulullah SAW, bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencuri salatnya?".
Rasulullah SAW pun menjawab, "Yaitu seseorang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya, atau beliau bersabda, "Yaitu orang yang tidak lurus tulang belakangnya dalam rukuk dan sujud". (HR Ahmad : 5/310, Al-Hakim : 1/229, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’: 986)
Bahkan mereka yang dianggap pencuri salat ini, termasuk dalam golongan seburuk-buruknya manusia. Hal inipun dikuatkan oleh sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Abi Qatadah. Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-buruknya manusia adalah orang yang mencuri salatnya" (HR Ahmad).
Dari Abu Mas'ud Al-Anshari, berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Salat seseorang tidak akan sempurna bila dalam rukuk dan sujud tulang punggungnya tidak lurus,"(HR At-Tirmidzi).
Hudzaifah salah seorang sahabat nabi, bahkan menganggap orang yang melakukan hal tersebut sama saja belum melaksanakan salat. Hadist riwayat Al Bukhari, Zaid bin Wahb mengatakan, "Hudzaifah melihat seseorang salat namun tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Maka dia berkata, "Kamu belum salat. Seandainya kamu meninggal dunia, maka kamu meninggal dalam keadaan di luar fitrah (agama) yang Allah telah menciptakan Muhammad SAW berada di atasnya".
Padahal rukuk dan sujud dalam salat ini memiliki keutamaan yang baik dan menolong manusia. Rukuk dan sujud ini menggugurkan dosa dan kesalahan manusia. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Abdullah Bin Umar RA.
Dari Abdullah bin Umar Ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya bila seseorang berdiri mengerjakan salat, maka didatangkan semua dosanya lalu diletakkan di atas kepala dan kedua pundaknya; tiap kali dia rukuk dan sujud, maka berjatuhanlah dosa-dosa tersebut", (HR Ibnu Hibban: 1734 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’: 1671).
