Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Ruang Mahasiswa

Pemikiran Paulo Freire dalam Perspektif Islam

Penulis : Jabal Akbar Al Hakam - Editor : Redaksi

27 - Apr - 2022, 15:36

JATIMTIMES - ’Pendidikan Kaum Tertindas´ merupakan sebuah buku yang diciptakan oleh Paulo Freire dalam pemikirannya tentang sistem pendidikan yang beliau alami semasa hidupnya. Lantas, apakah pemikirannya tersebut bermanfaat? Dan bagaimana pemikiran Paulo Freire dalam perspektif islam?

Siapa Paulo Freire

Paulo Freire merupakan seseorang yang sangat mendalami ilmu pendidikan, terutama setelah  menikah dengan Elza Maia Costa Oliviera yang merupakan seorang guru. Meskipun Freire lulus dari jurusan hukum, namun minat beliau terhadap pendidikan jauh lebih besar daripada hukum itu sendiri. Meskipun beliau memiliki latar belakang sebagai sarjana hukum, ia bisa mendapatkan jabatan sebagai Direktur Bagian Pendidikan dan Kebudayaan SESI.

Friere berpendapat bawa pendidikan yang menggunakan cara menggurui serta hafalan merupakan cara yang salah yang dapat menyebabkan seseorang sulit untuk berkembang. Hal ini sama dengan pendidikan di Indonesia pada zaman kurikulum KTSP; setidaknya itu yang saya rasakan selama ini. Kritikan Paulo Freire terhadap kaum cendekiawan Brasil yang mempertahankan status quo demi keuntungan yang dinikmati. Namun, pada akhirnya Freire dipenjara karena dituduh menjalankan kegiatan subversif, yaitu percobaan pemberontakan demi merubuhkan struktur kekuasaan. 

Berangkat dari kasus tersebut, Paulo Freire tidak diperbolehkan untuk menginjakkan kakinya lagi di Brasil. Namun, Freire tidak putus asa. Beliau kembali melanjutkan hidup di Cile, tempat ia bekerja selama 5 tahun. Kebijakan Freire tentang pendidikan yang telah direstui oleh Presiden Eduardo Frel menarik perhatian UNESCO sehingga Cile dianggap sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi tuna aksara. 

Karena hal ini, Freire diundang oleh Amerika Serikat untuk menjadi tenaga ahli serta guru besar di Universitas Harvard. Amerika yang pada saat itu mengalami banyak sekali permasalahan membutuhkan Freire untuk memperbaiki situasi tersebut, sehingga Freire memperluas pengertian Dunia Ketiga. Setelah mempelajari hal tersebut, Freire menciptakan tulisan karangan yaitu “The Adult Literacy Process as Cultural Action for Freedom” pada tahun 1970 serta “Cultural Action and Consclentization” pada tahun 1970. 

Hal pertama yang dibahas dalam buku ini adalah tentang humanisasi dan dehumanisasi. Humanisasi yaitu sesuatu yang harus diperjuangkan, yaitu untuk memanusiakan manusia. Sementara dehumanisasi adalah kebalikan dari humanisasi, yaitu perbuatan yang merendahkan manusia. Kesadaran manusia tentang humanisasi dapat muncul apabila terdapat pemahaman mengenal relasi antara kaum penindas serta yang tertindas. Untuk membuat hal ini terjadi, maka dibutuhkan pendidikan kepada kaum tertindas agar mereka mengetahui apa yang salah dan apa yang benar.

Dalam buku ini dijelaskan tentang kebutuhan pendidikan bagi para kaum tertindas serta apa saja proses pendidikan bagi kaum tertindas. Freire berkata bahwa dalam sistem pendidikan lama, tidak ada proses antara pendidik serta pelajar. Hal ini menyebabkan terjadinya penindasan dari seseorang yang mengerti segudang ilmu kepada orang yang tidak mengetahui apa-apa. Apabila hal ini terus terjadi, maka penindasan akan terus-terusan terjadi dan tidak akan ada habisnya. 

Oleh karena itu, Friere menciptakan pendidikan yang disebut problem-posing education. Sistem pendidikan yang diciptakan oleh Friere ini menjadikan pendidik dan pelajar adalah satu objek yang sama, tidak lagi pendidik yang memberikan materi, namun pendidik serta pelajar berpikir bersama untuk memecahkan suatu permasalahan. Sistem ini menciptakan suasana di mana pelajar mendapatkan ilmu dari pendidik dan begitupun sebaliknya, pendidik mendapatkan ilmu baru dari hasil pemikiran pelajar. Sehingga dengan adanya sistem ini, permasalahan tentang penindasan akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

Bertahun-tahun pemikiran dari Fierce ini dipakai, namun tradisi sistem pembelajaran ini belum turut serta membaik. Banyak sekali permasalahan pendidikan yang terjadi dan “pendidikan kaum tertindas” masih saja berjalan. Banyak akal yang dilakukan oleh para pelajar untuk bisa menjadikan sebuah sistem pembelajaran menjadi dua arah. Namun, sesuatu tidak bisa dirubah apabila tidak ada sistem yang mengaturnya, serta pelaku dari sistem tersebut yang keras kepala. Ini bisa dirubah apabila dari pihak pelaku bisa mengubah perilakunya yang awalnya keras kepala, menjadi mengerti bahwa pembelajaran dua arah ini sangatlah penting, serta bagaimana buruknya sistem pembelajaran yang bersifat menindas.

Konsep Pendidikan Menurut Paulo Freire

Dalam pendidikan pembebasan, Paulo Freire mempunyai 3 basis teori, yaitu :

  1. Ontologi

Friere berpendapat bahwa sebagian besar manusia hidup dalam penderitaan, sementara sebagian kecilnya hidup dalam kemakmuran. Freire percaya bahwa hal ini terjadi karena adanya ketimpangan sosial yang muncul dari banyak aspek, seperti contohnya adalah aspek norma. Oleh karena itu, Freire ingin menjadikan manusia sebagai makhluk yang dapat melawan realitas yang menindas mereka.

  1. Epistimologi

Freire berpendapat bahwa pengetahuan dicapai dari adanya dialog yang berasal dari sarana epistimologis pencarian pengetahuan yang benar. Oleh sebab itu, dialog yang dimaksud Freire bukanlah sekedar dialog, melainkan sebagai sarana untuk pendidikan.

  1. Aksiologi

Freire yakin bahwasannya pendidikan yang baik dan sempurna adalah ketika seseorang mendapatkan sebuah ilmu, ia mampu juga untuk mengaplikasikannya. Akan tetapi, pengaplikasian sebuah ilmu juga harus berdasarkan norma-norma yang dipercaya.

Pendidikan Menurut Paulo Freire dalam Perspektif Islam

Islam, secara harfiah berasal dari bahasa Arab yaitu salima. Salima memiliki arti terpelihara, tidak celaka, dan terjaga. Islam sendiri memiliki ajaran untuk selalu berpegang teguh pada akhlak yang baik, serta menjauhi apa-apa yang buruk. Oleh karena itu, seharusnya Islam menjadi agama yang senantiasa melakukan hal-hal yang baik seperti saling membantu, mencintai perdamaian, dan masih banyak hal-hal yang baik lainnya. 

Dalam sabda Rasulullah SAW dalam hadist Abu Hurairah berkata :

«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari)

Dalam hadist tersebut menjelaskan bahwa khalifah yang ditunjuk adalah sebagai penanggung jawab terhadap kemakmuran masyarakat. Khalifah juga ditunjuk sebagai seseorang yang dapat memperbaiki serta menyempurnakan akhlak yang mulia. 

اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِيَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِوَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓ ۙاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَࣖ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.”Al-A’raf : 157.

Dalam ayat ini, secara jelas Allah memerintah Nabi Muhammad SAW untuk melepaskan umat manusia dari belenggu-belenggu. 

Dari pernyatan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya pemikiran dari Paulo Freire dan Islam tentang kebebasan secara sadar ataupun tidak sadar hampirlah sama. Paulo Freire yang memperjuangkan tentang pendidikan yang bebas dan pembebasan tidak jauh beda dari Islam yang juga berjuang kepada pembebasan. Namun meskipun demikian, ada perbedaan sumber inspirasi bagi pembebasan. Freire dengan kemanusiaannya, dan Islam dengan Allah SWT. 


Topik

Ruang Mahasiswa


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Malang Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Jabal Akbar Al Hakam

Editor

Redaksi