JATIMTIMES - Kisah kali ini adalah kisah dari Syekh Alfiah, seorang hakim yang mengundurkan diri karena takut tak adil. Syekh Alfiah sendiri merupakan ulama Zuhud yang diangkat menjadi hakim oleh pemimpin Baghdad saat itu, Khalifah Al Mahdi.
Namun suatu saat, ia mengalami masalah yang sulit. Terdapat dua orang tokoh, sebut saja si A dan si B terlibat dalam sebuah masalah. Sebagai Hakim, Syekh Alfiah kemudian harus memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar.
Dan di saat itu, mereka yang bermasalah juga sama-sama memiliki bukti yang kuat. Karena itu, Syekh Alfiah kemudian menyuruh keduanya pulang terlebih dahulu. Hal itu dimaksudkan agar keduanya berubah pikiran untuk menempuh jalan damai. Selain itu, hal itu dimaksudkan Syekh Alfiah untuk mengambil waktu berfikir untuk menentukan vonis yang tepat untuk permasalahan tersebut.
Namun justru hal tersebut tidak sesuai harapan Syekh Alfiah. Si A justru memanfaatkan waktu tersebut untuk tindakan yang tidak terhormat, yakni menyuap Sykeh Alfiah. Ia kemudian mencari tahu tentang makanan kesukaan Syekh Alfiah. Setelah itu diketahui jika makanan kesukaan Syekh Alfiah adalah Kurma Subkar.
Dan kebetulan juga, saat itu merupakan masa panen kurma. Si A kemudian mencarikan kurma untuk diberikan kepada Syekh Alfiah sebagai suap. Si A sadar, tak mungkin langsung secara terang-terangan melakukan suap kepada Syekh Alfiah. Ia kemudian mencari perantara untuk untuk menyuap Syekh Alfiah melalui seseorang, sebut saja Fulan yang merupakan asisten penjaga Syekh Alfiah.
Si A kemudian memberi Fulan beberapa keping Dirham agar Fulan mau memberikan kurma tersebut kepada Syekh Alfiah. Tapi Fulan yakin, jika Syekh Alfiah tidak akan menerima kurma tersebut. Benar saja, ketika Fulan memberikan kurma tersebut, Syekh Alfiah justru marah besar. Ia tidak mau memakan kurma tersebut dan justru mengusir Fulan dan si A.
Keesokan harinya, si A dan Si B duduk bersama di persidangan untuk menerima putusan persidangan dari Sykeh Alfiah. Padahal di saat yang sama, hati Syekh Alfiah dilanda kebingungan. Meski kedudukan kedua orang tersebut tak lagi sama, karena si A melakukan suap, meskipun Syekh Alfiah tidak menerima kurma tersebut.
Namun dalam sumber utama kisah ini, tidak disebutkan siapa yang divonis bersalah, Si A atau si B. Terlepas dari siapa yang salah, keputusan Syekh Alfiah tetap obyektif dan tidak menyalahi aturan hukum yang ada. Hal ini mengacu kepada kepribadian Syekh Alfiah sebagai seseorang yang zahid, orang yang zuhud.
Dua bulan setelah ini, Syekh Alfiah kemudian mendatangi Khalifah Al Mahdi. Dengan tegas dan mantap, Syekh Alfiah kemudian mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan hakim. Keputusan tersebut ia ambil agar ia bisa selamat dari segala godaan duniawi. Khalifah Al Mahdi pun kemudian menyetujui pengunduran dirinya.
Kisah yang diceritakan dalam channel Taffakur Fiddin ini terdapat dalam kitab "Uyun Al Hikayat". Kisah ini mengajarkan kepada seseorang, terlebih mereka pemangku kekuasaan, pemimpin atau hakim untuk selalu memiliki sikap objektif apapun risikonya. Kalimat semua sama di mata hukum, adalah jargon yang hendaknya tidak hanya dihafal, tetapi harus dipahami dan diperhatikan. Hukum tentunya bukan tajam ke bawah tumpul ke atas namun harus sama.
Sesuai hadist. "Agama melarang orang penghianat terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Orang demikian disebut nabi sebagai orang yang munafik". Naudzubillah min dzalik. Demikian kisahnya, semoga apa yang dikisahkan memberikan inspirasi dan menfaat positif bagi sahabat Jatim Times.